Ketua AVB: Bali Bisa Belajar dari Kejadian Rokok Elektrik di Thailand

(Baliekbis.com), Asosiasi Vaporizer Bali (AVB) mengingatkan agar wilayah Bali perlu melihat kejadian di Thailand sebagai referensi terkait penggunaan produk tembakau alternatif. Hal ini menyusul kasus penahanan terhadap Cecilia Cornu, 31 tahun, seorang wisatawan perempuan asal Perancis yang berkunjung ke Thailand oleh kepolisian setempat akibat kedapatan membawa rokok elektrik.

Ketua Asosiasi Vaporizer Bali Gede Maha menjelaskan ditangkapnya wisatawan tersebut menjadi preseden buruk bagi sektor pariwisata di Asia. Wisatawan tentu akan berpikir ulang jika berniat berlibur ke negara yang melarang rokok elektrik. Apalagi Bali merupakan kawasan strategis pariwisata dimana banyak wisatawan mancanegara yang berkunjung di wilayah ini.

“Kalau di Thailand itu aturan soal tembakau alternatif cukup ketat, seperti di Singapura, karena di Thailand itu tidak ada tax (pajak) untuk produk tembakau alternatif,” katanya saat dihubungi wartawan, Rabu (20/3).

Saat ini, pengguna vape di Bali kebanyakan merupakan wisatawan mancanegara. Oleh karena itu, jika Indonesia juga menerapkan larangan penggunaan rokok elektrik, maka kunjungan wisatawan asing di Bali bisa berkurang secara signifikan.

Namun, menurut Gede Maha, untungnya keberadaan produk tembakau alternatif di Indonesia sudah diakui oleh negara sebagai barang yang dikenakan cukai. Produk tembakau alternatif, seperti rokok elektrik juga dipastikan hanya boleh digunakan bagi yang sudah berusia di atas 18 tahun.

Adanya aturan cukai bagi rokok elektrik juga terbukti memberikan pemasukan yang lebih baik bagi negara. Sejak November 2018 hingga akhir Januari 2019, cukai yang disumbangkan kepada negara oleh kategori Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) sudah mencapai sekitar Rp 200 miliar. “Kalau di Indonesia, tembakau alternatif seperti vape itu diatur oleh Menteri Keuangan. Pemerintah menerapkan cukai 57 persen,” imbuhnya.

Laporan Status Global Pengurangan Bahaya Tembakau 2018 mencatat sebanyak 62 negara telah menerapkan peraturan bagi produk tembakau alternatif. Beberapa negara maju tersebut di antaranya Amerika Serikat, Inggris, Jepang, Kanada, Korea Selatan, dan lain-lain.

Kasus penahanan wisatawan di Thailand semestinya menjadi pelajaran berharga bagi negara-negara lain dalam menetapkan aturan mengenai produk tembakau alternatif.

Sebab, jika tidak dikelola dengan baik, pengaturan tersebut berpotensi merugikan sektor pariwisata yang selama ini menjadi salah satu andalan pendapatan negara. Peraturan produk tembakau alternatif seyogyanya tidak diarahkan kepada pelarangan mutlak.

Negara yang melarang produk tembakau alternatif menurutnya belum melakukan kajian secara lengkap tapi sudah membuat aturannya. Padahal, hampir semua riset internasional menyebutkan bahwa produk tembakau alternatif memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah ketimbang rokok konvensional. Perlu diketahui, pada 30 Januari 2019, Cecilia Cornu, wisatawan Perancis ditangkap kepolisian Phuket, Thailand saat berlibur bersama tunangannya karena kedapatan membawa rokok elektrik. Akibatnya, ia ditahan di Kantor Polisi Karon selama empat hari tiga malam di dalam sel yang sempit dan makanan yang tidak higienis. Ironisnya, polisi meminta uang suap sebesar 40.000 Baht atau setara dengan 18 juta rupiah agar Cecilia dibebaskan.

Chiang Rai Times menulis, kasus ini mendapatkan reaksi keras dari komunitas vapers setempat. Maris Karanyawat, perwakilan kelompok End Cigarettes Smoke Thailand bahkan menegaskan akan meminta Perdana Menteri Thailand, Prayut Chan-o-cha mencabut larangan vaping di negara tersebut. “Berita itu merusak citra negara sebagai tujuan wisata. Ini adalah hasil dari larangan rokok elektrik yang menyebabkan kebingungan dalam penegakan hukum,” ungkap Maris.

Dia mengatakan komunitasnya meminta Departemen Perdagangan Luar Negeri dan Departemen Perdagangan segera menemukan peraturan yang sesuai guna mengganti larangan rokok elektrik yang sudah berlaku sejak 2014.

Thailand termasuk negara yang cukup keras menentang keberadaan rokok elektrik, termasuk vape. Para pelanggar pun harus siap menghadapi hukuman berdasarkan pemberitahuan dari Departemen Perdagangan serta perintah dari Dewan Perlindungan Konsumen.

Situasi ini juga turut mengundang reaksi negatif dari sejumlah negara. Bahkan, beberapa negara telah mengeluarkan peringatan perjalanan (travel warning) bagi para wisatawan mereka yang akan berkunjung ke Thailand. Di antara negara yang memberikan travel warning adalah Inggris, Uni Emirat Arab, Vietnam, dan Rusia. (abt)