PKB ke-40, Angklung Kebyar Buleleng, Ala Bisa Karena Biasa

(Baliekbis.com), “Singaraja belum pernah ada masalah karena sudah terbiasa dengan 5 nada, sebab di Singaraja itu bahkan 6 sampai 7 nada mereka sudah latih,” ujar I Wayan Suharta selaku pengamat Seni Tari dan Tabuh Angklung Kebyar, Kamis (12/7) malam. Sejak pembinaan sebelum akhirnya melesat ke Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-40, Buleleng memang telah siap dengan garapan Tari dan Tabuh Angklung Kebyar. “Meski saat kami awasi kala pembinaan di bagian ending tarian belum selesai, namun kali ini mereka sudah berikan ending yang tepat untuk tarian kreasinya,” terang Suharta. Potensi Buleleng dalam segi tabuh memang tak perlu diragukan lagi. Apalagi Buleleng telah mumpuni dalam mengenal 7 (tujuh) nada untuk garapan tabuh. Hal tersebut pun ditegaskan oleh I Made Astawa selaku koordinator garapan, “Di Buleleng ada 6 (enam) atau 7 (tujuh) nada sudah kami kenal dan gunakan,” tegas Astawa. Dalam garapan ini, nyatanya angklung kebyar yang dipentaskan oleh Sekaa Karawitan Eka Wakya, Banjar Paketan, Buleleng baru dikenal dan digarap. “Sebenarnya kami tidak punya angklung, kalau gong kebyar punya. Karena tahun ini ada di Buleleng istilahnya utsawa angklung kebyar se-Kecamatan Buleleng jadi kami pun antusias,” papar Astawa.

Semenjak mengikuti utsawa angklung kebyar yang dibarengi dengan kompetisi ini pun akhirnya berbuah manis pada Sakaa Karawitan Eka Wakya. “Pada kompetisi utsawa angklung kebyar itu kami mendapatkan juara pertama dan saat itulah kami dipercaya untuk mewakili Buleleng dalam Pesta Kesenian Bali di parade tari dan tabuh angklung kebyar,” ungkap Astawa bangga. Selang waktu persiapan dan latihan, tim pembina pun langsung mengawasi sekaligus mengomentari garapan angkulng kebyar yang disajikan. Astawa pun berujar bahwa pembina dari provinsi memberi komentar, angklung kebyar yang disajikan terlalu cepat sehingga serupa gong kebyar. “Tapi sebenarnya tempo cepat itu telah menjadi ciri khas kami di Buleleng, jadi kami jelaskan begitu ke pembina saat itu,” jelasnya. Saat pembina telah menyadari keunikan tabuh angklung kebyar Buleleng, Sekaa Karawitan Eka Wakya pun kian melenggang bebas untuk unjuk gigi di Kalangan Angsoka Taman Budaya, Denpasar. Penampilan memukau Buleleng terdiri dari kombinasi antara garapan tari dan tabuh. Garapan tersebut diantaranya Tari Panji Semirang, Tari Kreasi Baru ‘Kepayang’, Tari Kreasi Pangurip Ghni, Tari Baris Bandana Manggala Yudha, dan Tabuh Angklung Klasik ‘Pepangklungan Oncret Asri. Sebagai garapan pamungkas berupa Tari Kreasi Baru yang bertajuk Kepayang menjadi penutup yang manis dari Sekaa Karawitan Eka Wakya. Sayangnya, angklung kebyar yang digunakan oleh sekaa ini bukan sepenuhnya milik mereka, melainkan berasal dari sumbangan seorang ratu pedanda. “Ratu pedanda memberi pesan agar menjaga angklung kebyar yang diberikan, kami sungguh bahagia meski disatu sisi angklung itu bukan sepenuhnya milik kami,” beber Astawa. Hal tersebut bukanlah kendala bagi sekaa yang berada di Desa Paketan ini untuk terus berkarya. Meski pada awalnya tak memiliki alat, namun itu semua telah tertutup oleh ilmu 7 (tujuh) nada yang telah dipegang kukuh. Sehingga seniman Desa Paketan hanya tinggal berlatih dan berlatih sampai sudah bisa karena telah terbiasa.(gfb)