NPG Cegah Pelarian Pajak ke LN

(Baliekbis.com), Kepala Perwakilan BI Provinsi Bali Causa Iman Karana mengatakan dengan gerbang pembayaran nasional (NPG/National Payment Gateway) maka potensi penerimaan negara dari pajak tidak lari ke luar negeri (LN).  Pasalnya keuntungan yang tinggi dipungut pihak prinsipal internasional di Indonesia dari penyedia dan pengguna kartu ATM, debit dan kredit meliputi merek, layanan, lisensi dan pemprosesan data mencapai hingga Rp2,5 triliun per tahun. Pendapatan tersebut langsung ditransfer ke kantor pusat prinsipal internasional di Amerika Serikat dan Singapura sehingga tidak dapat dijadikan objek pajak yang tidak sejalan dengan upaya Pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara (APBN) dari pajak. “Jangan sampai transaksinya di sini tetapi fee (keuntungan) lari ke luar negeri sehingga pajak hilang,” ucap Iman di sela-sela sosialisasi PBI dan PADG  tentang NPG yang diikuti jajaran perbankan di Kantor BI Denpasar, Jumat (20/10).

Ditambahkan jumlah kartu ATM atau debit berdasarkan data akhir tahun 2016 di Indonesia mencapai 136,1 juta dengan 90 persen di antaranya berlogo internasional dan 10 persen berlogo domestik atau label swasta di Indonesia.  Sekitar 127,7 juta kartu debit atau 90 persen transaksinya masih pemindahbukuan dan 10 persen di antaranya transaksi via “switching” internasional. Dengan NPG, Indonesia akan memiliki logo domestik, sebagai identitas kedaulatan nasional yang dapat diterima dan diproses di seluruh toko di wilayah NKRI dengan cakupan penerimaan yang luas dengan harga yang wajar, efisien, inovatif dan mampu bersaing dengan logo internasional.  BI menargetkan pada Juni 2018 seluruh kartu dari semua bank dapat diterima di seluruh mesin dari bank manapun di Indonesia.

Causa Iman Karana.

Sementara Kepala Pusat Program Transformasi Bank Indonesia Onny Widjanarko mengatakan Bank Indonesia menggelar sosialisasi NPG untuk mewujudkn integrasi/sistem pembayaran sehingga dapat menurunkan biaya transaksi. “Dengan NPG ini akan memudahkan transaksi karena kartu dapat diterima di semua tempat,” katanya. Dengan prinsip NPG maka alat pembayaran seperti kartu ATM, debit dan uang elektronik dapat diproses dalam satu jaringan dan satu sarana.  Sedangkan skema yang kebanyakan berlaku saat ini yaitu setiap alat pembayaran seperti kartu ATM, debit dan uang elektronik hanya dapat diproses jaringan dan sarana dari bank dan penerbit alat pembayaran itu.  Biaya transaksi pembayaran di Indonesia tanpa NPG juga tergolong tinggi yakni berkisar 1,6 hingga 2,2 persen dibandingkan negara tetangga dalam kisaran 0,2 hingga 1 persen.

Onny menambahkan dengan NPG, maka biaya transaksi pembayaran dapat ditekan hingga mencapai satu persen dan kartu dengan logo internasional sebesar 1,15 persen.  Dengan NPG diharapkan dapat menjaga keamanan data dan transaksi nasabah domestik karena kartu dari penerbit bank dalam negeri berlogo internasional apabila melakukan transaksi dalam negeri, tidak diproses di Indonesia melainkan di luar negeri. Meski demikian, bukan berarti NPG akan mematikan bisnis kartu dari penerbit internasional karena NPG juga akan memberikan segmen kartu dan mereka memproses transaksi kartu bank dalam negeri dengan logo internasional di Indonesia. Untuk itu bank sentral akan meningkatkan kemampuan empat lembaga Indonesia yang menyelenggarakan pemrosesan transaksi pembayaran ATM atau “switching” untuk transaksi debit. Empat lembaga itu yakni Rintis dengan logo Prima, Artajasa dengan logo ATM Bersama, Jalin dengan logo Link dan Alto dengan logo sama yakni Alto. (bas/ist)