Perayaan HUT ke-19 PSMTI Bali, Akulturasi Budaya Bali dan Tiongkok Sudah Berabad-abad

(Baliekbis.com), Akulturasi budaya antara Bali dan Tiongkok sudah berlangsung berabad-abad yang lampau. Bukti nyata adanya Barong Landung, sosok pria hitam mencerminkan Raja Sri Jaya Pangus, sementara yang wanita putih, sipit  merepresentasikan Putri Kang Cing Wie dari Tiongkok.

Demikian diungkapkan Ketua PSMTI Bali Hendra A. Wasita dalam sambutannya saat Perayaan HUT ke-19 PSMTI (Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia) Bali, Tahun Baru Imlek 2570 serta Pertemuan Arisan Kekeluargaan PSMTI  Bali, Sabtu (16/2) di Restoran Hongkong Garden. Perayaan mengangkat tema “Melalui akulturasi budaya, kita jaga persaudaraan dan persatuan untuk Bali yang tentram dan damai”. 

Hendra Wasita menambahkan sejarah Balingkang yang menjadi legenda di Bali dengan berbagai ragam peninggalannya utama berupa sosok Barong Landung yang menjadi bukti nyata adanya akulturasi budaya antara Bali dan Tiongkok berabad-abad yang lampau. Barong Landung pria yang hitam mencerminkan Raja Sri Jaya Pangus, sementara yang wanita putih, sipit  merepresentasikan Putri Kang Cing Wie dari Tiongkok.  Legenda Barong Landung yang kini tinggal sayup-sayup bahkan keberadaannya nyaris tidak dikenali lagi oleh generasi muda masa kini baik generasi warga Bali maupun warga Tionghoa Bali.

Hendra A. Wasita

Dalam Keterbatasan waktu yang tersedia pihaknya mencoba menampilkan tarian kolaborasi antara Barong Landung, Barong Ket dan Barongsai di satu panggung. “Hal itu untuk mengembalikan ingatan kita akan sejarah bersatu dan bersaudaranya leluhur dan nenek moyang kita, Bali dan Tionghoa dalam bentuk akulturasi budaya,” ujarnya. 

Dikatakan untuk pertama kalinya akulturasi budaya Balingkang dilaksanakan pada tanggal 12 Juli 2001 berupa sendratari  pernikahan raja Bali kuno Sri Jaya Pangus dengan Putri Kang Cing Wie bertempat di panggung Ardha Candra di tengah rangkaian Pesta Kesenian Bali ke-23. Sendratari tersebut mendapat apresiasi luar biasa dari para penonton Bali maupun Tionghoa yang mencapai lebih dari 5.000 orang.

Pentas sendratari Balingkang di teater Taman Bali Safari Gianyar dan pentas seni Dalem Balingkang PSMTI Bali tahun 2001 itu banyak kemiripannya. “Niat kami untuk menggali dan mengangkat kembali sejarah Pura Balingkang yang melegenda itu karena sangat relevan dengan situasi Bali sekarang khususnya di dunia kepariwisataan yang menjadi urat nadi utama ekonomi Bali,” jelasnya. 

Hal itu sejalan pula dengan upaya pemerintah kedua negara yakni Indonesia dan Tiongkok khususnya Pemprov Bali dan Konsulat Jenderal Republik Rakyat Tiongkok di Denpasar dalam mengatasi berbagai permasalahan dan kesalahpahaman pelaku usaha pariwisata kedua negara yang ujungnya hanya akan membuat kedua belah pihak rugi dan susah. 

PSMTI Bali terpanggil untuk berpartisipasi menelusuri, mengangkat dan mensosialisasikan secara luas sejarah legenda Balingkang tersebut secara baik dan benar. Agar generasi muda kedua bangsa mengetahui dan mencintainya. Sehingga hubungan kedua bangsa dan negara dapat menjadi lebih baik rukun dan dan harmonis.

Disisi lain, Hendra mengatakan PSMTI Bali di samping menggelar kegiatan bakti sosial kesehatan donor darah, beasiswa, permodalan mikro dan lain-lainnya mempunyai 3 PR besar yang harus dilaksanakan yakni pertama pembentukan badan hukum PSMTI yang mandiri dan otonom,  kedua pembangunan rumah lansia bahagia PSMTI Bali di atas tanah seluas 1.000 M2 yang disumbangkan Lindawati Tan. Dan ketiga melaksanakan penelusuran dan penelitian secara sungguh-sungguh dan benar secara akademik tentang sejarah Balingkang yang melegenda di kalangan masyarakat Bali.

Sebab masih banyak ketidakpastiannya misalnya tentang tahun atau abad kapan terjadinya pernikahan Sri Jaya Pangus dengan Putri Kang Cing Wie. PSMTI Bali ke depannya berencana mengundang para pakar sejarah dan budaya di Bali baik para akademisi maupun non akademis, pandita, sulinggih dan lain lainnya dalam sebuah seminar khusus untuk itu. (bas)