Pemerintah Perketat Izin Penelitian Kolaborasi Mitra Asing

(Baliekbis.com), Pemerintah melalui Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) memperketat pemberian izin penelitian yang melibatkan peneliti asing. “Tujuannya adalah agar Indonesia ada bargaining position dalam penelitian kolaborasi dengan mitra asing,” kata Direktur Pengelolaan Kekayaan Intelektual Kemenristek Dikti, Dr.Sadjuga, M.Sc., Rabu (30/5) di Balai Senat UGM. Dalam acara Sosialisasi Perizinan dan Penelitian Kolaborasi Mitra Asing di hadapan para peneliti UGM, Sadjuga menyampaikan bahwa Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati. Bahkan menjadi negara dengan keanakragaman hayati laut terbesar di dunia dan terbesar ketiga dunia kenaekaragaman hayati tersetrial. “Kekayaan alam kita ini sangat luar biasa banyaknya, kalau tidak dijaga semua akan keluar. Izin riset ini sebagai kontrol kekayaan alam Indonesia dan menjaga keamanan nasional,”urainya. Sadjuga mengatakan kegiatan penelitian yang melibatkan kerja sama antar negara dapat memberikan banyak keuntungan bagi para pihak yang bekerjasama. Bahkan di berbagai negara maju kolaborasi riset dengan mitra asing terus meningkat. Hanya saja, kondisi ini berbanding terbalik dengan yang terjadi di Tanah Air.

Sejak tahun 2008, kata dia, kolaborasi riset Indonesia dengan peneliti asing cenderung mengalami penurunan yang signifikan. Padahal melalui kolaborasi riset ini tidak hanya mendorong jalananya penelitian lebih cepat, tetapi juga dapat meningkatan dampak penelitian salah satunya melalui sitasi. Oleh sebab itu disebutkan Sadjuga, Dikti membuat sejumlah program untuk meningkatkan kolaborasi riset antara peneliti Indonesia dengan peneliti asing. Antara lain dengan mendorong pertukaran ilmiah, training, scholarship, dan lainnya. Dalam kesempatan itu Sadjuga turut memaparkan tentang capaian peningkatan publikasi Indoensia. Dari data Kemenristek Dikti per 6 April 2018 diketahui bahwa Indonesia telah berhasil menduduki posisi tertinggi publikasi di kawasan ASEAN. “Setelah 28 tahun, akhirnya kita bisa mengungguli Singapura dan menjadi nomor 2 publikasi terbanyak di ASEAN,”ungkapnya.

Demikian halnya dengan jurnal Indonesia yang terindek Scopus mengalami peningkatan. Tidak hanya di kawasan ASEAN, namun juga di negara OKI berhasil melampaui Mesir dan Pakistan. Menurutnya, jumlah publikasi peneliti Indonesia telah berhasil ditingkatkan. Namun demikian terdapat pekerjaan rumah yang besar untuk meningkatkan kuantitas publikasi. “Salah satu indikator kualitas publikasi ilmiah adalah sitasi. Sementara itu sitasi publikasi kita masih rendah,” tuturnya. Dia berharap melalui kolaborasi penelitian yang melibatkan peneliti asing ini dapat mendongkrak sitasi publikasi jurnal Indonesia.
Sebelumnya, Wakil Rektor Bidang Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (P2M) UGM, drg.Ika Dewi Ana, M.Kes., Ph.D., dalam sambutannya mengatakan kontribusi peneliti Indonesia di forum ilmiah dunia masih rendah. Salah satunya dapat dilihat dalam publikasi internasional yang melibatkan peneliti asing dalam meneliti kekayaan alam Indonesia, peneliti Indonesia hanya ditempatkan terselip diantara author asing lainnya.

“Dari beberapa publikasi yang ada, meskipun kita punya kekayaan alam, pengetahuan, dan biodiversitas yang besar, namun peneliti Indonesia cenderung tidak setara dengan peneliti asing,”paparnya. Menurutnya, penelitian merupkan identitas suatu negara. Dari kegiatan tersebut kontribusi keilmuan dapat dilihat melalui stock of knowledge yang ada. Karenanya dalam melakukan penelitian harus dilakukan secara hati-hati sebab terkait dengan ketahanan nasional. Penelitian memanfaatkan sumber daya alam Indonesia dan pengiriman berbagai material ke luar negeri sehingga harus dilakukan upaya perlindungan untuk menjaga ketahanan Indonesia. “Melalui forum ini bisa didiskusikan bersama sehingga peraturan yang ada bisa sinkron dengan kebutuhan penelitian sekaligus menjaga ketahanan nasional. Tetap mengembangkan kemitraan yang setara dengan peneliti asing, tetapi tetap menjaga ketahanan nasional,”pungkasnya. (ika/firsto)