Pak Oles Kantongi Izin Edar 20 Jenis Produk Herbal

(Baliekbis.com), Direktur Utama PT Karya Pak Oles Tokcer Dr. Ir Gede Ngurah Wididana, M.Agr memberikan apresiasi terhadap upaya Badan Pengawas Obat dan Makanan RI dalam meningkatkan daya saing produk obat tradisional, suplemen kesehatan dan kosmetik, melalui penciptaan perizinan dan bimbingan teknis.

“Selama 23 tahun menggeluti usaha yang berbasis obat-obatan tradisional dan kosmetik hingga kini telah mengantongi  izin dari BPOM untuk mengedarkan 20 jenis produk,” kata Gede Ngurah Wididana yang akrab disapa Pak Oles di hadapan Kepala BPOM RI Dr. Penny K. Lukito, MCP dan Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati, di Hotel Kartika Plaza, Kuta, Kamis (5/3).

Usai menerima sertifikat izin edar produk Minyak Tetes Bokashi yang diterima Manajer Produksi Ni Made Lidyawati, Pak Oles menyampaikan pengalaman selama puluhan tahun bergelut dengan produk herbal dan jamu Bali, yang telah mampu  menjadikan PT Karya Pak Oles Tokcer menjadi “market”  dan “product leader” obat tradisional  di Pulau Dewata.

Perusahaan yang berbasis obat-obatan tradisional terbesar di Bali itu mampu mengantarkan  obat-obatan tradisional Bali untuk Indonesia dan dunia. “Produk Pak Oles dengan kreativitas dan inovasinya, siap bersaing dalam pasar global (Bokashi for the world),” ujar Pak Oles saat didaulat berbagi pengalaman di hadapan puluhan pengusaha produk obat tradisional, suplemen dan kosmetik di Bali.

Sementara itu Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Penny K. Lukito pada kesempatan itu mengatakan bahwa Indonesia berpotensi memimpin pasar obat herbal terutama di lingkungan negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) karena memiliki sediaan bahan baku yang besar. “Upaya itu diinisiasi tahun ini agar membuat suatu forum bersama atau konsorsium untuk obat herbal berbahan alami,” kata Penny.

Dia mengatakan obat herbal bisa menjadi alternatif bagi masyarakat global yang memberi jaminan kesehatan. Indonesia dapat unggul karena memiliki potensi keanekaragaman hayati yang bisa diolah menjadi produk herbal yang diminati pasar. Berkaca dari kesuksesan China dan India dalam menggarap produk agar laku, Penny mengatakan Indonesia bisa meniru kisah sukses dua negara dalam memajukan industrinya dengan interaksi lintas sektor yang bersinergi.

BPOM sebagai regulator obat dan makanan di Indonesia telah menjalin nota kesepahaman dengan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi agar inovasi-inovasi dalam industri bisa dikapitalisasi dengan baik. “Melalui nota kesepahaman ini, kami bersinergi untuk melakukan pengawalan penelitian dan pengembangan obat dan makanan di Indonesia serta membangun sinergi kebijakan nasional dan regulasi dalam pengembangan obat dan makanan sehingga hasil penelitian dapat dihilirisasi dan dikomersialisasi,” kata dia.
   
Penny mengatakan pengembangan obat herbal agar mampu memenangi pasar harus dibarengi dengan kerja sama lintas sektor seperti unsur perguruan tinggi, pusat penelitian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian dan lainnya.

“Perlu agar suplai bahan bahan baku terjamin karena industri tidak bisa berkembang tanpa bahan baku untuk jamu dan obat herbal. Regulasi juga harus ada untuk memberi kepastian standar prosedur dan jaminan hukum,” katanya.
   
Membangun sektor industri obat herbal dalam negeri yang kuat, juga harus dipayungi oleh konsorsium dengan pencanangan target dan monitoring pencapaian. “Ini harapan kita untuk obat herbal itu potensinya besar sehingga kita bisa melangkah sehingga jadi produsen unggul. Beberapa industri butuh pendampingan di awal sehingga saat masuk bisa memproduksi obat herbal. Jika ada inovasi juga agar ada perusahaan dan investor tertarik,”  tutup Penny. (ist)