Pameran ‘Connectedness’ di Galeri Santrian, Hadirkan 22 Lukisan Cat Akrilik

(Baliekbis.com), Gurat Institute (GI) kembali diberikan amanat untuk menyelenggarakan program pameran selepas program Arc Reloaded 2019 lalu dengan menggelar 22 karya seni dari perupa Bali, Malang, Banjarmasin dan Makassar. Hal itu diungkapkan Kurator Wayan Seriyoga Parta, pada Jumpa Pers Program Gurat Art Project 2019, Rabu (8/4) di Griya Santrian, Sanur.

Dijelaskan, pameran kali kedua yang menghadirkan 22 Karya Seni Lukis dengan Media Cat Akrilik, di antaranya Ketut Suwidiarta (Bali), Ni Nyoman Sani (Bali), I Wayan Wirawan (Bali), Isa Ansori (Batu Malang), Suwandi Waeng (Batu Malang), Hery Catur Prasetya (Batu Malang), Imanulah Nur Amala (Batu Malang), Faizin (Banyuwangi), A H. Rimba (Makassar) dan Akhmad Noor (Banjarmasin) mengangkat tema ‘Connectedness’ (keterhubungan).

“Judul ini beranjak dari pemikiran sederhana, yaitu niatan untuk menghubungkan berbagai praksis  seni rupa dari berbagai wilayah di Indonesia,” katanya.  Menurutnya, merupakan pengalaman pribadinya setelah sekian lama berinteraksi dan menjalin komunikasi dengan pegiat seni rupa dari berbagai wilayah di Indonesia, membuat pihaknya tergerak untuk lebih intens mengangkat makna dari sebuah hubungan/keterhubungan.

Connectedness (keterhubungan) berbagai entitas praksis seni rupa yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia dipertemukan untuk apresiasi dalam medan seni rupa Bali. Sehingga mulailah pihaknya selaku kurator menghubungi beberapa teman perupa dari berbagai daerah mulai dari Bali, Jawa Timur, Sulawesi dan Kalimantan, menawarkan untuk mengikuti pameran bersama yang akan dilaksanakan mulai 10 Mei-21 Juni 2019.

Kata Yoga, akhirnya beberapa perupa setuju untuk turut bergabung, menghadirkan karya-karya di Santrian Galeri Sanur Bali. “Komunikasi dalam mempersiapkan pameran ini cukup singkat, tetapi sangat intensif. Proses tersebut tentu tidak terjadi secara serta merta, tetapi merupakan proses yang panjang,” jelasnya.

Hal senada diungkapkan I Wayan Wirawan, salah seorang perupa. “Menjalin komunikasi sungguh menyimpan nilai-nilai yang menarik untuk diungkap, sehingga terbesit sebuah gagasan untuk mengkaji makna keterhubungan,” katanya.

Hal yang mendasar, lanjutnya, tentu ada rasa saling percaya dan mungkin rasa persaudaraan yang mengikat secara tak langsung, meskipun berbeda secara suku bangsa dan lintas kebudayaan. “Perbedaan bukannya membatasi, justru menjadi landasan kesadaran untuk memahami satu dengan yang lainnya,” tambah Ketut Suwidiarta dan Ni Nyoman Sani, perupa lainnya.

Even ini menghadirkan para perupa terhubung satu dengan yang lain, dalam sebuah ruang pameran melalui karyanya. Ketakhadiran perupa juga tidak menjadi halangan, karena kehadiran karya justru adalah hal yang utama. Sebagaimana diktum Roland Barthes bahwa ketika sebuah karya terlahir dari rahim kreativitas perupa, sang pencipta dengan serta merta mulai surut ke belakang. Sang pengarah tak lagi punya kuasa penuh terhadap hasil ciptaannya.

Karya kemudian menjelma menjadi entitas baru yang siap untuk berada dalam silang pemaknaan dari berbagai apresiator. Karya dalam pameran menjadi media pengejawantahan dari keterhubungan tersebut, dengan berbagai latar belakang perupa terbesit secara tersirat dan tersurat di dalamnya.

Program kurasi ini adalah bagian dari  program Gurat Institute (GI) yang telah secara rutin menyelanggarakan even-even seni rupa di Bali maupun di luar daerah Bali. Selama lebih dari lima tahun terlibat dalam penyelenggaraan berbagai even seni rupa, mulai dari tataran mengagas program hingga pelaksanaan. Menimbang cukup seringnya terlibat di dalam penyelenggaraan berbagai even dan sejalan dengan upaya penataan tata kelola kelembagaan GI, tahun 2019 ini secara resmi meluncurkan divisi Gurat Art Project dengan hadirkan sebuah logo baru di dalam payung kelembagaan GI.

Sebuah divisi yang dapat menjalankan program-program seni rupa yang meliputi: pameran, workshop, art commission, hingga mercandise, singkat kata divisi ini diharapkan dapat mengewantahkan misi Artpreneur yang telah lama dicanangkan.

“Mungkin pameran ini belum bisa sepenuhnya merepresentasikan pemaknaan tema secara mendalam, pun juga dalam intepretasi penciptaan karya-karya perupa. Tetapi setidaknya gagasan ini sudah diluncurkan. Pemaknaan atas keragaman perupa dan karyanya, serta keragaman lokus yakni dari Sulawesi, Kalimantan Selatan, Jawa Timur dan Bali akan menjadi sebuah diorama keberagaman kita yang terikat dalam sebuah keterhubungan Nusantara,” tandas Yoga. (bas)