Dipertanyakan, Nenek Buta Huruf Diadili Menggunakan Surat Palsu

(Baliekbis.com), Persidangan tindak pidana menggunakan surat palsu terhadap terdakwa Ni Ketut Reji seorang nenek yang buta huruf dan anaknya I Wayan Karma kembali digelar pada hari Selasa (3/11/2020) pada pukul 15.20 Wita di ruang sidang Candra PN Denpasar.

Pada sidang perdana tanggal 22 Oktober 2020 lalu, nenek yang buta huruf dan anaknya I Wayan Karma didakwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Made Lovi Pusnawan, SH telah menggunakan surat palsu sebagaimana Pasal 263 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Bahwa untuk membantah dakwaan JPU tersebut, terdakwa dan anaknya melalui tim kuasa hukumnya yakni I Made Suardana,SH.,MH, I Ketut Rinata,SH, I Nyoman Alit Kesuma,SH, I Made Somya Putra,SH.,MH, I Wayan Wija Negara,SH, Ni Luh Sukawati,SH, Ni Luh Desi Swandari,SH, Wayan Widi Mandala Putra,SH, I Gede Yudha Partha Mahendra,SH dan I Nyoman Yudi Artawan,SH yang tergabung dalam Lembaga Advokasi Dan Bantuan Hukum Indonesia (LABHI)-Bali mengajukan Eksepsi/Nota Keberatan atas dakwaan tersebut.

Di persidangan Eksepsi/Nota Keberatan yang dibacakan perwakilan kuasa hukum yaitu I Made Suardana,SH,MH, I Ketut Rinata,SH, I Nyoman Alit Kesuma,SH, I Made Somya Putra, SH,MH dan Ni Luh Sukawati,SH mempertanyakan bagaimana seorang nenek yang tua renta dan tidak memiliki kemampuan untuk membaca dan menulis dapat didakwa menggunakan surat palsu.

Terdakwa Ni Ketut Reji adalah wanita yang telah berusia 85 tahun. Dengan umur yang setua itu, terdakwa yang buta huruf (tidak bisa membaca dan menulis) tentunya memiliki pengetahuan yang awam tentang hukum. Sehingga ketika fotocopy keterangan silsilah tertanggal 8 Juni 1981 ditemukan, terdakwa Ni Ketut Reji tidaklah mengerti dan mengetahui apa isinya. 

Untuk mengerti dan mengehui isi dari fotocopy keterangan silsilah tersebut melalui penyampaian keluarganya dan I Ketut Nurasa,SH.,MH yang merupakan kuasa yang ditunjuk oleh keluarga terdakwa untuk membantu mempertahankan hak-hak yang secara yuridis berhak atas warisan Ni Pitik dan Ni Sorti.

Sehingga dalam perkara ini terdakwa Ni Ketut Reji dan I Wayan Karma hanya menyerahkan fotocopy keterangan silsilah tertanggal 8 Juni 1981 kepada I Ketut Nurasa, SH., MH untuk mempertahankan hak-haknya tanpa mengetahui proses, teknik menulis somasi, teknik pendataan, mengisi surat-surat, maupun menilai keaslian suatu surat. 

Dengan latar belakang yang buta huruf tentunya terdakwa tidak mengerti tentang hasil kajian dari I Ketut Nurasa, SH., MH tersebut dan bagaimana kuasa hukumnya tersebut melakukan pembelaan menggunakan fotocopy keterangan silsilah tertanggal 8 Juni 1981. 

Namun anehnya terdakwa Ni Ketut Reji dan I Wayan Karma yang tidak mengerti hal tersebut dijadikan pesakitan dengan dakwaan menggunakan surat palsu sebagaimana Pasal 263 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam eksepsi tersebut, kuasa hukum menegaskan bahwa kasus ini sejatinya adalah ranah hukum Perdata karena menyangkut persoalan kewarisan dan silsilah yang merupakan Hukum Perdata. Sehingga surat keterangan silsilah tertanggal 8 Juni 1981 harus diuji dalam sidang Perdata bukan diuji dalam persidangan ini yang mendakwakan Ni Ketut Reji dan anaknya I Wayan Karma melakukan tindak pidana pemalsuan surat.

Bahwa selain itu, kuasa hukum terdakwa menyebutkan Surat Dakwaan JPU cacat hukum karena Tempus Delicti (waktu tindak pidana dilakukan) tidak sesuai dengan kejadian yang sesungguhnya. 

Kuasa Hukum terdakwa menerangkan bahwa terdakwa memberikan kuasa kepada I Ketut Nurasa, SH., MH & Partners pada tanggal 22 Januari 2020 kemudian membuat Surat Somasi Nomor : 11/II/KHWB/2020, tertanggal 05 Februari 2020 dengan melampirkan Keterangan Silsilah, tertanggal 8 Juni 1981 selanjutnya surat somasi tersebut baru dikirimkan pada tanggal 14 Februari 2020. 

Namun JPU dalam dakwaannya menyebutkan pelapor/korban telah menerima Surat Somasi dan Lampiran Keterangan Silsilah, tertanggal 8 Juni 1981 pada tanggal 20 Januari 2020. 

Oleh karena dakwaan JPU cacat yuridis formal, tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap sehingga menyesatkan (misleading), membingungkan (confuse) sehingga dikwalifikasikan sebagai dakwaan kabur maka kuasa hukum terdakwa meminta Kepada Ketua Majelis Hakim Dr. I Wayan Gede Rumega, SH untuk menerima eksepsi para terdakwa dan menyatakan dakwaan JPU batal demi hukum. (ist)