Ketua SWI: Korban Investasi Ilegal Terbanyak di Kota Besar

(Baliekbis.com),Korban investasi ilegal alias bodong saat ini paling banyak menimpa warga di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Semarang dan Surabaya.

“Kalau di Bali, mereka beroperasi melalui wadah semacam koperasi yang tak sesuai dengan kaidah koperasi. Jadi kalau ada tawaran menggiurkan dan tak masuk akal segera dilaporkan,” ujar Ketua Tim Satgas Waspada Investasi Tongam L. Tobing dalam sosialisasi waspada investasi bodong dan fintech ilegal kepada media, Rabu (25/9/2019) malam di Kanda Restoran Sanur.

Dijelaskan Tongam, investasi bodong ini memang semakin meningkat. Namun kerugian masyarakat terus menurun. Ini karena masyarakat semakin sadar dan paham. Juga karena gencarnya edukasi yang dilakukan.

Dikatakan dampak investasi ilegal ini sangat membahayakan dan merugikan masyarakat hingga Rp88 triliun. “Ini yang baru dilaporkan, yang belum lapor masih banyak. Umumnya karena korban malu, takut diteror, dll.,” ujar Tongam.

Modus pelaku cukup beragam. Umumnya dalam bentuk usaha sejenis koperasi dengan menawarkan keuntungan besar. Padahal aset mereka ini lebih kecil dari kewajiban. Bahkan kantornya kebanyakan sewa.

Untuk itu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengimbau masyarakat agar mewaspadai investasi dan fintech peer-to-peer lending ilegal. “Kalau ada tawaran investasi dengan iming-iming bunga tinggi dalam waktu singkat sebaiknya cek dulu lembaga itu ke OJK. Penyebab adanya investasi bodong karena masyarakat mudah tergiur bunga tinggi, belum paham tentang investasi, dan pelaku biasanya menggunakan tokoh agama dan tokoh masyarakat,” ujar Tongam. Tongam juga mengingatkan dua hal yang mesti diingat ketika akan melakukan pinjaman melalui fintech yaitu 2L yakni Legal dan Logis.

Ditambahkan dampak dari investasi bodong, yakni menimbulkan ketidakpercayaan dan citra negatif terhadap produk keuangan.

Tongam mengimbau masyarakat sebelum berinvestasi sebaiknya teliti legalitas lembaga dan produknya, memahami proses bisnis yang ditawarkan, risikonya, serta hak dan kewajibannya.

Satgas Waspada Investasi (SWI) yang ada di OJK mencatat kerugian akibat ivestasi ilegal alias bodong dalam sepuluh tahun terakhir sudah mencapai Rp 88,8 triliun.

Terkait Fintech (legal), Tongam berharap agar dimanfaatkan untuk meningkatkan pendanaan bagi masyarakat bawah khususnya usaha mikro, kecil, dan menengah. “Fintech itu hanya sebagai alternatif pendanaan terutama bagi usaha mikro dan kecil,” katanya.

Berdasarkan data yang dimiliki SWI perusahaan fintech yang terdaftar (legal) di OJK hanya 127, sedangkan yang tidak terdaftar (ilegal) mencapai 1.477. Ciri-ciri fintech ilegal antara lain, tidak terdaftar di OJK dan bunga di luar kewajaran.

Jadi masyarakat yang meminjam uang kepada fintech peer-to-peer lending yang terdaftar di OJK agar menyesuaikan dengan kebutuhan, untuk kepentingan yang produktif dan juga harus memahami kewajiban seperti bunga, denda dan risikonya. (bas)