Perangko: Sarana Pelestarian Budaya, Sejarah dan Hubungan antar-Bangsa

FUNGSI perangko sebagai alat pembayaran layanan jasa pengiriman surat, praktis telah berakhir seiring dengan perkembangan pesat teknologi informasi dan komunikasi. Namun tidak demikian dengan fungsinya sebagai sarana pelestarian budaya, sejarah dan hubungan antar bangsa.

Perangko selalu mengusung gambar-gambar yang merekam budaya, sejarah atau aktivitas sebuah bangsa. Bahkan tidak sedikit perangko yang diterbitkan bersama-sama oleh dua atau lebih negara untuk menandai persahabatan dan kerjasama antarnegara. Karena itulah perangko tetap diterbitkan hingga sekarang, tetap menarik sebagai bahan koleksi para pecinta sejarah dan budaya, serta sebagai instrumen investasi bagi para kolektor barang-barang antik.

Dalam konteks hubungan antarnegara, perangko juga tetap memiliki peran strategis, bukan saja karena penerbitan perangko bersama antar negara masih tetap berlangsung. Tetapi juga karena para pecinta perangko dari seluruh dunia kerap mengadakan pertemuan untuk memamerkan perangko terbitan negara masing-masing. Momentum seperti itu dapat menjadi kesempatan warga negara untuk memperkuat hubungan antar negara.

Upaya kerjasama antarpemerintah yang dikenal dengan G to G, menjadi lebih optimal apabila masyarakat antarbangsa, mengambil bagian secara aktif sesuai bidang profesi dan peminatannya. Demikian sari pendapat berbagai tokoh yang mengemuka selama penyelenggaraan kegiatan bersama Wisma Jerman dengan Kantor Pos dan Filateli Surabaya, akhir Februari lalu.

Mike Neuber, Direktur Wisma Jerman di Surabaya menuturkan bahwa kerjasama antarbangsa akan memberi hasil optimal apabila masyarakat mampu mengisi ruang dan peluang yang tersedia. Pemerintah biasanya membangun kerangka besar kerjasama, baik bilateral maupun multilateral, yang perlu diisi oleh masyarakat, baik di bidang ekonomi, sosial dan budaya, lanjut Mike.

Selanjutnya, Dino Aryadi, Kepala Kantor Pos Surabaya menyampaikan bahwa gairah partisipasi masyarakat untuk ikut ambil bagian dalam kerjasama antarbangsa, akan melahirkan kreativitas-kreativitas baru, di antaranya dalam memperkenalkan kekayaan dan keanekaragaman alam dan budaya suatu masyarakat.

Dalam konteks Indonesia, lanjut Dino, masyarakat dapat mewujudkan tersedianya informasi yang utuh berupa buku dan katalog destinasi wisata yang menarik dalam berbagai bahasa.

Sependapat dengan Dino, Valentino Barus menegaskan bahwa pola dan hubungan antar bangsa yang berubah cepat dan dinamis, harus disikapi dengan pendekatan kreatif yang kaya dengan terobosan baru. “Media komunikasi lama yang masih relevan, seperti perangko misalnya, perlu disandingkan dengan sarana dan pola baru komunikasi” lanjut Valentino, penyusun buku yang menggunakan perangko sebagai media kreatif, berjudul “Indonesia Through Stamps”.

Seiring dengan redupnya peran dan fungsi perangko sebagai alat bayar porto, semestinya diimbangi dengan peningkatan peran dan fungsinya sebagai alat untuk melestarikan dan mensosialisasikan kekayaan alam dan keanekaragaman budaya bangsa.

Untuk itu dibutuhkan keberanian dan kemampuan para pemimpin untuk bekerjasama dengan para blogger dan memanfaatkan tokoh idola baru, seperti halnya diva baru yang lahir di tengah masyarakat, khususnya kaum milenial.

Selain itu, kegiatan masyarakat berupa pameran bersama perangko Indonesia dan perangko Jerman, sebagaimana dilakukan oleh Christian Tyrris, Lidya dan Dennis perlu dilaksanakan secara lebih menarik sesuai selera milenial. Menghadirkan tokoh idola milenial di ruang pameran dan foto bersama idola dalam perangko merupakan beberapa di antaranya

Sementara itu, upaya untuk terus saling berbagi informasi tentang berbagai aspek akan menambah saling pengertian antar bangsa. Bukankah pepatah mengatakan “tak kenal, maka tak sayang”. Karena itu, Mike Neuber dari Wisma Jerman dan Valentino bertekad untuk segera menghadirkan buku “Indonesia Through Stamps” dalam versi Jerman dengan tujuan memperkaya khasanah Indonesia di tengah masyarakat Jerman.

*Putu Suasta, Alumnus UGM dan Cornell Univerisity