Perwakilan Warga Hadiri Sidang Gugatan PLTU Celukan Bawang

(Baliekbis.com), Sidang gugatan warga atas keputusan Gubernur Bali, SK No. 660.3/3985/IV-A/DISPMPT tentang Izin Lingkungan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batu Bara Celukan Bawang 2 x 330 MW di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Denpasar, Selasa (6/3) memasuki agenda pembacaan gugatan yang dihadiri perwakilan warga  dan Greenpeace Indonesia selaku penggugat. Dalam sidang, dibacakan beberapa isi materi gugatan oleh tim kuasa hukum penggugat YLBHI-LBH Bali, di antaranya tentang tidak adanya keterlibatan masyarakat dalam proses AMDAL sesuai dengan Permen Lingkungan Hidup No.17 Tahun 2012 dan Peraturan Pemerintah No.27 Tahun 2012 tentang Pedoman Keterlibatan Masyarakat Dalam Proses Analisa Dampak Lingkungan Hidup dan Izin Lingkungan. Kemudian tentang Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB) karena beberapa aspek kelengkapan dokumen AMDAL yang tidak mampu dipenuhi serta kegagalan AMDAL dalam melakukan evaluasi holistik terhadap dampak yang akan ditimbulkan. Materi lainnya tentang SK Gubernur Bali tidak didasarkan pada Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau- Pulau kecil (RZWP-3-K).

Karena seharusnya rencana pembangunan berdasarkan RZWP-3-K dalam bentuk Peraturan Daerah yang hingga kini belum dimiliki oleh Provinsi Bali. Dalam sidang yang terbuka untuk umum ini juga dibacakan putusan sela oleh Majelis Hakim yang diketuai A.K. Setiyono, S.H.,M.H. bersama Hakim Anggota Himawan Krisbiyantoro, S.H. dan Anita Linda Sugiarto, STP, SH., MH yang mengabulkan permohonan PT. PLTU Celukan Bawang untuk masuk sebagai Tergugat II Intervensi karena memiliki kepentingan hukum yang paralel dengan Pihak Tergugat.

Dimana PT. PLTU Celukan Bawang menunjuk para Advokat dari Kantor Hukum Hotman Paris & Partners sebagai Kuasa Hukum dalam perkara ini. Pada sidang yang dimulai pukul 10.30 Wita di ruang sidang utama PTUN Denpasar tersebut, terjadi sebanyak dua kali listrik padam. Hal ini justru menunjukkan dan sebagai penegas bahwa sudah saatnya Bali beralih pada energi bersih. Bukan semakin menggantungkan diri pada perusahaan listrik dengan energi yang kotor untuk gedung- gedung pelayanan publik.

Ditambah lagi, Bali sebagai tujuan pariwisata lokal dan internasional seharusnya tidak membangun pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar energi kotor seperti batubara. Pembakaran batubara akan menyebabkan pencemaran hingga kerusakan lingkungan hidup, dan hal itu akan berimbas pada alam dan ekosistem yang ada di Bali. Pembangkit listrik menggunakan Energi Baru Terbarukan (EBT) merupakan jalan keluar bagi kelistrikan di Bali karena alam bali berpotensi untuk energi listrik ramah lingkungan, apalagi Pemerintah Daerah Provinsi Bali mempunyai komitmen untuk menjadikan Bali sebagai “Bali Clean and Green”. (ist)