Rakernas APVA, Bali Jadi Sentra Utama Penukaran Valuta Asing

(Baliekbis.com), Jumlah penyelenggara KUPVA BB berizin di seluruh Indonesia sampai Oktober 2018 tercatat 1.127 dan Bali merupakan salah satu sentra utama kegiatan penukaran valuta asing. Hal tersebut dapat diliihat dari jumlah Penyelenggara KUPVA BB di Bali yang mencapai 121 dengan jumlah kantor cabang 511. Sehingga secara total terdapat 632 kantor penyelenggara KUPVA BB berizin. Kepala Grup Surveilans KLU dan Moneter Zulfan Nukman mengatakan hal itu, Jumat (9/11) dalam ”Rapat Kerja Nasional APVA Indonesia tahun 2018” di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali.

Berdasarkan data transaksi Triwulan III tahun 2018 tercatat rata-rata volume transaksi jual dan beli bulanan dari seluruh kantor pusat Penyelenggara KUPVA BB yang berada di Provinsi Bali yaitu Rp3,47 triliun atau 9,93% terhadap rata-rata volume transaksi nasional yang mencapai Rp34,93 triliun per bulan.

Zulfan menegaskan ada 3 hal utama, pertama terkait ketidakpatuhan beberapa penyelenggara KUPVA BB terhadap ketentuan yang diterbitkan oleh BI. Industri KUPVA BB ini sangat rentan dijadikan sebagai sarana tindak pidana pencucian uang, narkotika, dan korupsi. Sebagai buktinya, sudah banyak pemilik penyelenggara KUPVA BB di Jakarta dan Batam yang ditahan atau dimintai keterangan oleh penyidik dari Kepolisian atau BNN. Untuk itu, BI sebagai LPP secara intensif terus melakukan pengawasan dan pembinaan kepada Penyelenggara KUPVA BB agar industri ini tumbuh menjadi industri yang sehat. BI selalu mengingatkan kepada penyelenggara KUPVA BB sebagai Penyedia Jasa Keuangan, untuk senantiasa mematuhi penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles), melakukan pencatatan identitas nasabah serta menyampaikan Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT), Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM), dan SIPESAT secara akurat dan tepat waktu kepada PPATK.

Berdasarkan hasil pengawasan tersebut, sebagian besar Penyelenggara KUPVA BB masih memiliki skor penerapan program APU dan PPT dengan predikat rendah (kurang baik). Hal ini antara lain disebabkan masih kurangnya pemahaman Penyelenggara KUPVA BB terhadap ketentuan APU dan PPT, ketidakpedulian komisaris dan direksi terhadap penerapan prosedur Customer Due Diligience (CDD)/Enhance Due Diligence (EDD), Beneficial Owner (BO), dan tingkat kesadaran yang masih rendah dari Penyelenggara KUPVA BB terhadap manajemen risiko penyelenggara KUPVA BB, khususnya risiko yang timbul dari pencucian uang dan pembiayaan terorisme.

Hal ketiga menurut Zulfan yaitu terkait kewajiban menjadi Badan Berizin untuk pembawaan UKA di atas ekuivalen Rp1 miliar. BI telah menerbitkan PBI No.20/2/PBI/2018 tanggal 4 Maret 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/7/PBI/2017 tentang Pembawaan Uang Kertas Asing ke Dalam dan ke Luar Pabean Indonesia (PBI Pembawaan UKA). Sebagai Implikasi dari berlakunya ketentuan dimaksud, maka seluruh aktivitas Pembawaan UKA dengan nominal equivalent di atas 1 miliar rupiah, baik ke dalam dan ke luar wilayah Pabean Indonesia secara handcarry ataupun kargo wajib memperoleh persetujuan dari BI.

Sebagai gambaran, hingga saat ini telah terdapat 15 Badan Berizin di seluruh Indonesia (Jakarta 12, Batam 2, dan Bali 1). Adapun realisasi impor UKA untuk bulan September 2018 yaitu ekuivalen sebesar Rp1,78 triliun, sementara realisasi ekspor UKA bulan September 2018 yaitu ekuivalen sebesar Rp2,49 triliun. Sehubungan dengan hal tersebut, ia mengimbau kepada para penyelenggara KUPVA BB untuk menjadi Badan Berizin dalam hal memiliki intensitas yang tinggi untuk melakukan pembawaan UKA di atas Rp1 miliar per pembawaan, mengingat sanksi kewajiban membayar maksimal apabila tidak memiliki izin sebagai Badan Berizin dari Bank Indonesia yaitu sebesar Rp 300 juta per pembawaan. (bas)