Ketua UKM IKM Bali R.A. Helmi Ginanti: Ini “Jurus” UKM Naik Kelas dan Jadi Juara

(Baliekbis.com), Geliat untuk menjadi wirausaha khususnya pelaku UKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) makin tinggi. UKM juga tumbuh bak cendawan di musim hujan. Tapi banyak juga yang tumbang berjatuhan layaknya daun di musim gugur.

Lalu apa yang bisa membuat UKM mampu terus bertumbuh bahkan naik kelas? “Kuncinya adalah benahi pola pemasaran dan harus punya mindset enterpreneurship (kewirausahaan) yang kuat dengan daya kreativitas dan inovasi tinggi” kata Ketua UKM IKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah-Industri Kecil Menengah) Provinsi Bali R.A Helmi Ginanti saat ditemui di Denpasar, Senin (3/9).

Menurutnya, salah satu permasalahan terbesar UKM adalah sulitnya berkembang menjadi lebih besar. Seolah-olah ada barrier (hambatan) yang membatasi ruang gerak mereka. Padahal potensi mereka sangat besar. Apalagi jumlahnya juga besar, mencapai 55 juta UKM di tanah air menurut data Kementrian Koperasi dan UKM.

Helmi Ginanti mengutip data BPS (Badan Pusat Statiatik) dan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) tahun 2016 yang menunjukkan ada jurang ketimpangan yang tinggi diantara kelas atau besarnya skala usaha UKM berdasarkan pendapatannya per tahun . Sebanyak 92,56 persen merupakan usaha mikro dengan pendapatan kurang dari Rp 300 juta.

Ketua UKM IKM Provinsi Bali R.A. Helmi Ginanti (dua dari kiri) bersama Menteri Koperasi dan UKM AANG Puspayoga dan istri, Bintang Puspayoga.

Sebanyak 6,94 persen merupakan usaha kecil dengan pendapatan Rp 300 juta sampai Rp 2,5 miliar. Sementara yang dikategorikan usaha menengah (pendapatan Rp 2,5 miliar sampai Rp 50 miliar) sangat kecil, hanya 0,46 persen. Sedangkan usaha besar (pendapatan Rp lebih dari Rp 50 miliar) paling sedikit hanya 0,04 persen.
“Itu mengindikasikan sulitnya UKM naik kelas. Dari yang usaha mikro menjadi usaha menengah jumlahnya cukup jauh, jurang pemisah sangat lebar,” ujar srikandi pengusaha asal Griya Telabah, Thamrin Denpasar itu.

Menurutnya sulitnya UKM naik kelas dan berkembang menjadi lebih besar tidak terlepas dari persoalan pemasaran. Kebanyakan pelaku UKM masih menggunakan pola pemasaran tradisional dengan membuka toko sendiri atau menjual langsung ke konsumen. Mereka belum semua bisa memasarkan produknya secara online untuk menjangkau akses pasar yang lebih luas dan mencapai pertumbuhan eksponensial.

“UKM zaman now itu harus modern. Memasarkan produk secara online. Bisa lewat Instagram, Facebook, buat website sendiri. Atau yang lebih bagus kerjasama dengan e-commerce besar seperti Bukalapak, Tokopedia, BliBli, Lazada dan lain-lain,” ujar istri dari master layang-layang Ida Bagus Ugrasena itu.

Namun, imbuhnya, pemasaran ini bukan hanya menyangkut bagaimana mereka menjual produk baik offline atau online, tapi yang terpenting mampu membaca kebutuhan dan trend pasar serta mengenali perubahan. Maka UKM juga harus bisa melakukan riset pasar mulai dari yang sederhana.

“Amati perubahan perilaku konsumen atau trend pasar. Lalu buat produk dengan daya kreativitas dan inovasi. Jangan pernah puas dengan produk yang ada dan sukses saat ini. Sebab produk sukses dan dibutuhkan sekarang, belum tentu juga relevan dan masih diminati di masa mendatang,” katanya lantas menambahkan pelaku UKM jangan mudah menyerah menggali inovasi baru.

“Inovasi atau mati. Itu salah satu kunci dari enterpreneurship. Maka UKM juga harus mampu mengikuti kemajuan teknologi baik untuk memproduksi maupun memasarkan produknya,” tegas pengusaha yang juga mengeskpor layang-layang hingga ke berbagai belahan dunia itu.

Untuk itu ia mendorong UKM melek ilmu pemasaran. Selalu mengupdate diri dengan informasi terkini. Terbuka membangun jejaring bisnis serta berkolaborasi dan berbagi. “Sekarang ini era sharing economy. UKM tidak harus berdiri sendiri untuk menghasilkan produk. Bisa kolaborasi juga dengan pelaku UKM lainnya,” pungkas tokoh perempuan yang juga bakal caleg DPRD Bali dapil Denpasar dari Partai Demokrat itu. (wbp)