Indonesia Butuh Lagu Anak-anak yang Berkualitas dan Mendidik

(Baliekbis.com), Setelah vakum selama 21 tahun, Dendang Kencana kembali hadir untuk anak-anak Indonesia. Ajang ini terakhir digelar oleh Kompas Gramedia tahun 1996 silam. Dendang Kencana merupakan sebuah kegiatan kepedulian pada anak-anak dan guru, khususnya lewat lagu anak, yang diadakan Kompas Gramedia. Program ini sekaligus menjadi kampanye “Lagu Untuk Anakku”. Sejumlah musisi dan figur terpilih turut serta mendukung serta menyuarakan hal ini. Diawali Workshop Cipta Lagu Anak, dengan pemateri komposer, musisi dan produser musik Indonesia yang bereputasi internasional, Dian HP dan Caecilia Hardiarini yang merupakan Dosen Jurusan Seni Musik Universitas Negeri Jakarta. Selain itu digelar pula Workshop Musik, Vokal dan Gerak bersama musisi mumpuni Indonesia, Aning Katamsi dan Sonia Nadya Simanjuntak. Dendang Kencana awalnya diadakan oleh Penerbit Grasindo di tahun 1990 bersama pengarang lagu anak, AT Mahmud, dan diadakan kembali di tahun 1992. Sejak tahun 1993, Dendang Kencana diadakan setiap tahun hingga terakhir kali diadakan pada tahun 1996. Pada penyelenggaraan DK di tahun-tahun tersebut, AT Mahmud langsung terjun sebagai narasumber ahli dan juri lomba. Karya-karyanya pun diperlombakan di sana, termasuk lagu tema “Dendang Kencana“ yang beliau ciptakan dalam rangka menyambut pelaksanaan kegiatan ini.

Pada masa tahun 70-90an, kita kenal banyak sekali lagu anak-anak yang populer seperti Naik Delman, Balonku, Topi Saya Bundar, Dua Mata Saya, Lihat Kebunku, Tik-tik Bunyi Hujan, Ambilkan Bulan, Anak Gembala, Libur Tlah Tiba, Amelia, dan masih banyak lagi. Lagu-lagu tersebut terus melekat di ingatan kita, sebagai sebuah kenangan yang indah dan bahagia di masa kanak-kanak dulu, hingga kita dewasa. Kita bahkan juga turut memperkenalkan lagu-lagu tersebut kepada anak-anak secara turun temurun hingga kini. Di masa itu banyak pencipta lagu anak yang terus berkarya hingga akhir hayat mereka, seperti Pak Daljono, Pak & Bu Kasur, Ibu Soed, dan Pak AT Mahmud. Mereka berkarya dengan hati, dengan segenap kemampuan di dalam kesederhanaan dan tidak berorientasi komersil. Tema lagu anak yang mereka buat berasal dari kehidupan di sekitar kita seperti kebiasaan sehari-hari anak-anak, keindahan alam, orang tua serta rasa syukur pada Tuhan. Notasinya sederhana dan syairnya mudah dihafalkan oleh anak-anak seantero negeri.

Kondisi yang sangat berbeda sekarang terjadi. Anak-anak tidak mendapatkan haknya menikmati keceriaan mereka karena televisi tidak lagi menjadi sumber hiburan utama mereka. Televisi dan radio makin jarang menayangkan acara khusus anak-anak, apalagi siaran lagu anak-anak. Kalau pun ada siaran anak-anak, biasanya dikemas ala dewasa dan keluar dari koridor dunia anak-anak. Jika ada lomba vokal untuk anak-anak pun yang ditonjolkan adalah sisi kehidupan di balik kemampuan mereka bernyanyi. Kondisi seperti ini juga terjadi di sekolah-sekolah dengan berkurangnya muatan pelajaran seni musik dan vokal dari kurikulum. Anak-anak lebih difokuskan kepada pendidikan eksakta yang jauh dari berolah vokal dan musik. Belum lagi keterbatasan guru seni musik & vokal yang memang mengerti betul bidang tersebut dan mempunyai layar belakang yang sesuai. “Indonesia butuh lagu anak-anak yang berkualitas tinggi sebagai sarana untuk mendidik dan memberi arahan positif bagi kehidupan anak-anak bangsa. Dendang Kencana 2017 kembali digerakkan oleh Kompas Gramedia agar para guru TK dan SD dapat menggali ilmu dari para narasumber, lalu sama-sama bergerak untuk menciptakan lagu-lagu bagi anak-anak dan akan kita bagikan, kita persembahkan bagi anak Indonesia,” terang Frans Sartono, selaku Steering Committee Dendang Kencana 2017. Beliau juga menyebutkan bahwa lagu anak-anak pada masanya telah membawa kenangan yang indah dan berdampak positif bagi anak-anak yang sekarang sudah dewasa atau bahkan sudah mempunyai anak. “Untuk itu kami mengajak semua pihak untuk peduli dan bersama-sama mengembalikan kejayaan lagu anak untuk generasi penerus bangsa Indonesia,” pungkas Paulina Dinartisti. (ist)