Ketua Perbarindo Bali: Kondisi Lesu, BPR Perlu Relaksasi

(Baliekbis.com), Pertumbuhan ekonomi yang melambat serta terjadinya erupsi Gunung Agung belum lama ini menjadi salah satu penghambat kinerja BPR (Bank Perkreditan Rakyat) di Bali. “Meski kondisi perlahan mulai pulih, namun dampaknya masih tetap terasa dan merubah hal itu perlu waktu cukup,” ujar Kepala Perbarindo (Perhimpunan BPR Indonesia) Bali Ketut Wiratcana, Selasa (22/5) di sela-sela acara Perkembangan Implementasi Elektronifikasi dan GPN di kampus UNHI Denpasar. Dijelaskan Wiratcana akibat erupsi itu banyak BPR yang terkena dampak dan menyebabkan kinerjanya merosot. Menghadapi situasi ini, pihaknya mengimbau anggotanya agar selalu berhati-hati. Ia juga minta pihak terkait jangan hanya menyalahkan BPR sebab saat ini memang kondisinya lagi seperti ini.

“Jadi dalam situasi ini harusnya diberikan relaksasi,” ujarnya seraya menambahkan langkah menjual aset untuk tambah modal juga tak mudah dalam kondisi lesu sekarang ini. Padahal menurt Wiratcana, BPR itu sebenarnya profit. Tapi karena kondisinya sekarang ini lagi lesu, menjadikan kinerja BPR jadi sangat sulit, terhambat. Ditanya soal pertumbuhan BPR tahun ini memang ditargetkan bisa 2 digit. “Kita menargetkan bisa 12 persen sejalan dengan kondisi di Karangasem yang terus membaik,” ujarnya. Menyinggung NPL (Kredit bermasalah) di beberapa BPR yang masih tinggi diakui hal itu sebagai akibat dampak erupsi Gunung Agung serta kelesuan ekonomi nasional yang juga terjadi di Bali. Namun terkait adanya sejumlah BPR yang kini dalam pengawasan intensif OJK (Otoritas Jasa Keuangan), Wiratcana mengaku belum mendapatkan laporannya. “Kalau itu saya belum tahu,” jelasnya. Sebagaimana dijelaskan Kepala OJK Regional 8 Bali Nusra Hizbullah, saat berbuka puasa bersama wartawan, Senin (21/5) malam ada tujuh BPR yang dalam pengawasan intensif OJK karena masalah kredit. “Kita lagi melakukan pengawasan intensif terhadap BPR tersebut yang tujuannya agar bisa segera berbenah. Jadi jangan sampai tambah berat. Yaa masih dalam pengawasan intensif, belum khusus,” tegasnya. Hizbullah

juga mengingatkan masih terbatasnya SDM BPR baik di level direksi maupun tenaga lapangan. Ini juga menjadi kendala sejumlah BPR. Terkait SDM, Wiratcana mengaku dari sisi kualitas sebenarnya SDM BPR sudah memadai sebab seluruh direksi sudah bersertifikasi. Kendalanya terletak antara pengguna (BPR) dengan calon direksi. “Ini masalah kecocokan saja sehingga ada BPR yang komposisi direksinya belum lengkap. Kalau kualitasnya semua sudah bersertifikasi,” tegasnya. (bas)