“Indigenous Celebration 2018” Hadirkan 32 Kelompok Suku dari 7 Negara

(Baliekbis.com), Pada bulan Mei tahun ini akan ada sebuah acara besar di Bali yang bertajuk “Indigenous Celebration 2018”. Ini akan menjadi sebuah ajang pertama di Bali yang mempertemukan suku-suku asli yang mengakar di tanah Nusantara, Indonesia, dan luar negeri yang melebur dalam semangat kreasi: tarian, musik, kearifan lokal, pendidikan, persatuan dan koneksi.

Sebagai sebuah pulau sakral dan juga jantung budaya di Indonesia, Bali adalah tempat yang ideal untuk mengadakan perayaan yang luar biasa ini. Acara ini melibatkan lebih dari 20 kelompok masyarakat adat yang beragam dari Indonesia. Tidak hanya sebatas itu, suku-suku lain dari berbagai belahan negara seperti Suku Aborigin dari Australia, Suku Maori dari Selandia Baru dan Nagaland dari India juga turut serta memberi warna yang meriah dalam acara ini. Total penampil yang akan berpartisipasi adalah 32 kelompok suku yang berbeda dari 7 negara. Penari adat, musisi tradisional, penutur kisah budaya, sesepuh adat, dan pemimpin pemuda adat akan berbagi cerita dan pengalaman serta kearifan lokal dari budayanya masing-masing.

Festival Perayaan Budaya ini akan diadakan selama tiga hari tiga malam bertempat di Arma Museum & Resort. Setelahnya selebrasi ini akan dilanjutkan dengan acara perkumpulan adat dan edukasi budaya di Green School pada tanggal 14 dan 15 Mei 2018. Ini adalah acara khusus dan bersifat pribadi, namun sekolah di seluruh Bali dan Indonesia pun turut diundang untuk hadir dalam acara tersebut.
Acara ini dipersembahkan oleh Yayasan Ranu Welum, sebuah organisasi yang berbasis di Palangkaraya, Kalimantan Tengah yang berdiri untuk budaya, kemanusiaan, lingkungan dan memperjuangkan hak-hak masyarakat adat. Organisasi ini bekerja melalui media dan kombinasi pendekatan modern dan kultural untuk memobilisasi gerakan pemuda adat, terutama Suku Dayak, penduduk asli Pulau Kalimantan.

Emmanuela Shinta, seorang perempuan Dayak yang merupakan pendiri Ranu Welum dan juga salah satu pendiri acara ini, mengatakan acara ini merupakan satu kesempatan untuk menghormati budaya yang kita warisi dari nenek moyang kita, sekaligus untuk merayakan identitas kita sebagai orang asli dari tanah Nusantara dengan
semua karunia yang kita miliki.

Ada tujuh kelompok seni budaya Dayak yang akan hadir di acara ini. “Saya sangat bangga bahwa orang Dayak, yang dulunya sering disebut sebagai ‘orang hutan’ atau ‘pemburu kepala yang mengerikan’, sekarang memimpin kegerakan pemuda adat agar bisa diakui oleh negara ini dan khayalak Internasional. Inilah saatnya untuk memberi ruang bagi masyarakat adat agar bisa diterima bukan hanya dengan keindahan budaya kami namun juga segala permasalahan dan perjuangan kami,” jelasnya, Senin (7/5) di Denpasar.

David Metcalf, yang merupakan salah satu pendiri acara ini, adalah orang penting di balik acara ini. Dia adalah seorang warga Australia yang telah menghabiskan bertahun-tahun hidupnya untuk mendukung masyarakat adat kemanapun dia pergi. Cintanya pada budaya dan masyarakat adat telah mendorongnya untuk mengambil langkah memulai suatu ajang yang besar ini. “Melalui acara ini, saya berharap bisa menggabungkan pemuda dengan yang “mereka yang bijak” (Baca: Leluhur, red), generasi tua yang memiliki begitu banyak hikmat dan pengetahuan namun seringkali terkubur jauh dan mungkin akan hilang selamanya. Kita tidak bisa membiarkan hal itu terjadi. Saya hanyalah seorang warga asing yang ingin melihat lebih banyak pemimpin pemuda adat bangkit dengan kekuatan penuh untuk membangun komunitas mereka dan melestarikan budaya mereka. Acara ini adalah milik mereka,” jelasnya.

Lebih dari 200 seniman dan penampil budaya akan hadir dan berbagi panggung. Beberapa be- rasal dari sungai, desa dan masyarakat lokal. Sebagian besar bahkan belum pernah datang ke Bali sebelumnya. Banyak dari kelompok tersebut akan memadukan generasi muda dan kearifan generasi tua sehingga budaya tersebut dapat diwariskan kepada generasi selanjutnya. Bersama dengan Antida Music Productions sebagai pelaksana acara, David dan Shinta berharap komunitas di Bali dapat memberikan dukungannya dengan cara datang dan berpartisipasi.

“Antida Music Productions ada di sini untuk membuat acara ini sukses karena kami mendukung budaya dan adat Kalimantan dan ingin bersama membangun dan mengembangkan budaya Nusantara, ujar Anom Darsana, Pemilik Antida Music Productions.
Acara ini adalah acara nirlaba, dan uang yang tersisa dari penjualan tiket dan sponsor akan disumbangkan ke Yayasan dan badan amal Indonesia yang berdedikasi untuk melestarikan budaya dan lingkungan komunitas adat. Seluruh sekolah diundang untuk menghadiri workshop di Arma dan sesi edukasi di Green School yang tidak dikenakan biaya. (ita)