Kepala BBPOM Bali: Makin Baik Pemahaman Masyarakat terhadap Dampak Bahan Berbahaya pada Makanan

(Baliekbis.com),Kepala Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) di Denpasar Bali I Gusti Ayu Adhi Aryapatni mengakui pemahaman masyarakat terhadap dampak bahan berbahaya pada makanan dan obat-obatan sudah semakin meningkat.

“Terbukti makin sedikit ditemukan pada makanan maupun obat yang mengandung zat-zat berbahaya,” jelasnya dalam obrolan santai bersama media, Senin (2/11/2019) malam di Sanur. Dalam obrolan santai tersebut, pihak BBPOM juga mencari masukan termasuk langkah-langkah penyebarluasan informasi ke masyarakat melalui media.

Dijelaskan BBPOM setiap tahun melakukan uji terhadap sekitar 3.500 obat dan makanan. “Hanya sedikit yang kita temukan adanya produk makanan dan obat yang menggunakan bahan-bahan berbahaya,” jelasnya.

Meski demikian diakui untuk jajan tradisional yang banyak dipakai untuk upacara masih dominan menggunakan pewarna Rhodamin B yang berbahaya. “Jajan tersebut memang tak dikonsumsi, tapi karena diberikan untuk pakan ternak, maka daging ternak tersebut bisa berbahaya bila dimakan,” jelas Aryapatni yang sebelumnya sempat bertugas di Surabaya dan Batam ini.

Sebagaimana diketahui, Rhodamin B merupakan salah satu zat pewarna sintetis yang biasa digunakan pada industri tekstil dan kertas. Pewarna yang juga dikenal dengan sebutan ‘kesumba’ ini dilarang penggunaannya pada makanan oleh Menteri Kesehatan yakni Permenkes No.239/Menkes/Per/V/85.

Aryapatni mengakui pewarna ini masih juga ditemukan di pasar-pasar tradisional. Sedangkan zat berbahaya lainnya diakui sudah berkurang berkat meningkatnya pengetahuan masyarakat terkait dampak zat berbahaya tersebut.

Kepala BBPOM menambahkan meningkatnya pemahaman akan dampak zat berbahaya baik yang ada dalam makanan maupun obat tidak terlepas dari berbagai upaya penyuluhan yang dilakukan baik melalui kelompok masyarakat hingga kalangan pelajar.

“Kami sudah membentuk Saka POM di kalangan pramuka, KKPD (Kader Keamanan Pangan Desa) yang merupakan gerakan pangan masuk desa. Bahkan sejak tahun 2010 terjun ke sekolah-sekolah di mana setiap tahunnya menyasar sampai 200 sekolah,” jelasnya.

Untuk pangan masuk desa yang dirintis sejak 2013 ini diakui memang masih terbatas yakni baru menyasar 25 desa termasuk pembentukan kader di desa. Terkait temuan pelanggaran di lapangan, dikatakan pihaknya masih menekankan pada pembinaan sehingga tak sampai ke jalur hukum. Namun produk yang dinilai membahayakan sudah dimusnahkan. “Nilainya ratusan juta rupiah,” ujarnya. (bas)