MLC 2006 Tidak Mewajibkan Perusahaan Kapal Pesiar Membayar Tiket Keberangkatan Pelaut

(Baliekbis.com), Pernyataan dari Ketua KPI Bali, I Dewa Putu Susila yang beredar di media sosial serta di salah satu stasiun TV lokal Bali menyatakan bahwa biaya bekerja di kapal pesiar mahal karena calon pelaut dibebankan untuk membayar tiket keberangkatan sendiri yang mencapai 20 hingga 25 juta rupiah. Padahal sesuai dengan aturan internasional MLC 2006, biaya tiket tersebut wajib dibayarkan oleh perusahaan kapal pesiar bersangkutan. Hal ini ditanggapi oleh pemerhati TKI yang juga Legal Consultant PT. Ratu Oceania Raya Bali I Nengah Yasa Adi Susanto.

Menurut Adi yang juga Advokat di Kantor Hukum Widhi Sada Nugraha & Partners melalui press release yang diterima media baru-baru ini, seharusnya sebagai orang yang selalu berkecimpung di dunia kepelautan Ketua KPI Bali lebih paham dengan aturan yang ada dan jangan sampai memberikan pernyataan untuk pencitraan diri yang menyesatkan masyarakat khususnya pencari kerja ke kapal pesiar termasuk juga orang tua mereka.

Menurut Adi yang pernah bekerja selama 10 tahun jadi Sommelier di Celebrity Cruises ini menegaskan bahwa tidak ada satupun pasal atau regulation di MLC (Maritime Labour Convention) 2006 yang mengharuskan bahwa perusahaan kapal pesiar wajib menanggung biaya tiket bagi Pelaut yang akan diberangkatkan ke perusahaan kapal pesiar. Hal yang diwajibkan di MLC 2006 adalah bahwa perusahaan wajib untuk membayar ganti rugi (reimbursment) biaya visa yang dikeluarkan oleh Pelaut dan itupun hanya biaya yang dibayarkan di kedutaan tempat Pelaut mencari visa. Sedangkan biaya keberangkatan dan akomodasi pengurusan visa tidak ditanggung oleh perusahaan kapal pesiar.

Sesuai dengan MLC 2006, agen-agen pengawakan yang menawarkan jasa perekrutan tidak boleh mengenakan biaya kepada calon Pelaut untuk mendapatkan pekerjaan atau Agency fee. Sedangkan biaya-biaya untuk medical check up, pembuatan buku pelaut, paspor atau dokumen-dokumen perjalanan lainnya ditanggung oleh Pelaut sendiri.

“Perusahaan kapal pesiar itu banyak yang merekrut calon-calon Pelaut di Bali dan Indonesia umumnya dan banyak sekali perusahaan tersebut yang memberikan fasilitas berupa tiket keberangkatan dan biaya medical check-up untuk Pelaut yang berangkat pertama kali atau new hire crew, jadi tergantung kebijakan dari perusahaan masing-masing. Kami sendiri di PT. Ratu Oceania Raya Bali ada beberapa perusahaan yang kami ajak kerjasama memberikan tiket keberangkatan gratis kepada new hire crew termasuk juga biaya medical check up. Perusahaan-perusahaan tersebut diantaranya Disney Cruise Line, Viking Cruise Line, P&O Cruise Line dan Cunard Cruise Line jadi calon Pelaut itu hanya mengeluarkan biaya maksimal 10-15 juta saja untuk bisa bekerja di luar negeri. edangkan perusahaan seperti Royal Caribbean Cruise Ltd, mewajibkan calon Pelaut untuk membayar tiket keberangkatan kecuali posisi untuk Laundryman sedangkan untuk kontrak berikutnya crew yang non tipping system seperti posisi Cook, Housekeeping Cleaner dan posisi lainnya akan diberikan tiket pulang pergi saat kontraknya berakhir,” tambah Adi.

Menurut pria asli desa Bugbug, Karangasem yang juga Ketua DPW PSI Bali ini menambahkan MLC 2006 yang juga dikenal dengan Hak Asasi Pelaut ini menggabungkan dan terdiri atas enam puluh delapan konvensi dan rekomendasi ketenagakerjaan maritim yang telah ada. MLC ini didesain untuk bersanding dengan regulasi seperti standar-standar Organisasi Maritim Internasional (IMO) tentang keselamatan kapal, keamanan dan kualitas manajemen kapal (seperti SOLAS, STCW dan MARPOL). Indonesia sendiri telah meratifikasi MLC 2006 sejak tahun 2016 lalu menjadi Undang-undang nomor 15 tahun 2016 tentang pengesahan MLC 2006, jadi tentunya Indonesia sebagai negara yang telah meratifikasi MLC 2006 ini sudah pasti harus mentaati seluruh aturan yang dimuat di MLC 2006 tersebut.

“Harapan saya Ketua KPI Bali I Dewa Putu Susila mencabut pernyataan tersebut sekaligus meminta maaf kepada para calon Pelaut beserta orang tua mereka karena telah memberikan pernyataan keliru dan menyesatkan serta telah menimbulkan kegaduhan, saya banyak sekali mendapatkan SMS, WA dan bahkan banyak crew yang lagi liburan, calon Pelaut dan orang tua mereka yang menelepon dan menanyakan kebenaran pernyataan Ketua KPI tersebut dan setelah saya jelaskan akhirnya mereka mengerti,” tutup Adi yang sering mengadvokasi TKI ini. (psi)