Ngobrol di Penggak Men Mersi, Serrano Sianturi Apresiasi Seniman Muda Bali

(Baliekbis.com),
Musik itu sakral. Setiap penciptaan sejarah musik di berbagai negara sangat berkaitan dengan Tuhan. Makna persembahan begitu kental. Orang membuat karya musik klasik dengan ciri khas masing- masing tak terbantahkan. Apalagi Bali, musik identik dengan kesucian, sakral dan dijadikan bahasa ungkap untuk persembahan kepada Tuhan.

“Musik diciptakan tak jauh dari Tuhan,” ungkap pegiat musik dari Sacred Bridge Foundation Serrano Sianturi ketika berkunjung ke Rumah Budaya Penggak Men Mersi, Kesiman, Rabu (16/5) sore. Kedatangan Serrano Sianturi didampingi budayawan Dr. Komang Astita dan diterima Kelian Penggak Kadek Wahyudita bersama komposer muda I Wayan Sudiarsa (Pacet Dejavu), Seniman Ketut Lanus, Kadek Bakti Wiyasa ( perupa), dan beberapa seniman muda lain. Topik obrolan sore itu begitu cair dan menarik. Serrano sangat mengapresiasi gagasan serta program-program seniman muda di Bali yang kreatif. Kunjungan kali ini merupakan sebuah penjajagan awal untuk menjadikan satu kesatuan berkesenian dari berbagai kelompok, pegiat seni musik, pencipta, seniman muda dari berbagai daerah hingga mendatangkan seniman negara lain di Bali.

Diketahui Serrano sedang merancang sebuah kegiatan budaya yang akan melibatkan para seniman muda dari berbagai negara di Bali tahun depan. “Ini bagian dari penjajagan awal dengan mengunjungi sejumlah komunitas, pelaku seni di Bali untuk kita libatkan nanti dalam agenda yang kita rancang bernama Sacred Ritym,” ungkap Serrano. Sejatinya kata dia, kegiatan ini pernah dilaksanakan 20 tahun silam melibatkan para seniman, budayawan Bali bertempat di Pura Samuan Tiga, Gianyar. “Jadi kegiatan ini lebih pada me-recovery, periode sacrab ritym ini 20 tahun lalu di Pura Samuan Tiga,” ungkapnya.

Serrano menambahkan kegiatan ini lebih pada menjalin satu interaksi berkesenian dari berbagai genre, seniman yang berbeda, saling mengunjungi, berkomunikasi sehingga kesenian menjembatani segala hal, baik politik, sosial maupun ekonomi. ” Pertemuan dengan beberapa seniman tidak saja dari dalam negeri juga datang dari berbagai penjuru negara di dunia, intinya dalam agenda seni adalah prosesnya, ” sambungnya.
Terkait kunjungan pegiat seni senior ini ke Penggak, Kelian Penggak Kadek Wahyudita menyambut positif. ” Kita sangat senang, dan menyambut baik, jadi sebuah proses kekaryaan itu tidak saja hasilnya berupa karya seni semata, melainkan mampu menjembatani kepentingan baik hubungan manusia dengan manusia, hubungan dengan alam terlebih dengan Tuhannya,” jelas Wahyu.

Pihaknya menekankan, sejauh ini keterlibatan seniman muda di Bali sejatinya telah berkembang cukup baik. Buktinya banyak sanggar, komunitas seni yang lahir dengan identitasnya masing-masing. Hanya saja , jalinan antara seniman, komunitas atau sanggar di Bali perlu ditingkatkan. ” Gagasan mempertemukan para musisi gamelan nanti tentu mensrij, bagi kami sangat kita sambut baik, ini bagian juga dari visi Penggak yang menitik beratkan pada penggalian akar akar seni, baik klasik, dengan merenkontruksi kesenian langka sehingga tidak punah, ” jelasnya.

Wahyu menambahkan berbagai kegiatan festival yang pernah digarap seperti Kesiman Progresif, Rare Bali Festival merupakan satu upaya untuk mengembalikan konsep berkesenian. Pelibatkan anak-anak dalam kesenian klasik itu memiliki nilai dan identitas bagi orang Bali. “Setiap berkesenian bagi orang Bali sangat erat hubungannya dengan tata kehidupan sehari hari. Kesenian telah menjadi nafas kehidupan orang Bali,” pungkasnya. (sip)