“Justice Collaborator” Bisa Membantu Pengungkapan Kasus Narkoba

(Baliekbis.com), Peran ‘Justice Collaborator’ dalam membantu pengungkapan kasus narkoba seperti dalam kasus tindak pidana korupsi dapat dimungkinkan. Hal tersebut diungkapkan oleh Abdul Aziz Khafia (DKI) Seminar ‘Uji Sahih RUU Perubahan atas UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika’, di aula Fakultas Hukum Universitas Udayana, Selasa (27/8/2019).

Hal tersebut sekaligus menanggapi masukan dari Narasumber I Made Somya Putra,SH, MH dari LSM Gerakan Anti Narkoba Nasional (GANNAS). Menurut Somya peran justice collaborator dapat dihadirkan agar dapat membongkar kasus narkoba sampai ke akar-akarnya.

“Kalau standar penanganan kasus narkoba yang selama ini ditangani hal tersebut belum dapat diterapkan sepanjang yang bersangkutan sudah menjadi tersangka, namun jika ada masyarakat melakukan pelaporan tentunya akan kami terima, bukankah itu merupakan salah satu wujud peran serta masyarakat,” kata AKBP Nyoman Sebudi, Kabid Pemberantasan BNNP Bali.

Namun menurut Kabag Wassidik Ditresnarkoba Polda Bali AKBP Putu Janawati, selama ini pihaknya bekerja sama dengan lapas di Bali sering menerima informasi dari para narapidana binaan untuk pengembangan suatu kasus narkoba, “Jika kasus itu nantinya terbukti, maka kami akan memberikan laporan balik terkait informasi itu kepada pihak Dirjen Lapas agar yang bersangkutan diberikan ‘reward’ dalam kebijakan remisi pengurangan masa pidana,” jelasnya.

Anhar Nasution (Anggota Komisi II DPR RI 2004-2009 yang ikut merumuskan undang-undang nomor 2009 tentang Narkotika) memberikan apresiasi yang tinggi kepada Universitas Udayana yang telah berhasil menghadirkan para narasumber yang cukup memiliki kapasitas yang baik dalam seminar tersebut. “Notulensi dari seminar ini akan menjadi masukan catatan penting dalam RUU Perubahan atas UU No 35 Tahun 2019,” ujarnya.

10 orang senator yang hadir dalam acara uji sahih adalah Abdul Aziz Khafia (DKI), Maria Goreti (Kalbar), Chaidir Djafar (Papua Barat), KH Muslihuddin Abdurrasyid (Kaltim), Iqbal Parewangi (Sulsel), Mesakh Mirin (Papua), Abraham Liyanto (NTT), Stevanus Ban Liow (Sulut), Lalu Suhaimi (NTB), dan Rafli (Aceh).

Delegasi Komite III dipimpin oleh Senator dari DKI Jakarta, Abdul Aziz Khafia. Dalam sambutannya, Waka komite III tersebut mengatakan pemilihan Provinsi Bali sebagai tuan rumah uji sahih karena banyak alasan. Salah satunya adalah, Provinsi Bali memiliki pengalaman yang panjang tentang penanganan kasus-kasus penyalahgunaan Narkoba, yang juga melibatkan warga negara asing.

“Kami memilih Universitas Udayana karena perguruan tinggi ini sangat concern terhadap masalah penegakan hukum masalah penyalahgunaan narkoba,” tambahnya. Seminar uji sahih dibuka secara resmi oleh Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Prof. Dr. I Made Arya Utama. Dalam uraiannya, guru besar hukum pidana tersebut menyatakan Universitas Udayana memberlakukan beragam kebijakan untuk mencegah masuknya narkoba ke kampus.

“Kami menetapkan semua aktivitas kampus berakhir jam 23.00 WITA untuk mengantisipasi penggunaan doping sebagai stimulan penambah energi di kalangan civitas akademika Universitas Udayana,” paparnya.

Acara yang dipandu oleh Gede Made Swardhana (pakar hukum pidana Universitas Udayana) menghadirkan para akademisi dan praktisi yang concern terhadap masalah narkotika. Mereka adalah Anhar Nasution (Anggota Komisi II DPR RI 2004-2009 yang ikut merumuskan undang-undang nomor 2009 Tentang Narkotika), Nyoman Sebudi (Kabid Pemberantasan BNNP Provinsi Bali), Bagus Surya Kusumadewa (Kepala Seksi Kesehatan Masyarakat RSJ BAli), I Made Somya Putra (LSM GANNAS Provinsi Bali), I Gusti Ketut Ariawan (Pakar hukum Pidana). Sedangkan peserta seminar sendiri selain guru besar, dosen, serta mahasiswa Universitas Udayana, juga melibatkan perwakilan dari beberapa kampus swasta di Bali. (bas)