Ketua PC FSP Par-SPSI Badung: Banyak Pengusaha Belum Pahami UMK

(Baliekbis.com),Meski Upah Minimum Kabupaten (UMK) merupakan kegiatan rutin dilakukan setiap tahun, namun diyakini belum semua paham dan melaksanakannya dengan baik. Banyak pekerja tidak paham bahwa UMK ada karena ada serikat pekerja. Jadi tanpa serikat pekerja maka tak ada UMK.

“Karena setiap kita melakukan monitoring UMK, seringkali perusahaan yang kami kunjungi yang kebetulan tidak ada serikat pekerjanya mengatakan untuk apa ada serikat pekerja atau serikat buruh,
toh UMK sudah diteken oleh Gubernur Bali,” ujar Ketua Pengurus Cabang Federasi Serikat Pariwisata SPSI Kabupaten Badung Putu Satyawira Marhaendra usai sosialisasi UMK tahun 2020, Selasa (10/12/2019).

Dikatakan Satyawira, mereka tidak paham bahwa tanpa keterlibatan serikat pekerja, maka UMK tidak dapat diputuskan. Jadi Gubernur hanya menandatangani apa yang menjadi kesepakatan Dewan Kabupaten Badung.

“Pak Kadis Tenaga Kerja Badung juga sudah menyampaikan bahwa tanpa kesepakatan PHRI dengan serikat kerja di sektor pariwisata maka jangan harap menikmati tambahan 5% untuk UMSK (Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota). Tanpa serikat pekerja, kita tidak akan bisa memperbaiki taraf hidup kita, minimal melalui upah minimum,” ujarnya.

Dikatakan Satyawira, upah minimum ini pun prosesnya tidak mudah. Ada SP PAR, SP Mandiri, SP NIBA dan SP yang lainnya. Sehingga di dewan pengupahan pasti melalui SP-SP ini. Untuk di Kabupaten Badung, ada 4 Dewan Pengupahan Kabupaten Badung, 3 dari SP Par dan 1 dari SP Bali.

Diakui, jumlah pekerja yang berserikat memang masih minim, dibanding jumlah pekerja yang tidak berserikat yakni hanya 12 ribu di Badung. Tapi Jumlah pekerja yang menikmati UMK Badung di atas 70 ribu pekerja. Ketika monitoring di lapangan, ada yang bertanya kenapa upah di Badung lebih kecil di banding daerah lain? Dan itu justru ditanyakan oleh pekerja yang tidak berserikat.

Kalau di Jabodetabek banyak yang menjadi anggota serikat pekerja, sehingga gerakannya beda. “Kalau kita di Bali yang menjadi anggota jumlahnya serikat sedikit. Jika ingin menjadi lebih baik, mari bergabung dengan kami,” saran Satyawira.
seraya menambahkan di dalam pelaksanaan upah minimum, tahun 2020 menuju 2021 akan berbeda, karena rumusan tahun ini kemungkinan akan berganti formula kembali.

Serikat pekerja berperan penting dalam proses pendapatan upah minimum kabupaten/kota dari Aceh sampai Papua termasuk Kabupaten Badung. “Jadi mohon dipahami setelah menerima Pergub, kalau perusahaannya tidak melaksanakan UMK, maka akan menjadi problem karena anda tidak berserikat,” tegasnya.

Kalau tidak berserikat berarti pengaduannya bersifat individu, sehingga yang mengadu, biasanya dipecat. “Itulah fakta di lapangan yang saya temukan,” jelas Satyawira mengingatkan.

Lalu, dalam proses walaupun keputusan gubernur ini mudah didapat melalui teknologi, bisa scan lalu diedarkan, HR minta hard copy. Karena ketika SP berunding dengan manajemen, manajemen minta yang hard copy. Dikatakan Satyawira, pihaknya dari serikat pekerja pariwisata sebetulnya tidak terlalu konsentrasi dengan upah minimum karena berlaku untuk satu tahun ke bawah.

“Kami justru berfokus ke struktur skala upah sehingga kami sangat berharap bahwa manajemen yang ada di Badung betul-betul tidak hanya berpikir tentang upah minimum yang bagaimana melihat upah minimum hanya untuk satu tahun ke bawah. Tapi bagaimana memberikan tempat bagi pekerja yang sudah mengabdi 15 tahun. Jangan sampai upahnya sama dengan upah minimum. Mari kita berikan penghargaan atas produktivitas dan masa pekerja yang sudah diatur oleh UU 13 Tahun 2003,” ujarnya.

Dan ini juga wajib dituangkan oleh perusahaan yang tidak ada serikat pekerjanya melalui peraturan perusahaan menjadi lampiran dalam PP.
Namun bagi perusahaan yang ada serikat pekerjanya wajib melampirkan dalam Perjanjian Kerja Bersama. Lampirannya wajib ditandatangani oleh pengurus serikat pekerja.

Setelah ada struktur skala upah melalui BKB untuk serikat pekerja, mudah-mudahaan betul-betul dilaksanakan sehingga memberikan dampak daya beli terhadap pekerja pariwisata sehingga mampu menggerakkan roda perekonomian di Badung.

Sesuai dengan PP 78, terhitung sejak Oktober 2015 seluruh perusahaan sudah diberikan tenggang waku untuk menerapkan struktur skala lipat. Jadi bagi kami di serikat pekerja, pengusaha wajib menerapkan struktur skala upah bagi masa kerja.

“Mohon HRD, HRM jangan membayar PKWT di bawah UMK. Jangan membayar tenaga Daily Worker (harian) baik dengan 5-6 kerja di bawah upah minimum dalam hitungan harinya. Karena di dalam ranperda sudah kami usulkan bahwa mereka wajib mendapatkan upah minimum kabupaten/kota se Provinsi Bali,” jelasnya. (bas)