Pemakaian Vi-Gas di Bali Minim

141229171805-bahan-bakar-vi-gas

(Baliekbis.com), Tiga tahun berlalu sejak pertama kali diperkenalkan kepada masyarakat Bali, pada akhir tahun 2013 lalu, tingkat pemakaian bahan bakar liquified gas for vehicle atau Vi-gas masih sangat minim. Bahkan tingkat pemakaian harian dari bahan bakar ini masih tetap sama sejak pertama kali dikeluarkan yakni sebanyak 100 liter per minggu untuk seluruh Bali. Menurut Area Manager Communication & Relation Pertamina Jatim Balinus Heppy Wulansari, masih minimnya pemakaian Vi-gas ini di Bali tidak terlepas dari belum tersedianya infrastruktur pendukung dari bahan bakar tersebut. “Kami siap menambah unit SPBU yang menjual bahan bakar ini, namun, kebijakan itu tidak mungkin dijalankan karena melihat antusiasme masyarakat terhadap produk ramah lingkungan ini masih rendah,” jelasnya.

Untuk SPBU yang menyediakan bahan bakar jenis ini, hingga akhir tahun 2016 ini di Bali diakuinya memang sangat sedikit, bahkan untuk tahun 2016 ini jumlahnya berkurang dari sebelumnya tiga unit di tahun 2013 menjadi 2 unit di tahun 2016, yakni di di SPBU Hayam Wuruk dan SPBU Nusa Dua. Berada di Denpasar dan Badung. Sementara itu, SPBU Lukluk-Mengwi yang sebelumnya ikut memasarkan sudah memutuskan tidak menyediakan lagi. “Alasannya karena peminat bahan bakar ini sangat sedikit, bahkan sehingga SPBU ini memutuskan untuk tidak lagi menjual Vi-gas,” ungkapnya.

Terkait penjualan Vi-gas ini, Ketua DPD Hiswana Migas Bali Ida Bagus Rai menguraikan ada sejumlah kendala bagi pelaku usaha SPBU untuk tidak menjual bahan bakar ini dan tidak bersedia untuk  dipasangi infrastruktur gas. “Alasan pertama adalah  rendahnya konsumsi dari masyarakat membuat pengusaha SPBU enggan menyetok Vi-gas, meskipun Pertamina siap menginvestasikan infrastruktur,” jelasnya. Alasan selanjutnya adalah, belum ada skema pembelian yang lebih fleksibel bagi pengusaha sehingga para pelaku usaha ini dikatakan takut investasinya tidak balik modal, dan yang ketiga adalah sosialisasi terhadap program ini masih sangat rendah, karena hanya dilakukan setengah-setengah.

Rai menambahkan, pola pembelian Bahan Bakar Vi-gas ini dikatakannya sama dengan pembelian bahan bakar minyak lainnya ke Pertamina, yakni pengusaha harus membayar terlebih dahulu baru pihak Pertamina mengirimkan bahan bakar Vi-gas. “Seharusnya ada keringanan seperti bisa bayar uang muka dulu atau setengahnya. Harus fleksibel tidak bisa diterapkan seperti beli BBM subsidi atau pertamax,” lanjutnya.  Selain kendala tersebut, Rai mengungkapkan jika masih ada banyak kendala lain yang harus diselesaikan jika bahan bakar Vi-gas ini bisa dikonsumsi secara masal di Bali, salah satunya adalah ketersediaan infrastruktur penunjang dari bahan bakar ini yakni konverter kit yang harus dibeli sendiri oleh pemilik kendaraan jika kendaraannya ingin mengkonsumsi bahan bakar Vi-gas.

Menanggapi hal tersebut, Rai mengusulkan kepada pabrikan mobil supaya bisa memproduksi kendaraan yang bisa mengkonsumsi bahan bakar Vi-gas. “Karena jika masih mengandalkan mesin konvensional seperti saat ini, biaya investasi yang harus dikeluarkan masyarakat masih relatif tinggi, mulai dari Rp 10 juta sampai dengan rp 21 juta untuk membeli konventer kit,” tambahnya. (ist)