Menangkap Peluang yang Lebih Besar dari Belt and Road Initiative

(Baliekbis.com), Meningkatnya kemakmuran ASEAN terbukti turut meningkatkan permintaan kebutuhan perumahan, sekolah, rumah sakit, rel kereta api, bandar udara, dan fasilitas lainnya. Berdasarkan analisis HSBC, untuk memenuhi kebutuhan tersebut, 6 (enam) negara ASEAN dengan tingkat ekonomi tertinggi –Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam– akan menginvestasikan sekitar 2.1 triliun USD sampai tahun 2030. Sejalan dengan Belt & Road Initiative (BRI) yang ambisius dari Tiongkok, kolaborasi dengan keinginan pembangunan tadi berpotensi menghasilkan ledakan investasi dan konstruksi yang kemudian akan menciptakan ekosistem ekonomi baru. Proyek-proyek yang disasar BRI pun berhubungan erat dengan pembangunan infrastruktur –baik transportasi maupun energi– yang telah dibuktikan oleh perusahaan-perusahaan Tiongkok di dalam negeri mereka. Masih banyak pula proyek-proyek lain di luar infrastruktur, seperti manufaktur, industry berat, maupun produk pertanian.

Sebagaimana press release dari HSBC Indonesia yang diterima Bali Ekbis, hubungan perdagangan ASEAN-Tiongkok sendiri tumbuh melalui rantai suplai kawasan, terutama di industry elektronik dan mesin. Terdapat pula hubungan terkait komoditas dagang Tiongkok dengan ASEAN: Indonesia dan Malaysia mengirimkan 10-15% ekspor minyak dan gas mereka ke Tiongkok. Meski kini persediaan minyak dan gas kedua negara semakin menurun dan sebagai konsekuensinya, volume ekspor juga ikut menurun (di lain sisi, ekspor minyak sawit dan komoditas pertanian ke Tiongkok meningkat).

Dalam kaitan dengan GDP, secara sederhana bank berasumsi bahwa sebagian besar proyek dikerjakan melalui skema Pembentukan Modal Tetap yang mampu mengurangi beban impor. Dengan asumsi bahwa 2018 menjadi tahun pertama pembangunan, Indonesia mampu meraih peningkatan GDP sebesar 0,2% apabila 15% proyek sudah terealisasi. Fakta bahwa BRI mampu menjadi daya tarik pembangunan di negara ASEAN, bukan hanya karena melemahnya FDI di negara-negara selain Tiongkok, namun juga karena meledaknya pembangunan infrastruktur di negara-negara bersangkutan. Pada bulan Juli, PT Bank HSBC Indonesia (HBID) memperkirakan ASEAN akan memiliki kesenjangan dana pembangunan sebesar USD 1,2trilyun hingga tahun 2030. Indonesia (USD 700 milyar) dan Thailand (USD 150 milyar) akan menjadi Negara dengan kesenjangan pendanaan terbesar. S&P telah meningkatkan rating investasi Indonesia menjadi BBB-/stable dari BB+/stable. Dengan demikian, level layak investasi telah didapat Indonesia dari tiga lembaga pemeringkat kredit ternama. Kenaikan peringkat ini menjadi hal yang dinantikan sejak lama setelah sebelumnya Indonesia mendapat outlook positif pada 21 Mei 2015. Peningkatan peringkat Indonesia didukung oleh penurunan risiko di bidang fiscal serta semakin fokusnya pemerintah dalammenciptakan anggaran yang realistis. Bank Indonesia bulan lalu memperingan peraturan mengenai giro wajib minimum agar bank semakin fleksibel mengelola likuiditas dan mengurangi volatilitas di Pasar uang overnight. Per 1 Juli mendatang, bank setiap harinya diwajibkan menyimpan di Bank Indonesia 5% dari total dana deposit mereka (turun dari sebelumnya 6,5%) dan dalam jangka 2 (dua) minggu, menjaga minimal rata-rata 6.5% dari total dana deposit bank. Bank kemudian akan mendapat bunga sebesar 2,5% dari Bank Indonesia. (*)