Nyoman Erawan Pameran Tunggal “Shadow Dance 3”

(Baliekbis.com), Perupa Nyoman Erawan kembali menggelar pameran tunggal. Merujuk tajuk “Shadow Dance 3”, eksibisi yang digelar di Bentara Budaya Bali (BBB), Jl. Prof. Ida Bagus Mantra No.88A, bypass Ketewel, Gianyar, pada 28 Oktober – 6 November 2017 ini, membuktikan upayanya yang terus menerus mengkritisi kenyataan di luar dan di dalam dirinya. Pameran tunggal kali ini adalah serangkaian proses pemertanyaan Erawan pada apa yang disebut Realita. Diawali pameran Shadow Dance I (24 November 2016 – 31 Januari 2017) di Art Space Jakarta; Shadow Dance II (11-13 Agustus 2017) di Art Stage Jakarta, serta kemudian Shadow Dance III di BBB. Perupa lulusan STSRI Yogyakarta ini juga telah menggelar pameran tunggal lain, diantaranya ; “Penciptaan dan Penghancuran”, Natayu Contemporary Art Gallery, Sanur, Bali (1995), Pameran tunggal lukisan & instalasi “Keindahan dalam Kehancuran”, Komaneka Gallery, Ubud Bali (1999), Pameran tunggal lukisan di The Gallery, Chedi, Kedewatan, Bali (2000), Pameran tunggal “Pralaya: Prosesi Kehancuran dan Kebangkitan”, Gedung Bentara Budaya Jakarta (2003), Line and Body Language, Four Season Jimbaran (2004), Salvation of the Soul, Tony Raka Art Gallery (2012), Action & [re]action, ARMA Museum (2014), EMOTIVE, Griya Santrian Gallery (2015). Pada pameran “Shadow Dance 3” ini ia menampilkan karya terkininya berupa dua dimensi serta instalasi, wujud kesanggupannya mengkritisi kenyataan sosial kultural sehari-hari, termasuk gejolak batin, bahkan kedalaman bawah sadar yang sering meluap ke permukaan sebagai gagasan atau energi penciptaan.

Peraih penghargaan pertama Phillips Morris Indonesia Award ini dinilai oleh sejumlah pengamat seni selalu berupaya menciptakan karya-karya yang berkualitas dan orisinal. Melalui medium ekspresinya yang beraneka (mixed media) sudah sedini tahun 90-an Erawan mengeksplorasi hal-hal esensial warisan tradisi Bali guna meneguhkan karakter ciptaannya yang khas dan kuat. Penggalian stilistik dan tematik yang mendalam itu terekspresikan pada karya-karyanya yang hadir mempribadi sekaligus menggambarkan respon kreatifnya akan kekinian (kontemporer). “Cara melukis Erawan merupakan terobosan penting pada seni lukis Tanah Air. Teknik melukis yang ditunjukan oleh Erawan dalam medium mixed media ini, sangat khas dan tidak dimiliki oleh perupa lain di Indonesia sejauh ini,” ungkap Rizki A. Zaelani. Sebagai kurator pameran, Rizki A. Zaelani membaca karya-karya muthakir Nyoman Erawan ini seperti menegaskan apa yang dijelaskan pemikir Dick Hartoko, bahwa ekspresi “Seni dapat membuka mata kita terhadap kenyataan, bukan kenyataan matematis, melaikan kenyataan puitis” .

“Lukisan-lukisan abstrak yang bersifat puitik, sebagaimana juga lukisan yang dikerjakan Erawan, berbeda dengan cara kalkulasi matematis yang bersifat umum, karena justru dimaksudkan berdaya untuk menghidupkan dimensi pengalaman interaksi yang langsung dan hidup, sebut Rizki A.Zaelani. Lebih jauh, ia menilai bahwa dimensi puitik lukisan-lukisan Erawan ini dinyatakan bukan untuk menggambarkan representasi tentang dunia terlihat yang kita alami secara biasa, melainkan tentang sebuah ekspresi aktual seorang pelukis untuk merepresentasikan ‘rasa yang tak lihat’ (unseen feeling) dan ‘daya kreatif’ (creative power) yang dihayati pelukis yang berkaitan dengan rasa dan daya yang juga dimiliki pihak yang menikmatinya. “Dari titik inilah kita bisa memahami apa yang dimaksud dengan ‘tarian bayangan’ (shadow dance)”. Perupa Nyoman Erawan memang seniman “penggelisah”, terus bergerak mencipta serta menggali berbagai kemungkinan. Tak pernah terkungkung dan puas diri akan bentuk estetik atau tematik yang telah diraihnya. Sebagai kreator multitalenta, tecermin melalui aneka ragam karyanya, terbukti selama ini ia menolak untuk mapan. Sebagai bukti akan kegelisahan kreatif dan pencariannya, perupa asal Desa Sukawati ini akan menyuguhkan satu Monolog Rupa dengan lakon Dasa Muka pada acara pembukaan pameran, Sabtu (28/10). Ini sebuah tafsir atas teks monolog Putu Wijaya dan dihadirkan melalui sebentuk pertunjukan yang mengedepankan penjelajahan artistik visual serta musikal. Monolog Rupa ini juga merupakan rangkaian Festival Monolog 100 Putu Wijaya yang diinsiasi oleh dramawan Putu Satria Kusuma sepanjang tahun 2017. (idayati)