Memprihatinkan, Tiga KK di Bangli Tinggal Dalam Satu Tenda

(Baliekbis.com),Nasib tiga Kepala Keluarga (KK) miskin di Dusun Penaga, Desa Yangapi, Tembuku, Bangli sungguh memprihatinkan. Karena tak punya rumah, mereka harus tidur berdesakan dalam 1 tenda.

Kondisi warga miskin ini mendapat perhatian Pemerintah Provinsi Bali. Secara khusus Kepala Dinas Sosial Provinsi Bali Dewa Gede Mahendra Putra meninjau sekaligus membawakan sejumlah bantuan sembako kepada warga tersebut.

Ketiga KK yang masih bersaudara tersebut yakni Ketut Bulat, Nengah Rusman dan Wayan Mudya. Dari hasil kunjungan Jumat (24/5/2019) diketahui jika kondisi ini dialami ketiganya satu setengah bulan terakhir pascakepulangan mereka dari merantau di Desa Bonyoh, Kintamani Bangli. Ditenda berukuran 7×4 meter itu, mereka hidup bersama masing-masing istri dan anaknya dengan jumlah 7 jiwa.

“Dari kunjungan hari ini, ternyata di satu pekarangan itu juga terdapat satu saudaranya yang lain yakni Wayan Sutama. Kondisi Sutama juga sama dengan ketiga saudaranya yang tinggal di dalam satu tenda itu, perekonomiannya serba terbatas,” ungkap Kepala Dinas Sosial Provinsi Bali Dewa Gede Mahendra Putra yang pada kunjungan tersebut didampingi Kepala Dinas Sosial Kabupaten Bangli I Nengah Sukarta.

Terkait dengan kondisi mereka yang tinggal dalam tenda, dalam waktu dekat akan dibantu rumah oleh relawan peduli sosial. Sebagai wujud meringankan beban mereka, Kadis Sosial Dewa Mahendra juga ikut urunan secara pribadi.

“Untuk rumah nanti akan dibantu oleh relawan peduli sosial, saya juga ikut urunan secara pribadi untuk meringankan beban mereka. Saya harap dengan nantinya dibangun rumah maka beban hidup mereka bisa berkurang dan hanya memikirkan untuk mencari pekerjaan,” ujar Dewa Mahendra.

Sementara itu, Ketut Bulat menceritakan jika ia sempat tinggal di Desa Bonyoh karena orangtuanya terlebih dahulu hidup merantau di desa tersebut. Setelah 60 tahun tinggal di sana, ia bersama kedua saudaranya dan keluarga masing-masing memutuskan kembali tinggal di Dusun Penaga yang merupakan desa leluhurnya.

“Keputusan pulang ini karena adat di Bonyoh mengharuskan adik bungsunya Wayan Sutama menempati tanah pekarangan di Bonyoh. Sementara sejak sepuluh tahun terakhir adik saya sudah lebih dulu pindah ke Penaga dan menempati rumah kayu seadanya,” ungkap Ketut Bulat.

Ditambahkan Ketut Bulat yang kesehariannya bekerja sebagai buruh serabutan itu, saat kembali ke Penaga, ia belum mampu membangun rumah. Tenda terpal yang ditempati merupakan sumbangan atau bantuan dari kerabatnya di Bonyoh.

“Di tenda tidur tujuh orang, saat hujan, air hujan masuk ke tenda. Saat panas, di dalam sangat pengap. Saya mengharapkan pemerintah bisa membantu kondisi kami,” ucapnya. Beruntung, untuk jaminan kesehatan semua telah memiliki Kartu Indonesia Sehat (KIS) sehingga mengurangi beban mereka saat sakit. (sus)