Kaisar Jepang Anugerahkan Bintang Jasa “The Order of the Rising Sun, Gold Rays with Neck Ribbon untuk Musim Gugur” kepada Prof. Bandem

(Baliekbis.com),Kaisar Jepang Naruhito akan menganugerahkan Bintang Jasa The Order of the Rising Sun, Gold Rays with Neck Ribbon untuk Musim Gugur Tahun 2019 pada 3 November 2019 kepada Prof. Dr. I Made Bandem, MA.

Penghargaan tertinggi Pemerintah Jepang bagi warga negara asing, untuk Indonesia diberikan kepada Prof. Made Bandem – salah seorang pendiri ITB STIKOM Bali –ini akan diserahkan oleh Konsul Jenderal (Konjen) Jepang Wilayah Bali – Nusa Tenggara di Bali, Mr. Hirohisa Chiba di kantor Konjen Jepang, Renon, Denpasar, Jumat (31/1/2020) petang.

Menurut Konjen Jepang Mr. Hirohisa Chiba, penghargaan kepada Prof. Bandem ini karena beliau adalah seorang akademisi dan budayawan terkemuka di Indonesia, yang memberikan kontribusinya yang luar biasa dalam pertukaran akademis dan peningkatkan saling pengertian antara Jepang dan Indonesia.

“Beliau (Prof I Made Bandem) adalah seorang pakar tari Bali dan seniman terkemuka, juga sangat terkenal sebagai peneliti seni-budaya dan insan akademis (budayawan dan akademisi),” jelas Hirohisa Chiba ditemui beberapa waktu lalu.

Sebelumnya pada 8 September 2017, Kementerian Luar Negeri Jepang juga memberi penghargaan kepada Prof. Dr. I Made Bandem, MA atas jasa-jasanya meningkatkan hubungan diplomatik antara Indonesia dan Jepang serta negara-negara lain melalui jalur kebudayaan dan seni, yang diserahkan oleh Mr. Hirohisa Chiba.

Seperti diketahui, Prof. Made Bandem adalah seorang seniman akademisi yang lahir di Desa Singapadu, Gianyar pada 22 Juni 1945 dan telah dikenal sebagai salah seorang tokoh Diplomasi Kebudayaan Indonesia. Predikat itu dirintisnya sejak dia menjadi penari dan pemimpin ASTI/STSI Denpasar (1982-1997), ISI Yogyakarta (1997-2006) serta guru besar tari, gamelan, dan teater Bali di College of the Holy Cross (2007-2015).

Selama itu dia sering bertugas sebagai Direktur Artistik Misi Kesenian Indonesia ke luar negeri dan pada tahun 1990-1991 saat bertugas sebagai sutradara pergelaran Indonesia pada pameran KIAS (Kesenian Indonesia di AS) pernah diberi julukan oleh The New York Times sebagai “The Joe Papp of Bali,” seorang seniman yang membawa seni pentas ke tingkat profesional.

Sebagai seorang penari Bali yang berbakat, I Made Bandem mengikuti perlawatan Misi Kepresidenan Republik Indonesia, ke The Philippines tahun 1964, ke Korea Utara, Tiongkok, dan Jepang pada tahun 1965. Sejak belajar di University of Hawaii pada tahun 1968, I Made Bandem telah tertarik mempelajari kesenian Jepang, hingga bisa menari Bon Odori bersama para mahasiswa di University of Hawaii.

Di University of California at Los Angeles (UCLA), Bandem belajar Etnomusikologi dari Prof. Dr. Mantle Hood. Dibantu oleh istrinya, Swasthi Bandem dia juga mengajar tari dan gamelan Bali dari tahun 1969-1972. Di samping mengajar kesenian Bali, I Made Bandem mulai mempelajari tari Bugaku dan musik Gagaku, dua genre seni klasik Jepang, dari seorang maestro yang bernama Suenobu Togi. Dari tahun 1970-1972, Bandem dan istrinya ikut dalam kelompok Gagaku dan Bugaku UCLA untuk melakukan pementasan di Kampus UCLA dan Kuil-kuil masyarakat Jepang di sekitar Kota Los Angeles.

Saat mengambil gelar Doktor (S-3) dalam bidang Etnomusikologi di Wesleyan University (1977-1980), Bandem dan istrinya juga sempat mengambil mata kuliah Gagaku dan Bugaku dari maestro, Matsaro Togi selama 1 tahun dan sering mengadakan pementasan di sekitar Kota Middletown, Connecticut.

Ketika sudah menjadi Ketua Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI) dan Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Denpasar pada tahun 1982-1997, I Made Bandem banyak sekali menerima mahasiswa Dharmasiswa dan non Dharmasiswa dari Jepang yang suka mendalami kesenian Bali seperti tari dan gamelan di Kampus ASTI dan STSI Denpasar. Sampai saat ini masih banyak mahasiswa dan peneliti dari Jepang yang belajar di ISI Denpasar dan Sanggar Seni Makaradhawaja milik I Made dan Swasthi Bandem di Desa Singapadu, Gianyar. Diantara mereka banyak yang sudah menjadi kandidat M.A. dan Ph.D. yang melakukan penelitian tentang musik, tari, dan teater Bali. Demikian pula ketika menjabat Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta (1997-2006), I Made Bandem banyak menerima mahasiswa Darmasiswa Indonesia dari Jepang yang mempelajari tari dan gamelan Jawa.

Pada tahun 1982, atas undangan The Japan Foundation, bersama I Gusti Bagus Nyoman Pandji, I Made Bandem diminta untuk memimpin Misi Kesenian Bali ke Jepang yang berintikan drama tari Gambuh, Topeng, dan Kebyar. I Made Bandem selalu tampil sebagai penari topeng, gambuh dan tari Oleg Tamulilingan bersama istrinya. Selain ikut menari, I Made Bandem bertugas memberi ceramah dan workshop teater Bali kepada para dosen dan mahasiswa di beberapa universitas di Jepang. Misi Kesenian itu mengadakan pementasan di Tokyo, Kyoto, Osaka, Kobe, Hiroshima, Nara, Okinawa dan beberapa kota lainnya.

Hubungan antara kesenian Bali dan Jepang makin bertambah erat sejak I Made Bandem bertemu dengan Prof. Dr. Tsutomu Oohashi (Prof. Yamashiro), seorang scientist Jepang yang memiliki grup Kesenian Bali terbesar di Jepang. Sejak tahun 1984, I Made Bandem selalu diundang untuk mengikuti seminar dalam kesenian oleh Prof. Yamashiro yang kemudian membentuk sebuah Yayasan (bersama Gubernur Bali Ida Bagus Oka dan Ibu Sari Sudo) yang dinamakan Yayasan Cipta Budaya Bali yang tugasnya untuk merancang pertukaran budaya antara Bali dan Jepang. Grup Kesenian (Kecak) Yamashirogumi sering tampil di PKB dan I Made Bandem sering pula diundang ke Jepang untuk menghadiri Kecak Festival dan beberapa seminar internasional atas usaha Yayasan Cipta Budaya Bali, cabang Tokyo.

Pada tahun 1987, I Made Bandem dan istrinya, memimpin sebuah grup “Children of Bali” ke Jepang yang mengadakan pementasan di Osaka Expoland, dalam rangka Asian Children Festival. Pementasan anak-anak dalam Festival yang disponsori oleh National Museum Osaka itu mendapat perhatian besar dari masyarakat Jepang. Setahun setelah itu, I Made dan Swasthi Bandem ditunjuk sebagai kurator yang bertugas mengadakan busana dan asesories Pakaian Adat Bali yang dijadikan koleksi Fashion Museum di Kota Kobe.

Pada tahun 1994, atas prakarsa Yayasan Cipta Budaya Bali, Prof. Yamashiro memperkenalkan I Made Bandem dengan President NTT Data Corporation, Mr. Shirou Fujita dan perkenalan itu menjadi cikal bakal kerjasama STSI Denpasar dengan NTT Data dalam pengembangan SUISAI ART Computer, sebuah sistim perangkat lunak untuk melukis dengan komputer. Kerjasama itu menyebabkan banyak anak-anak Bali dari Desa Kamasan, Klungkung dan mahasiswa STSI Denpasar yang pintar melukis dengan komputer. Lima tahun kemudian SUISAI Graphic Art Sofware yang bersejarah itu didistribusikan kepada seluruh perguruan tinggi seni di Indonesia seperti ISI Yogyakarta, STSI Bandung, STSI Surakarta dan STSI Padang Panjang.

Pada tahun 1996-1997 I Made Bandem ditunjuk oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Prof. Dr.-Ing Wardiman Djojonegoro sebagai Artistic Director Festival Persahabatan Indonesia-Jepang 1997, dan I Made Bandem setiap bulan pergi ke Jepang, mengunjungi Tokyo, Kyoto, Osaka, Kobe, Iwate, Okaido untuk mempersiapkan pergelaran dan pameran seni lukis di beberapa teater dan museum di Jepang. Festival IJFF (Indonesia-Japan Friendship Festival) itu dibuka secara resmi oleh Putra Mahkota Pangeran Akishino dan Putri Kiko, pada tanggal 16 September 1997.

Pada 10 Agustus 2002, Prof. Bandem bersama Drs. Satrya Dharma, Drs. Ida Bagus Dharmadiaksa, M.Si., Ak., dan Dr. Dadang Hermawan, yang dijuluki sebagai empat sekawan, mendirikan STMIK STIKOM Bali dan kini berubah status menjadi ITB STIKOM Bali. Baik dalam posisinya sebagai pendiri maupun sebagai Pembina Yayaasan Widya Dharma Shanti (induk ITB STIKOM Bali), Bandem terus merintis, mengembangkan dan membuka jalan bagi kerjasama internasional antara ITB STIKOM Bali dengan Kyushu Sangyo University, Fukuoka dan Bunkyo University. Serta membuka pusat Studi Jepang di ITB STIKOM Bali guna menyiapkan generasi muda Indonesia untuk mengikuti magang kerja di Jepang selama 3 tahun. Hingga saat ini sebanyak 113 anak muda Indonesia sedang mengikuti magang kerja di berbagai perusahaan di Jepang dan sekitar 80-an orang lagi sedang mengikuti kursus bahasa Jepang sebagai persiapan ke Jepang. (rsn)