Rapat Tim Pengendalian Inflasi, Bawang dan Tiket Pesawat Penyumbang Naiknya Inflasi Bali

(Baliekbis.com), Upaya pengendalian inflasi Provinsi Bali dihadapkan pada tantangan ganda karena memasuki Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) puasa dan Lebaran 2019, juga bersamaan dengan peak season pariwisata bulan Juni 2019.

Menyadari tantangan tersebut, Tim Pengendalian Inflasi se-Provinsi Bali kembali merapatkan barisan. Bertempat di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Senin (29/4/2019) Tim Pengendalian Inflasi Daerah Provinsi Bali mengadakan High Level Meeting pada 29 April 2019. Rapat yang dihadiri pihak terkait, dilaksanakan untuk menyamakan persepsi dan menyusun kembali strategi antisipatif dan strategi dalam pengendalian inflasi menjelang puasa dan lebaran 2019 bersamaan dengan peak season pariwisata bulan Juni 2019.

Rapat tingkat pimpinan kali ini dibuka dan dipimpin Sekda Provinsi Bali Dewa Made Indra. Dalam sambutannya, Sekda yang juga Ketua Harian TPID Provinsi Bali menekankan agar setiap instansi melaksanakan upaya pengendalian inflasi melalui action plan yang akan dilakukan melalui penerapan strategi kebijakan perdagangan, strategi kebijakan pengendalian tarif, strategi kebijakan jalur distribusi dan produksi serta strategi komunikasi pengendalian konsumsi dan membangun ekspektasi masyarakat.


Adapun poin rapat yakni mencermati inflasi dalam 5 tahun terakhir. Inflasi Bali relatif lebih rendah dibanding inflasi nasional. Rata-rata inflasi Bali selama 5 tahun terakhir  4,17%, lebih rendah dibandingkan rata-rata realisasi inflasi nasional pada periode yang sama sebesar 4,29% (yoy). Sementara itu, di tahun 2018, inflasi Bali sebesar 3,13% (yoy), sama dengan inflasi Nasional.

Menurut Kepala KPw BI Provinsi Bali Causa Iman Karana yang akrab disapa CIK, sepanjang tahun 2018, sejumlah komoditas yang menyumbang inflasi Bali antara lain beras, rokok kretek, bensin daging ayam ras, cabai rawit, bawang merah. Selanjutnya, pada Maret 2019, Provinsi Bali mengalami inflasi sebesar 0,26% (mtm) atau inflasi sebesar 1,85% (yoy). Secara bulanan, inflasi Bali tercatat lebih tinggi dibanding Nasional yang sebesar 0,11% (mtm).

Namun demikian, secara tahunan pencapaian inflasi Bali yang sebesar 1,85% (yoy) lebih rendah dibanding inflasi Nasional di periode yang sama sebesar 2,48% (yoy). Inflasi pada Maret 2019 di Bali, terutama disebabkan oleh tekanan kenaikan harga yang terjadi di kelompok bahan makanan dengan komoditas antara lain tongkol pindang, bawang merah, serta bawang putih.

Selain itu, tekanan kenaikan harga di Bali pada periode laporan juga didorong oleh kelompok komoditas transportasi, dengan komoditas berupa angkutan udara. Meskipun demikian, deflasi yang terjadi pada biaya administrasi asuransi, daging ayam ras, bensin, dan bahan bakar rumah tangga menahan terjadinya inflasi yang lebih tinggi di periode laporan.

Menurut CIK, saat momen Puasa dan Lebaran, inflasi Bali masih terkendali dalam rentang sasaran inflasi. Pada saat puasa dan lebaran tahun 2018, Bali mengalami inflasi sebesar 0,34% (mtm) atau 3,47% (yoy). Inflasi ini didorong oleh inflasi komoditas daging ayam ras, angkutan udara, dan telur ayam ras. Sementara itu, pada saat lebaran tahun 2017, Bali mengalami deflasi sebesar 0,12% (mtm) atau inflasi 4,03% (yoy).
Seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) menyatakan kesiapan untuk mengawal upaya pengendalian inflasi Provinsi Bali dengan meningkatkan  koordinasi khususnya dalam rangka menjaga pergerakan harga bahan pangan baik dari sisi produksi, distribusi dan pemasaran.

Pemantauan harga komoditas juga terus dilakukan secara terintegrasi ,melalui Sistem Informasi Harga Pangan Utama dan Komoditas Strategis (SiGapura) sekaligus sebagai Early Warning System (EWS).

Dalam jangka pendek operasi pasar dan pasar murah sebagai antisipasi gejolak harga pada waktu-waktu yang rawan kenaikan harga di bulan-bulan tertentu seperti Hari Raya Nyepi, Galungan, Idul Fitri, Natal, dan Tahun Baru (bersifat seasonal) akan dioptimalisasi.

TPID pada tingkat Kabupaten/Kota akan senantiasa memantau momen-momen peningkatan harga disepanjang tahun agar selanjutnya dapat dilakukan tindakan antisipatif, baik yang mencakup aspek produksi maupun distribusi, sehingga kelancaran pasokan dapat terjaga melalui kegiatan pantauan kondisi stok, pantauan kelancaran jalur distibusi serta kegiatan operasi pasar dan pasar murah.

Salah satu permasalahan strategic yang juga dibahas dalam Rapat Koordinasi tersebut adalah terkait tingginya tarif angkutan udara sehingga beberapa kali menjadi komoditas penyumbang inflasi di Bali. Dengan tingginya arus mudik-arus balik pada saat Lebaran, diharapkan tarif angkutan udara tetap dapat terjaga pada koridor batas atas dan batas bawah sehingga tidak mendorong inflasi Bali lebih tinggi. “TPID akan terus bahu membahu untuk menjaga stabilitas harga di Provinsi Bali,” tambah CIK. (bas)