Panglima Hukum Togar Situmorang: Berantas “Jual Beli Jabatan”, Gubernur Harus Berani Laporkan ke Penegak Hukum

(Baliekbis.com), Pengamat Kebijakan Publik Dr. (c) Togar Situmorang, S.H., M.H., M.AP., mendukung penuh komitmen Gubernur Bali Wayan Koster untuk memberantas modus dan praktik “jual beli jabatan” yang diduga sempat terjadi di lingkungan pemprov pada era sebelumnya.

Namun advokat senior yang dijuluki ‘Panglima Hukum’ ini berharap wacana tersebut harus diimbangi dengan aksi nyata dan keseriusan untuk memberantas mafia  tersebut.

“Jangan sampai hanya lips service (manis di mulut) saja. Harus berani dibongkar kalau memang ada dugaan seperti itu,” kata Dr. (c) Togar Situmorang di kantornya Law Firm Togar Situmorang & Associates, Jalan Gatot Subroto Timur nomor 22 Denpasar, Kamis (15/8/2019).

Menurut advokat yang terdaftar di dalam penghargaan “Best Winners – Indonesia Business Development Award” ini, komitmen Gubernur yang berniat memangkas dan memberantas  praktik jual beli jabatan itu bagus dan patut diapresiasi.

“Ini sejalan dengan program pemerintahan Presiden Jokowi untuk mewujudkan good and clean government,” kata advokat yang juga Managing Partner Law Office Togar Situmorang & Associates yang beralamat di Jl. Tukad Citarum No. 5A Renon Denpasar Bali & juga merupakan rekanan OTO 27 yaitu bisnis usaha yang bergerak di bidang, Insurance AIA, Property penjualan Villa, Showroom Mobil, Showroom Motor, Coffee Shop yang beralamat di Jl. Gatot Subroto Timur No. 22 Denpasar ini.

Namun Gubernur harus berani membuat terobosan dan aksi nyata. Kalau ada indikasi dan bukti, harus berani mengungkapkannya secara gamblang.

“Gubernur juga harus berani membuat laporan resmi lewat Sekda atau Inspektorat kepada aparat penegak hukum dalam hal ini kepolisian,” tegas Dewan Penasehat Forum Bela Negara Provinsi Bali ini.

Untuk mencegah dan memutus “lingkaran setan” praktik jual beli jabatan ini, Dr.(c) Togar Situmorang yang juga Ketua Gerakan Nasional Pencegahan Korupsi (GNPK-RI) Provinsi Bali ini berharap Gubernur menggandeng KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).

“Supaya pemerintahan kelihatan bersih seperti di Denpasar, Gubernur harus berani menggandeng KPK dalam supervisi pengisian jabatan agar bersih tanpa transaksi,” kata advokat yang terdaftar di dalam penghargaan “Indonesia 50 Best Lawyer Award 2019” ini.

“Disitu buat fit and proper test serta Pakta Integritas tapi ada juga KPK yang mengawasi dan supervisi. Sebab di antara para aparatur penegak hukum yang masih dipercaya saat ini adalah KPK yang dianggap bersih,” imbuhnya.

“Jadi agar betul-betul kita yakin pernyataan itu bukan hanya sebagai hak tawar. Dalam arti kata hanya statemen, pameo dan lips service saja,” tutup advokat yang punya komitmen “Siap Melayani Bukan Dilayani” ini.

Seperti diberitakan sebelumnya, Gubernur Bali menegaskan komitmennya untuk memangkas modus dan praktik jual beli jabatan yang diduga sempat terjadi di lingkungan pemprov setempat pada era sebelumnya.

“Pengisian jabatan, promosi dan mutasi harus profesional, basisnya kompetensi orang yang akan menjalankan tugas itu, untuk menjalankan tupoksi organisasi agar berjalan baik,” kata Koster, di Denpasar, Selasa (30/7/2019) sebagaimana dilansir dari Antara Bali.

Orang nomor satu di Bali itu menyatakan melarang keras adanya praktik jual beli jabatan. “Sekarang saya mengisi pejabat eselon II, III, dan IV ‘nggak ada bayaran,” ucapnya saat menyampaikan sambutan pada acara Workshop Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional itu.

Untuk mengisi pejabat eselon II, lanjut Koster, sebelumnya dibentuk panitia seleksi yang unsurnya tiga orang dari jajaran Pemprov Bali (Sekda, Kepala BKD dan Inspektur Provinsi Bali) dan empat orang dari pihak perguruan tinggi.

Dalam proses seleksi juga sudah jelas parameter yang digunakan menyangkut kompetensi dan penempatan pejabat yang dibutuhkan. Untuk proses penentuan sejumlah pimpinan OPD beberapa waktu lalu yang telah dilantik, Koster bersama Wagub dan Sekda Bali juga sepakat menentukan pilihan bahwa yang meraih nilai tertinggi dari hasil seleksi yang dilantik. Meskipun dari aturan, Gubernur berwenang juga untuk memilih kandidat salah satu dari tiga besar peraih nilai terbaik hasil seleksi.

Koster mendapatkan informasi bahwa sebelumnya untuk menjadi pejabat setingkat eselon II di lingkungan Pemprov Bali, para calon harus membayar hingga ratusan juta rupiah. Setengahnya harus dibayarkan sebelum pelantikan, dan pelunasannya setelah pelantikan.

Dan celakanya, menurut Koster, sudah ada oknum calon pejabat eselon II yang membayar setengahnya dengan cara meminjam uang di bank dan kepada salah satu kepala dinas. Oknum calon pejabat itu sudah mengikuti seleksi dan kala itu meraih peringkat pertama. Namun, karena terkait proses Pilgub Bali kala itu akhirnya belum dilantik.

Setelah Koster dilantik menjadi Gubernur Bali, oknum pejabat tersebut kembali mengikuti seleksi pejabat eselon II, namun tidak berhasil meraih peringkat tiga besar dan sudah tentu tidak bisa dilantik.(phm)