Minyak Oles Bokashi Terinspirasi dari Karya Leluhur

(Baliekbis.com), Minyak Oles Bokashi (MOB) yang diracik dari 315 jenis tanaman obat herbal mempunyai multi khasiat untuk menjaga kesehatan tubuh. Hingga kini, produk tersebut senantiasa laris di pasaran baik lokal, nasional maupun pasaran internasional. MOB itu terinspirasi dari karya keluhur, Dadong Bandung yang membuat Minyak Arak Nyuh.

Sosok wanita Bali yang tinggal di daerah pedesaan pesisir utara Pulau Bali itu sekitar tahun 1900. Sebelum Indonesia merdeka, Dadong Badung tekun membuat minyak arak nyuh yang diramu dari puluhan jenis tanaman herbal yang tumbuh di alam sekitarnya untuk keperluan pengobatan keluarga.

Dadong Bandung, nenek Pak Oles meninggal pada tahun 1980 dalam usia 100 tahun. Dalam aktivitas kesehariannya yang paling menonjol adalah membuat minyak arak nyuh yang berkhasiat untuk menyembuhkan penyakit kulit yakni kudis (scobies). Minyak yang diramu dari tanaman herbal, rempah-rempah, umbi dan kayu diproduksi dalam skala kecil untuk keperluan keluarga, masyarakat sekitarnya tanpa sentuhan bisnis apalagi teknologi, tutur Direktur Utama PT Karya Pak Oles Tokcer, Dr. Ir. Gede Ngurah Wididana, M.Agr.

Alumnus program S-2 Faculty Agriculture University of The Ryuyus, Okinawa, Jepang itu menjelaskan, Dadong Bandung membuat minyak arak nyuh yang diramu dari tanaman herbal, rempah-rempah, kayu dan umbian itu dengan metode distilasi (pengembunan) menggunakan  kendi gerabah. Sebagai alat tradisional zaman dulu, Kendi gerabah biasa digunakan untuk minum air yang dihubungkan dengan bambu kecil yang berfungsi sebagai selang. Tetesan lewat bambu kecil itulah disebut Minyak Arak Nyuh.

Pak Oles setelah menyelesaikan pendidikan di Negeri Sakura itu kembali ke kampung kelahirannya Desa Bengkel, Buleleng, yang kebetulan saat itu dalam kondisi krisis moneter tahun 1997. Ia menggali informasi tentang kreasi dan inovasi terhadap neneknya Dadong Bandung (alm) membuat minyak arak nyuh dari putra-putri dan keluarga dekat yang pernah mendampingi atau mengetahui proses pembuatan minyak secara tradisional itu.

Saat melanjutkan pendidikan S2 ke  Jepang itu, Pak Oles mempelajari dan mendalami teknologi Effective microorganisme (EM) sebagai dasar untuk membangun pertanian organik, lingkungan dan kesehatan di Indonesia, khususnya Bali sebagai tempat kelahirannya. Setelah informasi tentang proses pembuatan minyak arak nyuh diperolehnya secara lengkap, Pak Oles berusaha menambahkan lagi ragi, lactobacillus yang difermentasi dengan teknologi EM. Teknologi temuan  Prof. Dr. Teruo Higa, seorang guru besar  University of The Ryukyus, Okinawa, Jepang tersebut hingga sekarang disertakan pula untuk memproduksi Minyak Oles Bokashi, Minyak Tetes Bokashi dan belasan jenis produk lainnya yang ramah lingkungan.

Salah seorang putra terbaik Pulau Dewata itu selama tiga tahun  (1987-1990) berguru langsung kepada  Prof. Dr. Teruo Higa  yang secara formal mendidik  para mahasiswanya untuk menerapkan dalam bidang pertanian organik,  khususnya Teknologi EM. Kembali dari Jepang, Pak Oles tetap menjadi dosen di Universitas Nasional (Unas) Jakarta. Melalui universitas itulah, Pak Oles dapat melanjutkan studi bersama lima orang mahasiswa lain dari Indonesia untuk melanjutkan pendidikan di negeri Sakura.

Suami dari  Komang Dyah Setuti itu lalu mengundurkan diri sebagai dosen dan kembali ke kampung kelahirannya untuk mengembangkan usaha mandiri pertanian organik dan mengembangkan tanaman herbal. Usahanya diawali dengan melakukan penelitian obat tradisional berdasarkan informasi pengetahuan pengobatan tradisional dari lontar usada Bali, koleksi  Gedong Kertiya, Singaraja, dan Pusat Dokumentasi Budaya Bali di Denpasar.
Penelitian selama lima tahun (1992-1997) dilakukan di Desa Bengkel  tentang metode pengobatan yang telah dilakukan  Dadong Bandung dengan menggunakan minyak rempah yang difermentasi secara alami, yang dikenal dengan lengis arak nyuh (minyak herbal  fermentasi). Metode yang diandalkan ketika itu adalah metode pengasapan di atas tungku dapur, dan diekstrak dengan penyulingan menggunakan kendi gerabah sebagai alat distilasi.

Krisis moneter yang melanda Indonesia tahun  1998 menyebabkan  perekonomian Indonesia terpuruk  sehingga harga produk makanan dan obat, sebagai produk kebutuhan utama masyarakat  menjadi sangat mahal dan berlipat. Pak Oles di tengah krismon tersebut masih sibuk melakukan penelitian  untuk menemukan obat yang murah dan berkhasiat  menggunakan bahan herbal, yang akhirnya   menemukan formula Minyak Oles Bokashi.

Saat itu, menggunakan  jamu  dalam minyak masih sangat asing  bagi masyarakat modern, meski  Indonesia memiliki kekayaan budaya pada  masyarakat generasi sebelumnya menggunakan berbagai minyak herbal untuk kesehatan sebagai minyak urut, obat luka, obat sakit kulit, obat sakit perut dan berbagai jenis penyakit lain tergantung dari ramuan rempah yang digunakan. Secara perlahan-lahan, masyarakat modern di nusantara kembali memanfaatkan kekayaan budayanya menggunakan minyak herbal  untuk menyembuhkan penyakit.

Hasil penelitian yang terinspirasi dari minyak arak nyuh tersebut dikembangkan dalam  skala industry. Pada tahun 1997, Minyak Oles Bokashi pertama kali didaftarkan di Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) setempat sebagai produksi Industri Rumah Tangga (PIRT). Usaha skala industri rumah tangga yang dirintis di Desa Bengkel, Kecamatan Busungbiu, Kabupaten Buleleng seiring dengan produktivitas dan perkembangannya berubah menjadi industri kecil obat tradisional  (IKOT) yang selanjutnya menjadi industri obat tradisional (IOT) yang merupakan terbesar di Bali, bernaung di bawah pendera PT Karya Pak Oles Tokcer.

Lembaga bisnis yang bergerak dalam bidang industri obat tradisional (jamu) dan insitut Pengembangan Sumber Daya alam (IPSA) Bali sebagai lembaga yang bergerak dalam bidang penelitian, pengembangan pertanian organik dan tanaman obat juga didirikan dan langsung beraktivitas dalam tahun 1997.

Berkat tim kerja yang solid  dalam bidang produksi,  pemasaran, keuangan, informasi dan sumber daya manusia berhasil melewati masa-masa sulit sepuluh tahun pertama (1997-2007) yang penuh tantangan yakni terjadinya bom Bali  2002 dan 2005. Pada masa penuh tantangan itulah justru mampu menciptakan produk herbal baru dengan berbagai varian sesuai kebijakan dan peraturan pemerintah yang masih cukup longgar saat itu. Masa sepuluh tahun kedua (2007-2017) dapat dilewati dengan kegembiraan, meski  tantangan terasa lebih berat dan menegangkan, karena biaya bisnis justru jauh lebih mahal, penuh kompetisi dan peraturan pemerintah yang semakin ketat.

Dalam perkembangannya, PT Karya Pak Oles Tokcer yang memiliki dua pabrik di Buleleng dan Kota Denpasar tersebut secara bertahap mulai didukung dengan laboratorium, tenaga sumber daya manusia yang  andal, professional, sarana dan parasarana yang memadai di tengah persaingan yang ketat itu menanam investasi yang lebih besar.

Investasi itu untuk mendirikan pabrik yang memenuhi standar Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOTB), sebagai  syarat mutlak yang harus dipenuhi untuk bisa bersaing dalam pasar lokal, nasional dan  global. Langkah itu disertai dengan mendirikan sejumlah kantor cabang di berbagai daerah di Indonesia untuk melancarkan pemasaran produk herbal yang didukung usaha promosi dan informasi melalui radio, koran, majalah dan penerbitan buku.

Dengan tekad yang membara, keberanian dan kerja keras itu  akhirnya berbuah manis,  Minyak Oles Bokashi (MOB) dan puluhan jenis produk lain mengantarkan obat-obatan tradisional Bali dikonsumsi  secara meluas di pasaran  Bali, nasional dan  mancanegara. Minyak herbal yang beraroma khas itu sebagai hasil  fermentasi  perpaduan  antara tradisional yang telah diterapkan Dadong Bandung  dengan  teknologi EM hasil temuan  Prof. Dr. Teruo Higa  dari Universitas Ryukyus, Okinawa, Jepang. (ist)