Peringati Hari Musik Nasional Bersama YouTube: Apresiasi Suara Hati Melalui Karya Musik Berisik

(Baliekbis.com), Musik merupakan sebuah bahasa universal yang bisa dimengerti serta dinikmati oleh berbagai kalangan. Dari sebuah lagu, pendengarnya dapat memaknai apa yang ingin disampaikan oleh penyanyinya. Siapapun dapat membuat musik dan siapapun juga dapat menjadikan musik menjadi wadah untuk menuangkan pikiran, mengungkapkan keluh kesah, berkarya hingga meraih sukses.

Bertepatan dengan Hari Musik Nasional yang jatuh pada tanggal 9 Maret 2021 ini, mari kita simak grup kreator dari Jawa Barat yang memaknai musik mereka yang bermuatan cerita sosial lewat karya lagu beraliran rock/metal.

Ungkapkan keresahan hati lewat  School of Revolution 

Voice Of Baceprot – biasa disingkat dengan VOB – adalah trio beraliran rock yang beranggotakan tiga perempuan muda, Firdda Marsya Kurnia (vokal, gitar), Widi Rahmawati (bas) dan Euis Siti Aisyah (drum). Kata “baceprot” sendiri berasal dari Bahasa Sunda yang berarti berisik, dipilih karena mengacu pada aliran musik yang mereka bawakan. 

Berangkat dari kecintaan mereka pada dunia seni, ketiganya mengawali perkenalan lewat dunia teater semasa mereka masih bersekolah di Madrasah Tsanawiyah (setingkat SMP). Tepatnya di Singajaya, desa mereka yang berjarak sekitar dua setengah jam perjalanan bermobil pribadi dari Kota Garut, Jawa Barat. 

Cikal bakal VOB terbilang dimulai dari Erza Satia, guru Bimbingan Penyuluhan (BP)  merangkap pelatih teater di sekolah mereka. Erza atau yang biasa dipanggil Abah, tidak hanya mengenalkan mereka pada dunia teater, tapi juga kepada musik. Awalnya, Abah memberikan referensi-referensi musik yang ada di laptop miliknya sembari mulai mengajari ketiga personil itu dasar-dasar bermain instrumen dengan peranti seadanya.  Abah juga yang mendorong serta meyakinkan VOB untuk mencurahkan kreativitas dan suara mereka melalui musik. Sejak itulah, VOB bersama dengan Abah, bersama mendalami dunia musik melalui YouTube, dari mempelajari cara bermain alat musik, mengulik musik rock dari seluruh dunia lintas waktu, mencari inspirasi membuat lagu orisinil, bahkan belajar Bahasa Inggris. Tak heran kan, jika lagu pertama yang mereka rilis sebagian liriknya ada yang ditulis dalam Bahasa Inggris.

Nama VOB mulai mencuri perhatian ketika salah satu video penampilan mereka membawakan lagu milik Rage Against The Machine pada 2015 diunggah lewat YouTube. Setelah itu berbagai video saat membawakan lagu-lagu dari band-band idola mereka seperti Red Hot Chili Peppers, Metallica dan Slipknot, juga membawa VOB menjadi sorotan ikon dan media mancanegara. Selain karena kepiawaian masing-masing personil dalam memainkan instrumennya, kombinasi rock/metal yang dibawakan oleh 3 remaja perempuan berhijab dan berasal dari Indonesia dipandang sebagai sebuah hal yang mengejutkan dan unik.

“Terlepas dari gender maupun hijab, kami ingin dikenal sebagai musisi yang memiliki karya yang berkualitas. Kami merasa melalui musik, kami dapat mengekspresikan apa yang kami lihat di lingkungan sekitar yang dikemas dalam sajian musik rock/metal, dan tetap menjaga identitas kami sebagai anak Singajaya-Garut, anak Indonesia, serta Muslimah,” kata vokalis VOB, Marsya. 

Sejak video tersebut, VOB mulai mengepakkan sayap mereka lewat rilisan lagu original yang banyak bercerita tentang dilema sosial serta kepedulian mereka tentang isu-isu di sekitar mereka. Hingga kini School of Revolution telah ditonton hingga lebih dari 600 ribu viewers. Selain mengunggah karya musiknya di YouTube, VOB juga menyuguhkan beragam konten yang membawa fans kepada sisi lain pribadi dan kehidupan setiap personal.  

“Kami merasakan bahwa, banyak peluang terbuka semenjak pertama kali mengunggah video ke YouTube. Tidak hanya karya-karya kami menemukan penikmatnya, tapi juga peluang untuk terus memperkenalkan VOB kepada khalayak luas semakin terbuka lebar, bahkan mengizinkan kami untuk mendapatkan pendapatan. Hal ini memantapkan keputusan kami untuk terus maju dan berkarir di dunia musik,” tambah Marsya.

Akhir 2020 ketiga personil VOB memutuskan untuk hijrah ke Jakarta. Selain – seperti kata Marsya – untuk lebih fokus berkarir di bidang musik, mereka juga ingin belajar hidup mandiri. Di Ibu Kota mereka memperdalam keterampilan bermusik dari musisi-musisi senior seperti Andyan Gorust dan Alan Musyfia – drummer dan bassist Hellcrust, serta Stevi Item (gitaris Andra & The Backbone, Deadsquad). Mereka juga memadatkan jadwal harian dengan berlatih di studio serta menggelar workshop membuat materi-materi baru dengan bimbingan dari Stephan Santoso (gitaris Musikimia, penata rekam beberapa album sukses, di antaranya, milik Sheila On 7, Edane serta Padi.)    

“Kami sadar bahwa keterbukaan kami untuk mengeksplorasi hal-hal baru lah yang membawa kami hingga hari ini. Semua hal dapat dipelajari dari manapun. Jangan pernah berhenti belajar, terus berkreasi dan selalu percaya diri dalam berkarya adalah hal terbesar yang ingin kami sampaikan kepada para Baladceprot, kami berharap karya yang kami buat dapat terus memberikan semangat serta inspirasi bagi para pendengarnya” tutup Marsya. (ist)