Pastika: Sistem Pendidikan Masih Mencerminkan Ketidakadilan

(Baliekbis.com), Sistem pendidikan saat ini yang dirasakan masih mencerminkan ketidakadilan. Banyak anak-anak miskin tidak masuk sekolah negeri. Justru sekolah negeri yang notabene mendapat subsidi dan dibiayai oleh pemerintah menerima anak-anak yang NEM-nya tinggi yang seringkali adalah anak orang yang mampu, yang fasilitas belajarnya lengkap, dan mampu les privat. Gubernur Mangku Pastika mengatakan hal itu pada Sarasehan Pendidikan bertajuk “Membangun Masa Depan Pendidikan Bali” di Gedung Wiswa Sabha Utama, Senin (22/01).

Menurut Pastika, persoalan mendasar pembangunan adalah kemiskinan. Kemiskinan identik dengan kebodohan, keterbelakangan, ketertinggalan dan kerendahan martabat. Anak-anak miskin yang memang tidak memiliki sarana belajar yang memadai, harus bekerja membantu orangtuanya sehingga NEM-nya rendah, harus masuk di sekolah swasta yang justru harus membayar mahal. “Ini harus kita akhiri, tidak boleh terus-menerus dibiarkan. Ini tidak sesederhana persoalannya. Sekolah negeri, sekolah yang dibayar oleh negara, gurunya dibayar negara, fasilitasnya dibayar negara, gedungnya dibayar negara, tapi rata-rata yang bersekolah anak-anak orang kaya,” jelas Pastika.

Pastika berharap, melalui acara ini bisa dirumuskan pemikiran-pemikiran yang bernas dan inovatif, yang dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam merumuskan kebijakan pembangunan pendidikan Bali pada masa mendatang. Di bagian lain Pastika menambahkan, ini saatnya perlu melakukan perubahan secara radikal di dunia pendidikan. Menurutnya, persoalan banyaknya anak-anak yang putus sekolah seharusnya dapat diatasi dengan penerapan teknologi informasi. Faktor ekonomi menempati urutan pertama penyebab putus sekolah, kemudian pemahaman orang tua terkait pentingnya pendidikan masih rendah sehingga anak usia sekolah harus bekerja, dan faktor geografis membuat susahnya akses ke sekolah. “Harapannya makin banyak anak-anak yang diterima di sekolah dengan teknologi. Banyak anak yang putus sekolah di jalan. Artinya mereka perlu akses yang lebih murah, lebih cepat, lebih banyak, caranya dengan pendidikan On-line,” katanya.

Lebih lanjut, Pastika menyampaikan perlu dilakukan perubahan undang-undang, supaya apa yang akan dilakukan ada payung hukumnya yang benar. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, sudah sewajarnya dilakukan revisi. “Waktu itu mungkin perkembangan teknologi belum seperti sekarang. Sudah 15 tahun, harus ada menyesuaikan perkembangan dunia, itu kalau kita mau bersaing,” ungkapnya.

Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Bali, TIA Kusuma Wardhani menyampaikan, sesuai UU Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang SPN, Pasal 5 ayat 1, Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan bermutu. Pemerintah menjamin pemerataan kualitas pendidikan, yang mencakup dua aspek penting yaitu persamaan kesempatan untuk memperoleh pendidikan dan keadilan dalam memperoleh pendidikan yang sama dalam masyarakat.

Beberapa isu strategis yang disampaikan diantaranya belum sinkronnya kebijakan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan pendidikan. Beberapa kebijakan pusat dianggap kurang realistis di daerah, terlebih saat ini perkembangan teknologi yang begitu cepat tidak dibarengi dengan pembaruan regulasi di tingkat pusat.

Rektor Universitas Pendidikan Ganesha (Undhiksa) yang diwakili Gede Nurjaya, menyampaikan Indonesia yang unggul ditentukan oleh generasi yang unggul. Kualitas pendidikan yang unggul sangat ditentukan peran guru yang juga unggul. Sedangkan saat ini banyak permasalahan mendasar yang harus diselesaikan pemerintah. Berdasarkan data Ditjen GTK Kemendikbud RI (Juli, 2017), kebutuhan guru umum di Bali kekurangan 10,278 orang, sedangkan guru SMK kekurangan 3,009 orang. Selain itu permasalahan sertifikasi guru dan juga penguasaan Teknologi Informasi (TI) yang masih perlu ditingkatkan lagi. (ist)