Potensi Tinggi,  Bali Perlu Blue Print Kembangkan Sport Tourism

(Baliekbis.com), Pengurus KONI Bali bidang hubungan luar negeri dan sport tourism Dewa Putu Susila mendorong Pemerintah Provinsi Bali harus mempunyai blue print (cetak biru) atau peta jalan (road map) untuk pengembangan sport tourism di Bali. Jangan sampai terkesan sport tourism berkembang tanpa arah yang strategis dan berkelanjutan.

“Kami mendorong pemerintah duduk bersama dengan semua stakeholder merancang blue print atau road map pengembangan sport tourism di Bali. Sebab, potensinya dan nilai pasar industri ini sangat besar,” kata Dewa Susila di Denpasar, Minggu (29/4/2018).

Lebih lanjut dikatakan,  sport tourism saat ini sangat digandrungi dan potensial serta mampu menyedot wisatawan mancanegara. Mengutip kebijakan kepariwisataan Kementrian Pariwisata, imbuh Dewa Susila, wisata olahraga atau sport tourism merupakan bagian dari wisata buatan manusia yang menempati porsi sebesar 5 % dari portofolio produk pariwisata Indonesia selain wisata alam (35 %) dan wisata budaya (60 %). Namun dari wisata buatan manusia tersebut, pengembangan wisata olahraga diproyeksikan mendapat prioritas dengan kontribusi sebesar 65 %, disusul dengan wisata MICE (25 %) dan objek wisata terintegrasi (15 %).

“Kendatipun nilai kontribusi total sport tourism tergolong kecil terhadap kepariwisataan Indonesia  termasuk Bali misalnya dari sisi pemasukan, namun dampak nilai promosi dan value branding yang ditimbulkan sport tourism jauh lebih powerful  dan impactful. Untuk itulah Bali perlu blue print dan peta jalan yang jelas untuk menggarap sport tourism,” tegas Dewa Susila.

Sebagai bagian dari penyusunan blue print atau road map ini, kata Dewa Susila, harus dipetakan potensi-potensi sport tourism di Bali baik menyangkut yang sudah berjalan atau yang akan menjadi trend di masa depan. Analisis stratejik juga harus dilakukan dari aspek industri sport tourism baik menyangkut portofolio segmen pasar, portofolio produk event olahraga dan destinasi wisata, pelaku bisnis dan stakeholder terkait, nilai pasar industri sport tourism dan kontribusinya bagi pendapatan daerah atau negara, dan sebagainya.

Terkait segmen pasar, imbuh Dewa Susila, setidaknya wisatawan yang menjadi konsumen atau pengujung suatu event atau destinasi sport tourism, secara umum bisa dikategorikan menjadi tiga. Pertama, wisatawan yang memang aktif terlibat dalam event sport tourism dengan menjadi peserta event dan sambil plesiran. Kedua, wisatawan yang hanya menjadi penonton atau penikmat event sport tourism tanpa terlibat aktif. Terakhir, ada ceruk pasar wisatawan yang memang datang khusus mengunjungi museum olahraga atau venue-venue olahraga di suatu daerah atau destinasi wisata.

“Analisis segmen pasar atau wisatawan ini menjadi penting sebagai bahan pertimbangan kita mengembangkan sport tourism di Bali. Apakah ada segmen pasar lain yang potensial? Itu yang perlu kita kaji dan sediakan nanti produknya sesuai minat mereka,” tambah Dewa Susila yang juga Ketua Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) Cabang Bali itu.

Lalu terkait dengan portofolio produk sport tourism, Dewa Susila ,mengatakan perlu dilakukan assessment (penilaian) dan pemetaan produk yang dimiliki Bali dan yang potensial digelar di Bali. Selama ini ada kesan dan anggapan bahwa sport tourism lebih lekat dengan event balap sepeda atau lari bertaraf internasional. Terlebih memang dua event ini sering digelar di Bali.

“Namun kita jangan hanya berpikirian sport tourism ini sepedaan dan lari. Harus ada potensi-potensi lain yang kita gali dan kembangkan serta gaungkan ke dunia internasional,” tegasnya. Lalu setelah manajemen produknya disiapkan, maka aspek pemasaran misalnya promosi juga harus dirancang dengan baik.

“Kita selalu tidak menggarap serius promosi dan branding. Padahal dua hal ini penting dan harus digarap bersama-sama. Seringkali event sport tourism skala internasional tidak dipromosikan dengan baik di dalam negeri.Bahkan ada beberapa pemerintah daerah yang tidak aware dan tidak berperan aktif membantu panitia event menggaungkan acara lebih besar,” kata Dewa Susila yang juga Sekretaris Umum (Sekum) Persatuan Gateball Seluruh Indonesia (Pergatsi) Bali itu.

Pengelola destinasi juga tidak mendapatkan informasi menyeluruh. Kesannya belum ada sinergi dan koordinasi yang baik antara pemerintah khususnya dinas pariwisata, pelaku industri sport tourism, pengelola destinasi wisata, termasuk insan olahraga lokal dan stakeholder lainnya. “Padahal sport tourism ini sangat menjanjikan dan membawa nilai promosi dan branding yang besar bagi suatu destinasi wisata karena event yang ada akan diliput media internasional maupun nasional baik pra event, saat ini dan pasca event,” ujar pria yang aktif memperkenalkan panahan tradisional ke seluruh Bali itu. (wbp)