Kasus Jual-Beli Tanah, Pengusaha Zainal Tayeb Jalani Sidang Perdana

(Baliekbis.com), Pengusaha asal Bugis yakni Zainal Tayeb, menjalani sidang perdana secara daring yang dipimpin Hakim Ketua I Wayan Yasa di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Kamis (16/9/2021).

Sidang terhadap terdakwa kelahiran Mamasa 25 April 1955 ini terkait dugaan tindak pidana menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam akta autentik.

Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) dan Humas Kejari Badung I Made Gde Bamaxs Wira Wibowo seizin Kejari Badung I Ketut Maha Agung membenarkan sidang perdana terhadap Zainal Tayeb dengan agenda pembacaan dakwaan. “Ya sidangnya secara online,” terangnya.

Dalam sidang, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Imam Ramdhoni menjerat terdakwa dengan Pasal 266 ayat (1) pada dakwaan pertama dan Pasal 378 ayat (1) pada dakwaan kedua.

Dijelaskan, kasus ini bermula ketika terdakwa menghubungi saksi Hedar Giacomo. Di sana terdakwa meminta bertemu untuk membicarakan kerja sama pembangunan rumah vila.

Pada tanggal 25 September 2017, saksi Hedar menemui terdakwa di rumahnya dan terjadilah percakapan mengenai materi yang akan dituangkan dalam Akta Perjanjian Notaris. Dalam pertemuan tersebut selain terdakwa dan saksi Hedar, juga hadir saksi Yuri Pranatomo selaku orang kepercayaan terdakwa, serta saksi Luh Citra Wirya Astuti dan Kadek Swastika selaku pegawai Zainal

“Di dalam pertemuan tersebut, terdakwa menyampaikan kepada saksi Hedar bahwa ia akan menjual tanah dengan luas keseluruhan 13.700 M² dengan harga permeter persegi Rp 4,5 juta dan akan menjadi salah satu klausul dalam perjanjian kerja sama pembangunan dan penjualan,” kata jaksa.

Tanpa memiliki rasa curiga, saksi Hedar menyetujui dan menyanggupi untuk membayar tanah milik terdakwa dan percaya kepada terdakwa bahwa total luasan tanah tersebut benar memiliki luas 13.700 M².

Selanjutnya, terdakwa memerintahkan saksi Yuri Pranatomo (sudah divonis bebas ) untuk membuat draft berdasarkan hasil pertemuan dengan saksi Hedar yang akan diajukan ke Notaris untuk dibuatkan akta.

Draft yang dibuat berisi bahwa terdakwa selaku pihak pertama dan saksi Hedar selaku pihak kedua sepakat untuk membuat Perjanjian Kerjasama Pembangunan dan Penjualan. Bahwa objek kerjasama adalah 8 Sertifikat Hak Milik (SHM) yang seluruhnya atas nama terdakwa dengan luas total 13.700 M². Harga dan nilai kerja sama adalah Rp 4,5 juta permeter perseginya sehingga total yang harus dibayarkan saksi Hedar kepada terdakwa Rp 61,650 miliar.

“Pembayaran atas harga keseluruhan kerja sama oleh saksi Hedar dengan 11 kali termin,” ucap jaksa. Namun anehnya, baik terdakwa maupun saksi Yuri selaku orang kepercayaan terdakwa tidak pernah memberikan foto copy Sertifikat Hak Milik yang dijadikan objek perjanjian maupun memberikan keterangan luas masing-masing ke delapan Sertifikat Hak Milik tersebut.

Singkat cerita, pada bulan Desember 2019, saksi Luh Citra Wirya Astuti dan saksi Kadek Swastika selaku pegawai melakukan penghitungan luas tanah atas foto copy Sertifikat Hak Milik beserta bukti pendukungnya. Di sana akhirnya terungkap kedelapan Sertifikat Hak Milik yang dijadikan objek perjanjian dalam Akta Nomor 33 tanggal 27 September 2017 hanya memiliki luas total 8.892 M². Padahal di dalam Akta tercantum kedelapan Sertifikat Hak Milik yang seluruhnya atas nama terdakwa memiliki luas total 13.700 M².

“Bahwa akibat perbuatan terdakwa memasukkan keterangan yang tidak benar ke dalam Akta Nomor 33 tanggal 27 September 2017 mengakibatkan saksi Hedar mengalami kerugian kurang lebih sekitar Rp 21,6 miliar,” kata jaksa. (ist)