Jaga Kerukunan dan Saling Menghargai, Desa Tembok Tejakula Deklarasikan Rumah Moderasi Beragama

(Baliekbis.com), Komitmen membangun kehidupan beragama yang harmonis, rukun dan saling menghargai menjadi agenda penting dalam memperkuat kesatuan dan persatuan. Hal itu ditunjukkan antara relasi umat beragama sejak dulu di berbagai desa di Kabupaten Buleleng.

Hal ini mendorong komunitas, lembaga perguruan tinggi dan berbagai tokoh dan elemen masyarakat di Desa Tembok, Kecamatan Tejakula mendeklarasikan Rumah Moderasi Beragama sebagai wujud dan komitmen dalam menjaga kerukunan dan saling menghargai antar pemeluk keyakinan.

Deklarasi Rumah Moderasi Beragama berlangsung Senin (5/9) pagi di Aula kantor Perbekel Tembok. Acara ini dilaksanakan mengingat penduduk di desa paling timur Kabupaten Buleleng ini sangat heterogen dari berbagai lintas agama.

Deklarasi rumah Moderasi ini sejatinya merupakan rangkaian dari puncak kegiatan Pengabdian Masyarakat yang dilaksanakan oleh Prodi Ilmu Komunikasi, STAHN Mpu Kuturan Singaraja yang bekerjasama dengan Jawara Internet Sehat, ICT Watch, Kominfo dan Siberkreasi terhitung Senin (29/8) sampai Senin (5/9).

Kegiatan dihadiri langsung Ketua STAHN Mpu Kuturan, Dr. I Gede Suwindia, S.Ag, M.A, Kepala Pusat Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat I Gusti Ayu Desy Wahyuni, S.Sn, M.Pd.H. Ketua Jurusan Dharma Duta Nyoman Suardika, S.Ag, M.Fil.H dan JaWara Internet Sehat Bali I Komang Agus Widiantara, M.I.Kom.

Dari Desa Tembok dihadiri oleh Perbekel Tembok, Dewa Komang Yudi Astara, Kelian Desa Adat Tembok I Dewa Putu Kantun, I Made Arijaya Kelian Desa Adat Ngis, I Made Suarna Ketua BPD Tembok, Ketut Rumastika Majelis Alit Kecamatan Tejakula, Tokoh Masyarakat Hindu Dewa Putu Tjakra, Perwakilan Pemuda Hindu Dewa Ketut Willy Asmawan.

Sedangkan dari Ketua Takmir Masjid Al Ihsan Yehbau Lahmudin, serta Budiman tokoh pemuda muslim di Desa Tembok. Acara diawali dengan dialog tentang pentingnya modersi beragam dalam meningkatkan kerukunan dan persatuan bangsa.

Ketua STAHN Mpu Kuturan Singaraja, Gede Suwindia yang memaparkan tema “Merawat Toleransi dan Bijak dalam Menanggapi Informasi Hoax” menjelaskan STAHN Mpu Kuturan memang ditunjuk sebagai rumah yang merawat moderasi beragama sebagai perpanjangtanganan dari Kementrian Agama.

Suwindia menjelaskan, di tengah kencangnya arus teknologi yang sulit dibendung. Isu agama menjadi isu yang sensitif dan kerap menimbulkan konflik horizontal antar penganut agama apabila hoax tidak diantisipasi. Padahal, Indonesia adalah negara yang berdiri dengan berbagai bentuk keyakinan agama.

“Sekarang musuh kita tidak hanya di hati, tetapi juga di jempol, kalau tidak hati-hati dalam menggunakan jempol dalam bermedsos, bisa menjadi petaka. Maka dari itu saring sebelum sharing sehingga tidak menimbulkan persoalan kedepannya,” paparnya.

Suwindia menekankan, agar masyarakat tetap memilah-milah dalam bermedsos. Karena banyak yang berusaha melakukan adu domba dengan berbagai cara. Terlebih, dalam dunia politik, isu agama adalah isu yang paling seksi di tahun politik.

Suwindia pun meminta agar masyarakat mewaspadai tahun politik 2024 yang kerap mengadu domba dengan isu agama. “Jangan sampai gara-gara politik, kita yang sudah rukun, guyub, malah benturan gara-gara afiliasi politik. Gunakan media sosial dengan bijak, bangun budaya literasi digital dengan baik. Untuk itu, ayo membangun moderasi, menjaga toleransi, membangun kearfan lokal yang kita miliki dalam memnjaga spirit kerukunan beragama di Tembok,” pesannya.

Sementara itu, Perbekel Tembok, Dewa Komang Yudi Astara yang memaparkan Relasi Jejak dan Hubungan Hindu Islam di Tembok menyebutkan bahwa kerukunan dalam beragama jauh sudah dilaksanakan di tembok, sebelum ada istilah moderasi beragama yang dikenal saat ini.

Menurutnya, dalam kehidupan beragama, antara Hindu dan Islam di Tembok spirit kolaborasinya sudah berjalan sejak dari dulu. Selama ini, penduduk Muslim di Tembok kebanyakan bermukin di Dusun Yeh Bau sejak ratusan tahun.

“Seingat saya dulu sejak saya kecil, hubungan Hindu-Islam di Tembok itu sangat kompak. Dan kerukunan sudah dirawat sejak dahulu oleh para leluhur kami. Ini sudah menyatu sekali. Sehingga saat Galungan, semeton muslim banyak membantu, begitu sebaliknya saat Idul Ftri semeton Hindu membantu,” ceritanya.

Begitu juga saat Idul Adha, semeton Hindu kerap diundang oleh semeton Muslim. Dalam acara itu, masyarakat membaur dan megibung bersama. Nilai-nilai ini sudah berjalan secara turun-temurun.

Di sisi lain, Lahmudin selaku tokoh Muslim Tembok dalam pemaparannya bertema “Meneguhkan Semangat Toleransi antar Umat Beragama” menjelaskan di Yeh Bau sudah ada satu masjid dan dua mushola dan ada sekitar 150 KK.

Lahmudin menceritakan jauh sebelum istiah moderasi dikenal, desa Tembok sudah menerapkan kerukunan antar umat beragama. Menurutnya, toleransi ada karena perbedaan. Meski berbeda dari sisi konsep ketuhanan, namun bukan berarti menjadi orang yang intoleran.

“Kami di Islam mengenal perintah dan larangan. Perintahnya kami bertetangga 10 rumah ke samping kanan kiri, kalau ada yang lapar, maka sudah wajib untuk memperhatikan. Seperti itu konsep dalam islam. Tentu ini adalah bentuk toleransi. Dengan siapapun, wajib untuk menjaga kerukunan,” singkatnya.

Sementara Koordinator JaWara Internet Sehat Bali I Komang Agus Widiantara berharap deklarasi desa toleran dengan mengusung konsep Rumah Moderasi di Desa Tembok, Buleleng menjadi semangat warga desa untuk menyemai persatuan dan kesatuan dengan komitmen yang telah dibangun agar kehidupan rukun dan damai. ” Yang tidak kalah penting warga di desa mulai sadar bahwa sikap intoleran rentan muncul dari beragam informasi bohong atau hoaks yang ditafsir benar dan dilipatgandakan di ruang publik. Ini yang harus diantisipasi, “ucapnya. *