Jumlah Perokok Terus Meningkat, Konsep Pengurangan Risiko Solusi Atasi Masalah Rokok

(Baliekbis.com), Data Badan Pusat Statistik (BPS) Bali tahun 2018 menunjukkan angka prevalensi perokok di Bali tercatat mengalami peningkatan. Bahkan angka perokok remaja dari tahun 2016 yang berjumlah 11,2 persen naik pada tahun 2017 hingga 14,1 persen.

Jumlah perokok yang tinggi dipastikan dapat memberikan dampak negatif bagi kesehatan dan ekosistem lingkungan, khususnya pada kualitas udara karena asap yang dihasilkannya.

Menurut peneliti Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP) dan Ketua Koalisi lndonesia Bebas TAR (KABAR) Dr. drg. Amaliya, MSc., PhD., masyarakat perlu mendapatkan edukasi mengenai zat berbahaya yang terkandung dalam asap rokok. Untuk itu, perlu adanya dukungan dari Pemprov Bali untuk memperkenalkan konsep pengurangan risiko bagi rokok melalui produk tembakau alternatif yang tidak melalui proses pembakaran melainkan pemanasan sehingga menghasilkan uap bukan asap.

Dengan demikian, produk tersebut tidak menghasilkan TAR dan berbagai zat kimia berbahaya bagi tubuh manusia. ”Perilaku merokok tidak serta merta dapat diubah secara singkat. Untuk itu, konsep pengurangan risiko dapat berdampak lebih efektif dibandingkan larangan merokok. Pemerintah dapat belajar dari beberapa negara yang telah menerapkan pendekatan ini, salah satunya Inggris yang terbukti berhasil menerapkan konsep pengurangan risiko secara efektif,” kata Amaliya dalam diskusi media di Ayucious Denpasar, Selasa (14/5/2019).

Diskusi yang bertajuk Wujudkan Bali Bersih melalui Ekosistem yang Sehat “Pengurangan risiko tembakau sebagai Solusi Mengatasi Masalah Rokok di Bali” digelar Forum Wartawan Berdiskusi (FWB) dipandu Nyoman Winata menghadirkan empat pembicara yakni Dr. drg. Amaliya,M.Sc., PhD, Peneliti Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP) dan Ketua Koalisi Indonesia Bebas Tar (KABAR), drg. Dedhy Widyabawa, S.Perio, Pakar Kesehatan Gigi Fakutas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar I Gede Agus Mahartika selaku Ketua Asosiasi Vaporizer Bali dan Pakar Hukum Rambo Sanger.

Ditambahkan dengan menerapkan konsep pengurangan risiko dan berkat adanya produk tembakau alternatif, Inggris telah sukses menurunkan jumlah perokoknya hingga 14,9 persen pada tahun 2017. Sebelumnya, tahun 2012, jumlah perokok di Inggris mencapai 19,3 persen dari total populasi dewasa.

Sementara Ketua Asosiasi Vaporizer Bali (AVB) I Gde Agus Mahartika, menambahkan masyarakat Bali, terutama perokok dewasa, berhak mendapatkan informasi yang jelas mengenai konsep pengurangan risiko dan produk tembakau alternatif. Hal ini sesuai dengan Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Pasal 4C dari undang-undang tersebut menyatakan konsumen berhak memperoleh informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa. “Konsep pengurangan bukan hanya terkait kesehatan dan keselamatan, melainkan terdapat aspek yang sangat penting, yaitu hak asasi manusia dan hak konsumen,” ujar Gede Maha.

Tak hanya dari aspek kesehatan dan hak konsumen, Gede Maha meminta Pemprov Bali juga memperhatikan dari sisi ekonomi, sosial, dan hukum dari produk tembakau alternatif. “Kehadiran produk tembakau alternatif turut mendorong pertumbuhan UMKM di Bali yang berdampak terhadap terbukanya lapangan pekerjaan baru,” jelasnya.

Selain itu, dari sisi aturan, diharapkan produk tembakau alternatif diatur secara terpisah dan tidak seketat rokok. Gede Maha berharap Pemprov Bali dapat segera membuat aturan khusus untuk produk tembakau alternatif, termasuk peringatan kesehatan yang berbeda dari rokok, penjualan, promosi, iklan, sponsorship, tempat penggunaan, serta batasan usia penggunaan sehingga para produsen dan konsumen mendapatkan kepastian hukum. Terlebih karena produk tersebut tidak hanya memberikan potensi manfaat bagi perokok dewasa tapi juga bagi lingkungan di sekitarnya.

”Kontribusi produk tembakau alternatif yang terbukti efektif terhadap peningkatan kualitas kesehatan masyarakat perlu disambut baik oleh pemerintah dengan menghadirkan aturan yang berbeda dan tidak seketat rokok. Hal ini karena risiko kesehatannya juga jauh lebih rendah dibandingkan dengan rokok,” tegasnya. (bas)