Pemerintah Dorong Pertumbuhan Desa Inklusif

(Baliekbis.com), Pemerintah terus mendorong pertumbuhan desa inklusif di tanah air. Hal tersebut disampaikan oleh Sekjen Kemendes PDTT, Anwar Sanusi dalam Diskusi Publik Menuju Desa Inklusif 2020 yang diselenggarakan Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan (PSPK) UGM, Jum’at sore (8/11).

Anwar menyampaikan bahwa gagasan untuk membahas desa inklusif pada saat ini dirasa sangat tepat. Pihaknya ingin desa-desa di Indonesia menjadi desa yang dapat memayungi seluruh kelompok kepentingan yang ada di desa tanpa membedakan latar belakang maupun kondisi fisik atau sosial dari anggota masyarakat.

“Karena di dalam masyarakat itu beranekaragam, baik agama, latar beakang pendidikan dan lainnya. Kadangkala dalam rentang waktu sangat panjang, dulu musyawarah di tingkat desa kurang efektif, bisa saja didominasi sekelompok tertenti sehingga orang-orang lainnya menjadi apatis,”tuturnya di ruang Sartono PSPK UGM.

Kondisi tersebut dikatakan Anwar menjadi hal yang ingin diubah. Pemikiran yang harus ada yaitu desa menjadi rumah bersama yang memberikan pengayoman kepada seluruh komponen  yang ada di desa. Melalui diskusi ini, Anwar berharap dapat mendengar cerita sukses desa yang menjadi percontohan desa inklusif.

“Hal-hal apa saja yang semestinya ada di desa inklusif dan ini akan menjadi masukan dalam membuat kebijakan Kemendes PDTT,”ujarnya.  Anwar menyebutkan saat ini pihaknya melakukan pendekatan dua arah untuk mewujudkan desa inklusif. Pertama, untuk desa yang telah memiliki kesadaran partisipatif yang tinggi, pmerintah menyampaikan dengan model button up. Sedangkan untuk desa yang belum berkembang, khsusunya dari sisi partisipasi masyarakatnya, pihaknya menyampaikan dengan model top down.

Sementara Sosiolog UGM, Arie Sujito yang juga aktivis penggerak desa menjelaskan desa inklusif merupakan desa yang terbuka, memiliki prinsip kesetaraan didalam pengambilan keputusan strategis didalamnya. Desa menjadi entitas sosial dimana tidak ada praktek diskriminasi dan mengedepankan kesetaraan dan partisipasi seluruh kelompok yang ada di dalam desa.

“Prinsip demokrasi itu salah satu didalamnya ada kesetaraan dan partisipasi,”sebutnya. Dia menjelaskan dalam Undang-undang No 6 Tahun 014 desa didorong menjadi subjek dalam pembangunan. Hal tersebut bermakna masyarakat desa memiliki kewenangan dan memiliki hal dalam mengelola sumber daya. Kondisi itu menjadi peluang bagi desa untuk mewujudkan pembangunan desa, pemerintahan desa yang melibatkan banyak pihak tanpa diskriminasi.

“Tidak ada lagi diskriminasi. Misalnya, petani yang selama ini terpinggirkan, kelompok penyandang disabilitas, perempuan, anak-anak, serta kelompok-kelompok rentan lainnya tidak pernah menjadi subjek di dalam pengambilan keputusan,” paparnya. Aktor-aktor yang selama ini terpinggirkan ditegaskan Arie hars diberikan ruang untuk berbicara menyampaikan aspirasinya melalui musyawarah desa. Harus ada pelibatan partisipasi berbagai pihak atau komponen masyarakat dalam desa. “Jadi kalau orang miskin itu tidak bisa sekedar diwakili oleh orang-orang yang selama ini mewakilkan, orang miskinnya juga harus diundang. Itu yang kita sebut inklusifitas,”terangnya.

Selain itu dalam desa inklusif dikatakan Arie juga dalam upaya pembangunan dan pelayanan publiknya mencerminkan keadilan bagi banyak pihak. Pembangunan harus dapat dinikmati oleh semua komponen masyarakat desa.

Arie mengatakan saat ini masih banyak desa di Indonesia yang belum inklusif. Namun Kemendes PDTT telah memiliki upaya untuk mewujudkan desa-desa inklusif di tanah air. Langkah tersebut menurutnya harus disambut baik dimana ide kreatif dan cara pandang inklusifitas yang diletakka dalam kerangka dari bawah bukan dari atas.

Dalam diskusi tersebut turut menghadirkan Direktur SEHATI, sekaligus pegiat desa inklusif Sukoharjo, Edy Supriyanto, dan dosen FISIPOL UGM, Ulya Jamson. Kegiatan diikuti puluhan peserta dari kalangan mahasiswa, dosen, pegiat serta pendamping desa. (ist)