I Made Artana: Bali Kekurangan “Programmer” Handal

(Baliekbis.com), Banyak pihak baik pemerintah maupun swasta membicarakan dan memberi perhatian pada pembentukan ekosistem startup  agar usaha rintisan ini bisa hidup dan berkembang lebih baik. Namun di sisi lain terdapat kesenjangan antara pesatnya pertumbuhan perusahaan startup  di berbagai bidang dengan ketersedian SDM yang memadai dan handal di bidang IT salah satunya programmer.

Saat ini startup  Indonesia tengah mengalami darurat dan krisis programmer handal. “Startup  kita kekurangan programmer dalam jumlah besar. Kita darurat programmer,” kata Ketua Yayasan Primakara I Made Artana Denpasar, Kamis (1/3).

Menyikapi permasalahan tersebut, STIMIK Primakara sebagai kampus pertama yang mencanangkan technopreneur berupaya mendorong lahirnya semakin banyak programmer handal. Salah satu upaya dilakukan dengan menjalin kerjasama dan menggandeng Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dengan menggelar seminar programming bertajuk “Code Your Future” di kampus STIMIK Primakara, Denpasar, Kamis (1/3).

Seminar ini diharapkan mampu memotivasi para generasi muda khususnya juga mahasiswa IT untuk lebih mendalami belajar programming menyangkut coding sehingga bisa menjadi bekal sebagai programmer handal. “Programming atau coding ini merupakan keahlian yang sangat mahal. Mencari kerja dengan skill itu juga sangat gampang bahkan diburu oleh perusahaan startup ,” tegasnya.

Ditambahkannya, untuk membangun perusahaan startup  teknologi dan merancang produk berupa aplikasi digital, paling tidak dibutuhkan tiga bidang yakni programmer atau hacker, huslter dan hipster. Programmer atau hacker bertugas melakukan coding sebagai pondasi awal aplikasi digital. Sementara hipster berperan dalam hal estetika yakni menyajikan dan  mempercantik tampilan aplikasi dan merancang user experience yang menarik. Sedangkan hustler berperan layaknya marketing yang bertugas memperkenalkan, memasarkan dan menjual produk serta membangun jejaring.

Artana menganalogikan peran ketiga bidang tersebut seperti tukang masak, pramusaji,  dan tenaga sales marketing di sebuah restoran. Ketiga bidang tugas ini harus saling mendukung dan berkolaborasi. Jadi ketika, sebuah startup  kekurangan atau tidak memiliki programmer handal dan mumpuni, maka produk aplikasi digital yang dihasilkan juga tidak akan optimal diserap pasar. “Jadi kalau hustler dan hipster berlebih tanpa didukung programmer berkualitas maka startup  teknologi  tidak bisa berjalan. Sama seperti restoran harus ada kerjasama bagus tukang masak, tukang saji dan marketing,” ujarnya.

Sementara itu Direktur Pemberdayaan Industri Informatika, Ditjen Aplikasi Informatika Kominfo Septriana Tangkary mengapresiasi inisiatif dan komitmen STIMIK Primakara untuk mencetak lebih banyak programmer muda dan berkualitas termasuk sebagai kampus pertama yang mencetak  technopreneur. “Kami menyambut baik sinergi STIMIK Primakara dan Kominfo dalam menyiapkan technopreneur dan juga mencetak programmer,” ujarnya.

Pihaknya mendorong mahasiswa STIMIK Primakara semakin banyak yang mendirikan startup  teknologi sehingga bisa menggerakan ekonomi digital dan ekonomi kerakyatan khususnya di Bali. “Kampus ini bisa mencetak calon-calon CEO perusahaan startup  dan semakin menguatkan technopreneurship,” pungkas Septriana. (wbp)