Penlok Bandara Buleleng “Ngambang”

(Baliekbis.com), Penlok (Penetapan Lokasi ) untuk pembangunan bandara internasional di Buleleng, Bali Utara yang sebelumnya digadang-gadang akan terbit 26 September ternyata molor. Bahkan penlok tersebut belum ada kepastian kapan akan diterbitkan pusat (Kemenhub). Padahal penlok itu sudah sangat ditunggu-tunggu investor maupun Pemprov Bali bisa terbit paling lambat 29 September ini, sehingga pekerjaan bandara bisa segera dimulai. “Kalau soal Penlok atau penentuan lokasi bandara saya akan bicarakan lagi dengan Pak Wagub (Sudikerta) dulu,” ujar Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi disela Asia-Europe Meeting Transport Ministers Meeting (ASEM TMM) di Hotel Westin, Nusa Dua, Selasa (26/9/2017). Menteri mengatakan pihaknya masih akan diskusi banyak faktor-faktor baik itu fisik maupun non fisik. Dikatakan belum keluarnya penlok juga terkait dengan rencana jalan tol dan kaitannya dengan infrastruktur yang lain sehingga pihaknya akan melakukan diskusi intensif lagi dengan Pemerintah Provinsi Bali dan membahasnya untuk menentukan lokasi yang akan dipilih untuk Bandara Buleleng tersebut. “Untuk Penlok belum, masih ada beberapa hal yang dibahas,” tegasnya singkat.

Sebelumnya, dalam pertemuan baru-baru ini yang digelar Wagub Bali Ketut Sudikerta di ruang kerjanya sempat terlontar kalau penlok itu direncanakan sudah dikeluarkan pusat paling lambat 26 September. Bahkan Wagub Sudikerta yang memimpin rapat, dihadapan dua investor yang akan menggarap proyek trilunan rupiah itu mengatakan kalau kedua investor yakni PT BIBU dan Pembari bisa menyepakati soal lokasi bandara, maka sebelum tanggal 26 penlok bisa keluar,” ujar Sudikerta optimis. Namun tampaknya kedua investor belum ada kesepatakan soal lahan yang akan dijadikan bandara. PT BIBU yang dipimpin Made Mangku saat itu mengatakan pihaknya siap mengikuti arahan  Pemerintah (Pusat) untuk pembangunan bandara tidak memakai daratan (lahan). “Kami akan memanfaatkan pantai dan laut,” tegas Mangku. Sementara pihak Pembari mengatakan akan memanfaatkan daratan dan pantai alias tidak menggunakan laut. “Kami sudah memiliki lahan  450 hektar,” tegas wakil dari Pembari. Atas silang pendapat itu akhirnya belum ada kesepakatan saat itu. Padahal Sudikerta meyakinkan kalau pusat menginginkan pembangunan bandara jangan sampai memanfaatkan daratan karena ada rumah penduduk, pura serta situs. (bas)