Komisi VI DPR: Kapasitas Listrik di Bali Cukup Hingga 2023

(Baliekbis.com), Kapasitas listrik di Bali diprediksi cukup sampai tahun 2023 mendatang sehingga dinilai tak perlu ada penambahan baru. Meski demikian perlu disiapkan langkah-langkah untuk mengantisipasinya. “Jangan sampai kurang, baru bangun pembangkit,” ujar Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Mohammad Haekal dalam kunjungan kerjanya ke PT Indonesia Power  yang merupakan anak perusahaan PT PLN di Pesanggaran Denpasar, Jumat (14/7/2017). Dalam kunjungan kerjanya itu turut hadir di antaranya anggota komisi asal Bali Gede Sumarjaya Linggih, Direktur Bisnis PLN Regional Jawa Bagian Timur dan Bali Amin Subekti serta managemen PLN dan Indonesia Power.

Haekal minta PLN terus mencari terobosan untuk menekan ongkos produksinya sehingga bisa mencapai harga keekonomian dalam pasokan listriknya. Upaya itu dinilai penting mengingat keuangan Negara lagi minim sehingga PLN diharapkan bisa melakukan efisiensi. Sebab dengan dibangun oleh pemerintah dan dikelola PLN maka akan lebih murah dibandingkan swasta. “Tapi kan tak semua bisa dibangun PLN sebab anggarannya terbatas,” ujar Haekal. Dikatakan saat ini subsidi kelistrikan masih tinggi yakni sekitar Rp 50 triliun. Memang ini turun dibandingkan sebelumnya yang mencaapai Rp130 triliun. Ke depan PLN harus efisien dan modern. Tapi ini perlu investasi.

Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Mohammad Haekal (nomor dua dari kanan).

Kunjungan ke Indonesia Power, menurut Haekal untuk melihat pembangkit listrik yang dibangun pada tahun 2014 lalu yang menghabiskan investasi sekitar Rp 1,7 triliun, menggantikan  pembangkit lama yang dibangun tahun 1975. Dengan adanya pembangkit yang tergolong baru ini pihaknya berharap performanya bisa ditingkatkan, agar jangan lagi menjadi beban negara. Tujuannya agar listrik yang dihasilkan bisa memberikan nilai tambah mengingat dengan diproduksi PLN melalui anak perusahaannya akan lebih murah harganya dibandingkan swasta.

Berdasarkan BPP (Biaya Pokok Penyediaan) di Bali masih Rp 1.200/KWh, sedangkan harga penjualannya Rp 1.100/KWh. Jadi masih disubsidi pemerintah Rp100/KWh. Kalau penjualan bisa di bawah Rp 1.100 tentu tidak akan disubsidi. “Ini yang lagi kita kaji,” jelasnya. Untuk itu harus dicari cara-cara agar bisa lebih murah dan ekonomis, apalagi Bali sebagai daerah  pariwisata, dimana sektor ini menyedot listrik hingga\40 persen. Bali mesti punya terobosan untuk mencapai harga keekonomian dalam pasokan listriknya. Apalagi sekarang sudah ada pembangkit listrik tenaga gas. “Nah ini yang mesti dikembangkan dengan menekan biaya produksi agar tidak menjadi beban negara yang ujung-ujungnya ditanggung oleh masyarakat,” tegasnya. (bas)