“Nyatua di Carik”, Kuatkan Budaya dengan Aksara dan Sastra Bali

(Baliekbis.com), Untuk menanamkan kecintaan terhadap warisan para leluhur dan meningkatkan semangat mencintai aksara dan sastra bahasa Bali dalam penguatan konsep-konsep budaya terutama kepada generasi muda, khususnya anak-anak, Pemerintah Kota Denpasar bersinergi dengan Penyuluh Bahasa Bali Kota Denpasar mengadakan sebuah festival yang bertajuk “Nyatua di Carik” (bercerita di sawah), Minggu pagi (17/12) di Ekowisata Subak Sembung Peguyangan. Kegiatan Festival ini dihadiri dan dibuka langsung Walikota Denpasar I.B. Rai Dharmawijaya Mantra, ditandai dengan membunyikan “krepuak”. Tampak hadir juga dalam kesempatan ini, Sekda Kota Denpasar, A.A.N. Rai Iswara, Ketua WHDI Kota Denpasar, Ny. Antari Jaya Negara, Ketua DWP Kota Denpasar, Ny. Kerti Iswara, Camat Denpasar Utara, Nyoman Lodra dan Seniman Pendongeng Bali, Made Taro.
Walikota Rai Mantra dalam sambutannya mengatakan, kegiatan festival nyatua dicarik ini sangat bagus, anak-anak kembali dikenalkan dengan cerita-cerita anak bali dengan sastra bahasa bali, apa lagi dikemas dengan susasana sawah yang membuat anak-anak akan kembali bisa mencintai lingkungan terutama sawah. Selain belajar menyatua bali, anak-anak juga bisa ikut bermain permainan tradisional disawah, dan bisa membentuk karakter anak untuk cinta terhadap budaya dan lingkungannya sendiri, terutama dalam penguatan jati diri dalam bentuk sastra bali.
“Kegiatan dalam penguatan konsep budaya ini sangatlah penting, sebab yang harus diperhatikan lebih jauh adalah mengenai aksara dan sastra bali, dikarenakan disini ada bahasa dan tatwa yang bukan hanya untuk dilestarikan melainkan harus dikuatkan yang pada akhirnya diharapkan memaknai etika yang didapatkan dalam sastra itu sendiri. Karena isi didalam sastra berisikan sebuah pembentukan prilaku dan karakter kita sebagai masyarakat Bali”, ujar Rai Mantra. Dimana semua akar budaya ini harus bisa terus tumbuh kuat dan dikembangkan terus, melalui beberapa aktifitas kegiatan-kegiatan yang tentunya disesuaikan dengan kesenangan masyarakat maupun anak-anak itu sendiri. Untuk menumbuhkan dan menguatkan konsep budaya ini sejak setahun yang lalu, Pemkot sudah melaksanakan setiap hari Rabu pegawai dilingkungan Pemkot menggunakan bahasa bali, mengingatkan bahasa ibu (bali) sebagai bahasa yang memang warisan adiluhung dan jangan sampai terlupakan. Sebab didalam bahasa bali itu banyak sekali terdapat makna etika hidup yang sangan baik, yang semua ini harus kita jaga agar tidak punah, apalagi dijaman digitalisasi dan globalisasi seperti ini.
Sementara Koordinator Penyuluh Bahasa Bali Kota Denpasar, Kadek Rika Aripawan, mengatakan, kegiatan festival nyatua di carik ini di ikuti anak-anak Sekolah Dasar (SD) se-Kota Denpasar. Adapun festival ini di ikuiti oleh 39 Desa/Kelurahan dan 78 anak-anak dari masing-masing Desa/Kelurahan, yang dipandu oleh maestro seniman dongeng Made taro.
Salah seorang peserta Kadek Winda Paramita asal desa Ubung Kaja mengaku sangat senang dengan adanya kegiatan nyatua di sawah. “Saya sangat senang dengan kegiatan nyatua seperti ini, apalagi ini kali pertamannya saya merasakan belajar disawah dengan masuk kedalam lumpur sambil belajar, ternyata sangat mengasyikkan, sangat berbeda dengan disekolah”, ungkapnya. (ays’)