Prof. Vennetia Danes: Bali Peringkat IV Nasional Tindak Pidana Perdagangan Orang

(Baliekbis.com),Sebagai daerah destinasi pariwisata yang sangat populer baik di dalam maupun di luar negeri, Bali sangat berpotensi menjadi daerah tujuan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) atau dikenal dengan istilah trafficking khususnya untuk tujuan eksploitasi seksual.

“Inilah yang menjadi dasar mengapa penting bagi kami untuk melakukan sosialisasi pencegahan TPPO di Bali. Dari infografis, Bali menempati peringkat 4 tertinggi dari seluruh provinsi di Indonesia,” ujar Menteri Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Republik Indonesia I Gusti Ayu Bintang Darmawati dalam sambutannya yang dibacakan Deputi Menteri Bidang Perlindungan Hak Perempuan Prof. Vennetia Danes saat membuka seminar yang digelar Grab dengan tema “Anak Sebagai Agen Perubahan dalam Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang”, Kamis (16/1/2020) di Denpasar.

Seminar dihadiri Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Ketua KPAI, Ketua LPSK, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Bali, Tim Manajemen Grab diikuti para pengurus OSIS se Kota Denpasar.

Dikatakan Prof. Vennetia di Indonesia sendiri diperkirakan sekitar 40.000 sampai 70.000 perempuan dan anak yang menjadi korban TPPO setiap tahunnya. Besarnya korban TPPO ini disebabkan karena Indonesia merupakan negara asal perdagangan orang ke luar negeri, khususnya untuk tujuan Malaysia, Singapura, Brunei Darusalam, Taiwan, Jepang, Hongkong, Timur Tengah dan beberapa Negara Eropa.

“Dalam perkembangannya saat ini, Indonesia juga menjadi negara tujuan perdagangan orang yang berasal dari China, Thailand, Hongkong, Uzbekistan, Ukraina dan beberapa negara lainnya, khususnya untuk tujuan eksploitasi seksual,” jelas Prof. Vennetia.

TPPO terus terjadi tambahnya karena membawa keuntungan finansial yang luar biasa bagi para pelakunya. Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menyebutkan sindikat perdagangan perempuan dan anak internasional meraup keuntungan 7 miliar dolar AS atau lebih kurang 98 triliun rupiah dari sekitar 2 juta orang yang diperdagangkan setiap tahunnya.

Orang dewasa dan anak-anak, laki-laki maupun perempuan dapat menjadi korban TPPO, namun pada umumnya yang menjadi korban adalah mereka yang berada dalam kondisi rentan. Seperti kemiskinan, pendidikan yang terbatas, anak yang kehilangan orangtua/walinya, anak putus sekolah, perempuan dan anak jalanan atau mereka yang mendapat tekanan dari orangtua untuk bekerja.

Pelaku TPPO menarik para korban ini dengan berbagai cara dan modus seperti diberikan iming-iming untuk bekerja dengan upah yang tinggi misalnya sebagai kapster di salon kecantikan, asisten rumah tangga (ART), pekerja restoran, penjaga toko tapi kemudian pada saat tiba di daerah tujuan, dipekerjakan secara sewenang-wenang, misalnya jam kerja yang panjang dan dieksploitasi baik secara seksual maupun eksploitasi lainnya.

Untuk mencegah TPPO ini, sebenarnya sudah banyak yang dilakukan pemerintah dalam melakukan upaya pencegahan mulai dari penyusunan peraturan perundang-undangan, pembentukan Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO di tingkat Pusat dan Daerah, menggagas adanya community watch, dan lain sebagainya. Indonesia juga memiliki Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

“Jika pemahaman mengenai bahaya TPPO sudah dikenal oleh masyarakat, maka setidaknya TPPO dapat dicegah sehingga tidak lagi jatuh korban,” jelasnya. Untuk itulah mengapa penting sekali melibatkan anak dalam upaya pencegahan TPPO, karena anak adalah kelompok yang unik, yang mempunyai kekuatan peer group sekaligus bisa menjadi pelopor dan pelapor di kalangan anak-anak. Prof. Vennetia juga mengapresiasi kegiatan yang digelar Grab dalam keikutsertaan mencegah terjadinya TPPO.

Sementara Neneng Goenadi, Managing Director Grab Indonesia menyatakan
merupakan suatu kehormatan bagi Grab dapat berkolaborasi dalam inisiatif di bidang pencegahan dan pemberantasan TPPO. Ini merupakan bagian dari misi 2025 ‘GrabforGood’ yang
salah satunya merupakan upaya untuk mewujudkan layanan digital yang aman dan inklusif.

Dengan memanfaatkan kapasitas teknologi, platform, dan kerja sama, Grab berkomitmen untuk
menciptakan dampak positif dan berkelanjutan. Dijelaskan, jangkauan layanan aplikasi Grab di Indonesia sangat luas mencapai 234 kota dari Sabang sampai Merauke, diharapkan dapat menjadi entry point yang sangat penting untuk mengidentifikasi dan mencegah terjadinya tindak pidana perdagangan orang dan eksploitasi seksual komersial anak.

Neneng menambahkan sebagai tindak lanjut dari MoU antara Grab Indonesia dengan KPAI dan LPSK, Grab akan menyelenggarakan pelatihan online yang diikuti oleh 200.000 mitra pengemudi Grab se-Indonesia melalui GrabAcademy agar dapat mengenali situasi yang berpotensi mengarah kepada TPPO dan
melaporkannya kepada pihak berwajib. Selain itu, Grab juga menyiapkan sistem dukung pelaporan melalui tim Layanan Pelanggan yang beroperasi 24 jam selama 7 hari seminggu agar dapat membantu mitra pengemudi yang ingin mengetahui lebih lanjut tentang TPPO. (bas)