Jaga Taksu Bali, Togar Situmorang: Aturan Ketinggian Bangunan Jangan Diutak-atik

(Baliekbis.com),Aturan ketinggian bangunan maksimal setinggi pohon kelapa atau setara 15 meter merupakan harga mati untuk menjaga taksu Bali. 

“Aturan yang sudah ada jangan diutak-atik lagi, apalagi direvisi. Ini sudah harga mati,” tegas Advokat kawakan dan pemerhati kebijakan publik Togar Situmorang, S.H.,M.H.,M.A.P., Senin (4/2) di Denpasar.

Pro kontra revisi aturan ketinggian bangunan dalam revisi Perda Nomor 16 tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bali masih terus bergulir. Bahkan sejumlah kepala daerah tegas menolak perubahan aturan ketinggian bangunan yang saat ini maksimal setinggi pohon kelapa atau setara 15 meter.

Togar Situmorang yang juga caleg DPRD Bali dapil Denpasar nomor urut 7 dari Partai Golkar itu secara tegas menolak adanya keinginan pihak tertentu merubah aturan ketinggian bangunan ini.

Advokat nyentrik yang dijuluki “panglima hukum” ini menegaskan harus melihat kajian jangka panjang mengenai ketinggian bangunan di Bali. Bukan melihat kondisi Bali dalam jangka pendek. “Kita jangan melakukan pengingkaran terhadap warisan kearifan lokal dan tetap harus berkomitmen pada bhisama Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) yakni ketinggian bangunan maksimal hanya 15 meter atau sama dengan tinggi pohon kelapa,” kata Togar Situmorang yang juga Ketua  Umum POSSI (Persatuan Olahraga Selam Seluruh Indonesia) Kota Denpasar itu.

Jika tata ruang tidak disesuaikan, maka caleg milenial yang dikenal dengan komitmen “Siap Melayani Bukan Dilayani dan Anti Korupsi, Anti Intoleransi” itu khawatir perkembangan yang begitu cepat justru sulit mengawal kelestarian Bali. “Tata ruang tidak boleh menyusahkan masyarakat, tetapi kelestarian Bali juga harus tetap terjaga,” tegas caleg yang juga Ketua Gerakan Nasional Pencegahan Korupsi Republik Indonesia (GNPK-RI) Provinsi Bali itu.

Namun menurut Togar, agar kehadiran Perda RTRW ini juga berguna bagi negara mungkin instansi pemerintah misalnya, aturan ini bisa memberikan dispensasi untuk kebutuhan darurat negara apabila dibutuhkan oleh negara dalam keadaan darurat.

Selain itu, pengaturan terkait sanksi terhadap pelanggaran tata ruang nantinya, tegas Togar yang kini tengah menyelesaikan disertasi Ilmu Hukum Universitas Udayana itu, juga harus disesuaikan dan tegas. “Ke depan pemerintah provinsi hanya koordinator, eksekutornya ya pemerintah kabupaten/kota,” tutup advokat dermawan dan banyak memberikan bantuan hukum gratis bagi masyarakat kurang mampu dan tertindas dalam penegakan hukum itu. (tmc)