Melemahnya Ekspor Tekan Pertumbuhan Ekonomi Bali-Nusra

(Baliekbis.com), Tekanan inflasi Global tahun 2016 diprakirakan akan meningkat dari tahun 2015. Hal ini didorong oleh mulai meningkatnya harga minyak dunia, meskipun pada level yang rendah. Ke depan harga minyak dunia berpotensi terus meningkat seiring dengan kesepakatan OPEC untuk memangkas produksi. Demikian diungkapkan Kepala Kantor Wilayah Bank Indonesia Denpasar Causa Iman Karana baru-baru ini.

Sedangkan pada tahun 2017 diprakirakan inflasi global akan kembali meningkat, seiring keberhasilan penurunan produksi minyak yang mendorong peningkatan harga minyak. Selain itu, harga komoditas lain diprakirakan juga akan mengalami peningkatan harga di sepanjang tahun 2017. Pertumbuhan ekonomi Nasional Triwulan I-2017 membaik, didorong oleh perbaikan kinerja ekspor dan investasi serta tetap kuatnya konsumsi RT. Ekonomi Nasional di triwulan I-2017 tumbuh membaik sebesar 5,01% (yoy), dibandingkan triwulan sebelumnya (4,94%, yoy). Perbaikan ini terutama disebabkan oleh peningkatan kinerja ekspor, investasi, dan konsumsi rumah tangga. Secara spasial, meningkatnya pertumbuhan ekonomi terjadi di wilayah Jawa yang didorong oleh kinerja investasi dan di Kalimantan yang didorong oleh kinerja ekspor. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi di wilayah Sumatera melambat didorong oleh penurunan ekspor antardaerah dan investasi. Sementara itu, di wilayah KTI dan Bali-Nusra melambatnya pertumbuhan ekonomi didorong oleh melemahnya ekspor.

Inflasi nasional di Mei 2017 tercatat sebesar 0,39% (mtm), lebih tinggi dibandingkan April 2017 yang tercatat sebesar 0,09% (mtm), sehingga inflasi tahun kalender menurun menjadi 1,67% (ytd) dan inflasi tahunan tercatat sebesar 4,33% (yoy). Peningkatan inflasi terutama disumbang oleh inflasi komponen volatile food dan administered prices. Secara spasial, seluruh wilayah tercatat mengalami inflasi. Secara berurutan, inflasi tertinggi terjadi di Jawa (0,49%), Sumatera (0,34%), dan KTI (0,14%). Inflasi tahun 2017 diprakirakan terkendali di kisaran target inflasi, yaitu 4±1%. Terkendalinya inflasi didukung semakin kuatnya koordinasi. Koordinasi kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia dalam pengendalian inflasi perlu terus diperkuat terutama dalam menghadapi sejumlah risiko terkait penyesuaian administered prices dan risiko kenaikan harga volatile food pada bulan Juni yang bertepatan dengan puasa Ramadhan dan hari raya Idul Fitri.

Peningkatan kinerja ekonomi Bali Triwulan I-2017, dari sisi permintaan didorong oleh meningkatnya kinerja konsumsi dan ekspor luar negeri. Perbaikan kinerja konsumsi didorong oleh faktor musiman berupa perayaan hari keagamaan, peningkatan Upah Minum Provinsi dan Kabupaten/Kota, dan stabilnya harga TTL, BBM serta gas elpiji. Meningkatnya kinerja ekspor luar negeri terutama didorong oleh perbaikan ekonomi mitra dagang Bali (AS dan Tiongkok) dan dampak lanjutan kebijakan bebas visa yang mendorong peningkatan ekspor jasa.

Provinsi Bali memiliki share terhadap nasional sebesar 1,54% (TWI-2017). Sementara untuk kawasan timur Indonesia, Provinsi Bali memiliki share sebesar 7,86% (TWI-2017). Berdasarkan share sektoral, perekonomian Bali masih didominasi oleh Akmamin 23,46%, Pertanian  14,34% , Transportasi & Pergudangan  9,22%.

Perekonomian Bali Triwulan II-2017 diperkirakan mengalami peningkatan pada kisaran 5,87% – 6,27% (yoy). Penyebabnya yakni meningkatnya permintaan seiring dengan perayaan hari keagamaan di triwulan II- 2017 yaitu Galungan, Kuningan, Ramadhan dan Idul Fitri, pembayaran gaji ke 13 dan 14 pegawai negeri sipil (PNS), peningkatan jumlah kunjungan wisman seiring dengan masuknya periode pariwisata di triwulan II-2017. Juga adanya pembukaan rute penerbangan baru di sepanjang triwulan II 2017, masuknya masa panen produk hortikultura dan meningkatnya kinerja ekonomi mitra dagang Bali (seperti AS dan Tiongkok).

Meski demikian ada beberapa faktor yang dianggap menjadi penghambat yakni meningkatnya tingkat persaingan dengan negara-negara eksportir dari produk industri olahan yang sejenis dengan Bali, seperti Thailand, Vietnam, Kamboja dan Bangladesh serta China, potensi implementasi kebijakan proteksionisme AS, potensi pemangkasan anggaran belanja baik untuk APBD (dana transfer) maupun APBN dan akibat tidak tercapainya penerimaan pajak dan cukai pemerintah. Penghambat lainnya yakni terjadinya kenaikan harga minyak akibat instabilitas geopolitik di Timur Tengah dan Semenanjung Korea. (bas)