MELAJU MENJALANKAN DHARMA DAN KARMA DI TENGAH PANDEMI COVID-19

MARI berbuat apa yang kita dapat lakukan dan jangan dilihat apa yang kita dapatkan sebab berbuat baik itu ada rintangan, apalagi berbuat tidak baik. Persis seperti MENANAM PADI RUMPUT PASTI IKUT, TETAPI MENANAM RUMPUT PASTI PADI TIDAK TURUT…….!!!!

Menjalankan DHARMA atau kebaikan adalah sebuah “titah” dan sekaligus perintah sebagai insan beragama dan mahluk sosial. Sedangkan menjalankan KARMA atau perbuatan baik adalah sebuah kewajiban bagi setiap insani. Sebab hukum KARMA PALA adalah realitas kehidupan kita semua. Jika berbuat baik, pasti baik hasilnya. Manakala berbuat buruk, maka pasti buruk pula hasilnya. Bila kita menanam padi, maka gabah yang kita panen. Sedangkan kalau menanam jagung, maka buah jagung yang akhirnya kita petik. Jadi menjalankan DHARMA dan KARMA dalam kehidupan ini sangat nikmat dan pasti penuh berkah. Apalagi di era pandemi covid-19 saat ini.

PAHALANYA pasti lebih bermakna dan sangat dirasakan oleh orang lain yang terimbas dari perbuatan baik yang kita telah laksanakan. Misalnya membantu berbagai kebutuhan yang sangat diperlukan untuk memutus mata rantai penyebaran pandemi covid-19 di sekitar kita. Inilah esensi dari hidup melaju menjalankan DHARMA dan KARMA ditengah-tengah covid-19. Saya akan uraikan esensi DHARMA terlebih dahulu dalam relasinya dengan COVID-19 seperti berikut ini.

1. BERSERAH. Hidup berserah berbeda dengan PASRAH. Menjalani hidup dengan BERSERAH sangat percaya pada kekuatan ILAHI sehingga hidupnya selalu yakin akan dapat berkah dan menjadi berkat. Cirinya adalah tabah, teguh, tulus, dan lurus dijalur keyakinan kebenaran, serta ikhlas dan berani menghadapi apapun yang sedang terjadi dalam hidupnya. Adanya pandemi covid-19 tidak pernah gentar dan gemetar serta ciut nyalinya. Tapi tetap waspada dan setiap peristiwa dicermati dengan kata HATI, bukan dengan emosional, apalagi irrasional dengan mengabaikan “RASA”. Berserah itu bentuk implementasinya adalah lebih mendekatkan diri dengan Tuhan dan mohon Tuhan untuk menujukkan jalan terbaik menghadapi situasi darurat seperti saat ini.

2. BERJANJI. Punya tekad bulat, satya wacana, komitmen, konsistensi, lugas dan tegas serta tuntas dalam setiap menyelesaikan masalah. Tidak mau lepas dan lari dari tanggung jawab dan kewajiban. Mengutamakan hak daripada kewajiban dan mengutamakan proses dibandingkan dengan hasil akhir. Cirinya setiap berjanji selalu ditepati dan janji dianggap hutang atau kewajiban yang segera harus dibayar atau dipenuhi. Type orang menjalankan DHARMA seperti ini dibutuhkan dalam menghadapi covid-19 seperti saat ini.

3. BERBHAKTI. Setia dan hormat dengan siapapun, apalagi pemimpin, negara dan bangsa. Konsep CATUR GURU selalu dipegang teguh sebagai acuan dalam menjalankan DHARMA, apalagi di era pandemi covid-19. Penghargaan dan penghormatan terhadap CATUR GURU melekat, lengket dan terpatri dengan kuat dan kokoh. Di era pandemi covid-19 ini semua guru dijadikan teladan dan panutan. Ajakan GURU WISESA yakni Pemerintah selalu dirujuk amanatnya.

Sebab diyakini GURU WISESA selalu berusaha mendidik dan mengayomi rakyatnya, selalu mensehjaterakan dan memberikan perlindungan. Oleh karena itu pemerintah harus selalu dihormati dan dihargai. Kita perlu mewujudkan rasa hormat dan bhakti dengan cara mengikuti semua aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah, seperti aturan tentang PROTOKOL KESEHATAN.

4. BERETIKA. Menjadi wajib tahu tata krama, sopan santun, beradad, cepat beradaptasi untuk menghadapi covid-19. Tidak boleh saling menyalahkan dan tidak perlu mencari atau menjadi “BINTANG” dalam situasi seperti ini. Ayoooo tunjukkan kesantunan dan ketaatan dalam menghadapi pandemi ini. Jangan mentang-mentang kuat dan merasa sebagai tokoh, lalu bisa berbuat diluar etika dan kepatutan atau kepantasan. Sebagai tokoh wajib memberi contoh dan menjadi pelopor utama penggerak dalam menghadapi kondisi dadurat yang dialami oleh tidak hanya kita saja, tapi hampir seluruh negara terkena wabah corona virus.

5. BERDOA. Kekuatan religius dan spiritual, disandingkan dengan kekuatan intelektual akan menghasilkan kekuatan Iman dan taqwa atau srada dan bhakti. Itu patut dan wajib kita sinergikan untuk menjadi kekuatan sejati. Jangan berhenti BERDOA untuk keselamatan kita bersama, semua pemimpin diberbagai tingkatan dan keselamatan bangsa dan negara. Kita gunakan semua dimensi spiritual dan dimensi lain untuk kita segera terbebas dari kesulitan ini.

Setelah memberikan esensi DHARMA, maka dilanjutkan dengan menguraikan esensi KARMA dalam kaitannya dengan COVID-19. Tentu kalau ada pandangan lain saya persilahkan untuk berbagi sehingga ulasan kita menjadi lebih lengkap dan komprehensif. Inilah esensi KARMA dalam hubungannya dengan COVID-19 menurut pandangan saya;

1. BERPIKIR. Semua orang setuju pikiran baik akan melahirkan kejernihan dan kemurnian. Berpikir itu adalah perbuatan yang tidak tampak, bahkan sulit membaca pikiran orang lain. Tapi ada keyakinan orang-orang yang berpikir baik dan positif dapat dilihat dari lontaran kata-kata, kalimat, dan alinea bahkan terbaca dari diskripsi atau penjabaran dalam bentuk tulisan. Hasil dari perbuatan berpikir baik dan positif akan menghasilkan sesuatu yang baik pula. Jika kita selalu berpikir baik dan positif, maka kita lebih tenang, tidak gelisah dan lebih damai perasaan dan hati kita.

Semua itu lebih dominan dirasakan oleh diri sendiri dan orang lain hanya bisa menebak atau menduga-duga. Berpikir baik dan positif akan meningkatkan kekebalan tubuh kita, sebab tidak ada energi terbuang, akibat merasa salah atau “berdosa”. Oleh karena itu berpikir baik dan positif akan menghasilkan pribadi baik dan berguna untuk dirinya sendiri. Atau sebaliknya, berpikir kurang baik dan negatif juga merugikan diri sendiri dan tidak ada manfaatnya.

2. BERKATA. Berbicara baik merupakan energi alternatif yang dapat menghasilkan kesejukan dan kedamaian bagi pendengarnya. Sementara bagi yang berbicara baik dan positif akan mendapatkan “pujian” atau apresiasi dari seluruh pendengarnya. Benar-benar berlaku “take and give” antara pembicara dengan pendengar. Bahkan bicara baik dan positif menghasilkan saran atau petuah yang dapat dirujuk untuk menyelesaikan masalah orang lain atau pendengar.

Oleh karena itu di tengah-tengah pandemi ini, berbicara dengan baik dan santun akan dapat mencegah penyebaran, apalagi yang berbicara sangat dipercaya, profesional, tokoh informal, pimpinan formal dan sedang memiliki otoritas atau “berkuasa” maka niscaya akan diikuti dan ditaati seluruh ucapan yang disampaikan karena mengandung unsur atau konten kebaikan untuk individu, kelompok maupun masyarakat umum.

Isi perkataan yang sangat menyenangkan dan memotivasi pendengar menjadikan orang untuk bergerak, melangkah dan bertindak lebih percaya diri, sebab mereka punya referensi atau acuan yang dapat dipertanggung-jawabkan.

3. BERBUAT. Berlaksana baik sudah tidak dipungkiri hasilnya memberi manfaat lebih dari apa yang diharapkan. Jangan pernah berhenti berbuat baik, sebab perbuatan baik relatif sulit diingat dan dihapal. Beda dengan berbuat buruk atau salah. Sekali saja terus diingat dan begitu mudah dihapal oleh orang yang merasa dirugikan atas kesalahan dari perbuatan tersebut.

Persis seperti pepatah “PANAS SETAHUN DIHAPUS OLEH HUJAN SEHARI” Intinya berkali-kali berbuat baik walaupun pada orang atau teman yang sama, tetapi sekali saja kita salah berbuat terhadap orang tersebut sehingga membuat ketersinggungan, maka perbuatan baik berkali-kali bisa terhapus oleh sekali perbuatan salah atau keliru itu. Oleh karen itu jangan pernah berhenti berbuat baik.

Apalagi di masa pandemi covid-19 terutama yang dibutuhkan untuk membantu teman, sahabat dan kerabat serta masyarakat yang membutuhkan kehadiran kita. Tidak masalah sekecil apapun perbuatan kita terpenting berbuat-berbuat dan berbuat.

4. BERBAGI. Hidup kita ditakdirkan wajib berbagi, terutama orang-orang yang merasa punya kelebihan. Saya yakin dan percaya setiap orang pada dasarnya ingin selalu berbagi, sebab berbagi itu punya kepuasan tersendiri. Berbagi kata orang bijak tidak akan pernah mengurangi NERACA KEKAYAAN SESEORANG. Sebab hanya terjadi pemindahan posisi aset.

Oleh karena itu mari budayakan berbagi sesama, terutama kepada yang membutuhkan. Kita bisa berbagi ide, gagasan, saran, solusi, materi dan kelebihan lain yang kita miliki. Prinsipnya memutus pandemi ini butuh tolong menolong, gotong royong, kebersamaan karena bersatu padu dan bersama kita bisa, lebih semangat, dan lebih POWERFULL. Dan hasil dari berbagi adalah “BERAT SAMA DIPIKUL DAN RINGAN SAMA DIJINJING”

5. BERSINERGI. Berpikir sendiri tentu lebih terbatas ruang lingkup dan jangkauan dibandingkan berpikir dengan mengajak orang. Bersinergi sudah terbukti dan teruji, seperti SAPU LIDI. Ketika lidi itu bersatu menjadi satu ikatan telah terbukti sangat kuat energi yang dihasilkan untuk menyapu. Begitu juga kita, di saat-saat berhadapan dengan wabah penyakit yang tidak jelas dimana posisi dan tidak terlihat oleh kasat mata, dibutuhkan cara yang sama. Artinya frekuensi wajib kita samakan atau disesuaikan, terutama dalam berdisiplin menjalankan PROTOKOL KESEHATAN.

Sebab bilamana tidak ada kesadaran dan kepedulian bersama, maka relatif kesulitan menghadapi wabah ini. Oleh karena pola penularan wabah ini dari orang ke orang. Bila muncul kesadaran bersama berarti ada sinergisitas, maka akan berlaku slogan “ kamu melindungi aku dan aku melindungi kamu” dan itulah esensi dan hasil dari sinergisitas. *Oleh: Prof Dasi Astawa