Perdamaian Harus Diperjuangkan, Di Mana pun dan Sampai Kapan pun

(Baliekbis.com), Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo menyarankan gerakan Perdamaian mesti dilakukan di banyak tempat. Gerakan Perdamaian ini mesti diperjuangkan sampai kapan pun dengan melibatkan civil society seperti Komunitas Gema Perdamaian dengan berbagai metode. Ini sangat penting sekaligus strategis untuk menjaga dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.   Demikian ditegaskan Ganjar Pranowo saat hadir  dalam Dialog Nasional Gema Perdamaian (GP) yang dihelat secara daring oleh Komunitas Pengayah Gema Perdamaian, Sabtu, 8 Oktober 2022.

Dialog Nasional Gema Perdamaian (8/10/2022) kemarin menghadirkan empat tokoh nasional sekaligus sebagai narasumber yakni Ganjar Pranowo; Prof. Sumanto Al Qurtuby; Rudi S. Kamri dan Romo Sri Eko Sriyanto Galgendu. Dari Komunitas Gema Perdamaian hadir  Ketua Steering Committee GP, Ida Rsi Wisesanatha; Dr. I Gusti Kade Sutawa, S.E, M.M, MBA; Ir. Ketut Darmika; Pandita Sudiartha Indrajaya; Ketua Panitia GM XX Tahun 2022, dokter Laksmi Duarsa, Sp.KK dan puluhan aktivis Gema Perdamaian. Dialog nasional ini diawali dengan doa oleh Pandita Sudiartha Indrajaya, keynote speech oleh Ir. Ketut Darmika, pembacaan puisi damai oleh Bunda Shinta Sutami. Hadir pula artis nasional Paramitha Rusady atas nama Duta Gong Perdamaian Dunia. Dialog Nasional GP ini dipandu oleh Ni Wayan Ratni.

Ketua Panitia GP XX Tahun 2022, dokter Laksmi Duarsa, Sp.KK melaporkan kilas balik dan riwayat munculnya Gema Perdamaian paska tragedi Bom Bali I pada 12 Oktober 2002. Walaupun Bali dibuat porak poranda dan pariwisata Bali lumpuh total saat itu, namun masyakat Bali satu pun tidak ada yang berbuat anarkis. Masyarakat Bali justru menggelar doa bersama atas tragedi tersebut. Terinspirasi dari tragedi Bom Bali itulah, sejumlah tokoh cinta damai seperti : Ida Rsi Wisesanatha,  A.A Suryawan Wiranatha, Pandita Sudiartha Indrajaya, Putu Agus Antara, Gusti Kade Sutawa, IGN Rai Surya Wijaya, Ketut Darmika, Ni Putu Shinta Sutami membuat sebuah gerakan yang akhirnya dinamakan Gema Perdamaian (GP).

Untuk membangun partisipasi semakin banyak orang, Ganjar Pranowo mengajak seluruh pegiat perdamaian untuk melakukan berbagai metode sehingga gerakan perdamaian ini benar-benar menjadi gerakan seluruh rakyat Indonesia. “Yuk kita lebih ngepop dikit, buat film pendek, buat lagu, buat puisi yang tertemakan perdamaian, tanpa harus mencaci, tanpa harus memaci dan sejenisnya” ujar Ganjar Pranowo yang sedang berada di Makassar. Tokoh yang digadang-gadang masuk bursa calon presiden ini mengajak seluruh aktivis Gema Perdamaian melakukan Nyuhiro atau hal-hal yang sederhana, namun menyentuh hati masyarakat seperti:  memungut sampah, menolong orang sakit dan lainnya. “Di mana pun, satu sekolah oke, satu desa oke, gak masalah, yang penting action untuk menyebarkan damai” ajaknya.

Ganjar menyebut, di antara idealita dan realita ada ilmu pengetahuan, ada metode. Di situlah kita mesti kreatif agar  bisa mencapai tujuan. Secara implisit ia mengatakan, untuk menyebarkan rasa damai sebagai kebutuhan, ada banyak cara sesuai dengan segmen masyarakat yang dilibatkan. Menurutnya perdamaian itu mesti dikerjakan bersama-sama, dengan melibatkan sebanyak mungkin komunitas masyarakat, dan dengan berbagai metode.
Menurut Ganjar Pranowo, ideologi Pancasila sudah selesai, tak perlu lagi diperdebatkan. Yang perlu dilakukan saat ini, bagaimana merawat Pancasila dengan hal-hal yang sederhana namun penting sebagai wujud damai.  Ia mencontohkan gerakan sayang anak. “Setiap hari saya bermain dengan anak-anak, mobil saya penuh dengan mainan anak-anak, lalu buat film pendek tentang bagaimana menyangi anak-anak. Ada banyak cara untuk melibatkan mereka, memberi ruang kepada anak-anak untuk berperan, beri kesempatan mereka tampil” imbuhnya.

Pria berambut putih yang namanya sangat populer saat ini menyarankan agar ada kegiatan Gema Perdamaian dilakukan dengan bertukar tempat. “Misalnya,  kawan-kawan yang dari Bali ke Jawa Tengah, ke Jawa Barat, ke Sumatera Barat atau sebaliknya. Pokoknya Gema Perdamaian harus menjadi contoh, harus jadi model” ungkapnya.

Pembicara lainnya, Prof. Sumanto Al Qurtuby mengurai latar belakang munculnya kekerasan komunal di berbagai negara yang diasari oleh paham/ideologi, ras/suku, dan politik. Indonesia yang terdiri dari 600 suku bangsa sangat rawan terhadap munculnya aksi kekerasan. Data riset tahun 2020 menunjukkan, Indonesia termasuk dalam 5 besar negara yang menganggap agama itu penting dan 65 % kekerasan itu karena motif agama (over dosis agama). Kekerasan  juga dilakukan oleh kelompok pemerintah. Oleh karena itu, perdamaian harus digemakan terus-menerus dengan cara meningkatkan literasi sehingga masyarakat tak mudah tersulut oleh ajakan melakukan kekerasan oleh oknum-oknum yang gemar merusak perdamaian.

Pembicara lainnya yang juga YouTuber kondang, Rudi S. Kamri mengaku telah mengusulkan terbentuknya Aliansi Nasional untuk mempertahankan NKRI. Ia melihat sejak Pemilu 2004 sampai dengan 2014, bangsa Indonesia terpolarisasi menjadi dua yakni kelompok nasionalis dan kelompok agamis. Belajar dari  Pilkada DKI Jakarta 2017 yang menjadi bukti praktek kotor politik identitas, Rudi S. Kamri menorong pemerintah dan para pimpinan partai politik untuk membentuk Aliansi Nasional. “Kami ingin Pemilu 2024 dimenangkan oleh kaum nasionalis sehingga NKRI tetap tegak berdiri” ujarnya. Ia menyarankan kepada Kelompok Gema Perdamaian untuk memberikan masukan kepada pimpinan partai politik agar Pemilu 2024 tidak mengganggu Perdamaian di Indonesia. “Gerakan Perdamaian tidak berhenti di seminar dan diskusi, harus ada gerakan yang nyata untuk mencegah kekerasan dan praktek politik identitas. Saya sudah bersurat ke KPU dan para pimpinan partai politik agar mencegah praktek politik identitas dan Pemilu 2024 berlangsung damai” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia (GMRI), Romo Sri Eko Sriyanto Galgendu lebih menekankan pentingnya kebangkitan spiritual bangsa dengan kembali memberikan peran kepada Wali Spiritual dengan gerakan Kebangkitan Spiritual Bangsa Nuswantara. Manurutnya, Pancasila dan UUD 1945 adalah wujud nyata spiritualitas kebangsaan yang sangat perlu dipertahankan. Romo Sri Eko Sriyanto menyebut pentingnya menghidupkan kembali “Api Jiwa Garuda Berhati Putih” sebagaimana dimiliki oleh Bung Karno, tokoh-tokoh nasional dan raja-raja di masa lalu. Bung Karno pernah mengatakan, Indonesia akan menjadi mercu suar dunia yang akan memberi sinar terang bagi bangsa-bangsa di dunia yang sedang kegelapan.

Menurutnya, perdamaian di bumi Nuswantara itu akan tetap terjaga jika bangsa Indonesia memegang teguh Jiwa dan spirit Bangsa yakni Pancasila dan UUD 1945. Spirit dan jiwa bangsa ini merupakan roh perdamaian yang akan mencegah politik identitas dan radikalisme yang selalu melakukan kekerasan untuk meraih kekuasaan.

Ketua SC Gema Perdamaian, Ida Rsi Wisesanatha kembali mengingatkan bahwa makna kata bhinneka itu tak sekadar dua yang berbeda namun beragam. Pemimpin bangsa dan kita semua memiliki tanggung jawab untuk mengelola keberagaman itu.  Ida Rsi menambahkan, selama ini belum ada tokoh bangsa yang secara gamblang mengulkas makna Lambang Negara Garuda Pancasila. Padahal filosofinya sangat dalam. Jika semua memahami filosofi itu, maka semua warga negara Indonesia akan sangat menghargai keberagaman yang telah menjadi roh berdirinya NKRI ini (*).