Indeks Perdagangan Ritel di Bali Lebih Tinggi dari Jakarta

(Baliekbis.com),Usaha ritel di Bali menunjukkan kinerja yang cukup menggembirakan. Hal ini tercermin pada perkembangan Indeks Perdagangan Ritel (IPR) hasil Survei Penjualan Eceran KPw BI Provinsi Bali.

Pada Juli 2019, IPR Bali tercatat sebesar 137,5 atau lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata triwulan II 2019 sebesar 136,5. “Peningkatan ini terjadi seiring dengan masuknya periode high season pariwisata dan membaiknya daya beli masyarakat,” ujar Kepala KPw BI Provinsi Bali Trisno Nugroho, Rabu (14/8/2019) dalam acara FGD “Perkembangan Ekonomi, Pariwisata dan Industri Ritel dalam Rangka Pelaksanaan Great Bali Sale 2019” di Kantor BI Provinsi Bali.

FGD selain diikuti pelaku pariwisata juga hadir Plt. Kadisparda Bali Putu Astawa dan Ketua Great Bali Sale 2019 Ramia Adnyana serta Ketua Pembina Masata (Masyarakat Sadar Wisata) Michael F. Umbas. Dalam FGD juga dibahas masalah terjadinya pelambatan pariwisata Bali yang membawa imbas terhadap pertumbuhan ekonomi Bali. Pasalnya 70 persen ekonomi Bali bersumber dari pariwisata.

Trisno mengatakan secara historis, kinerja ritel di Bali pada 2 tahun terakhir menunjukkan perkembangan yang baik. IPR Provinsi Bali cenderung lebih tinggi dan lebih stabil dibandingkan dengan pusat ritel Indonesia (Jakarta).

Pertumbuhan ritel di Bali juga tercermin dari meningkatnya jumlah pusat perbelanjaan di Bali. Di tahun 2019 terdapat penambahan 1 pusat perbelanjaan baru yakni Trans Studio Mall di Jalan Imam Bonjol, Denpasar.

Dari sisi tingkat hunian, rata-rata tingkat hunian tenant pada triwulan II 2019 tercatat masih terjaga di atas 80%, dan diproyeksikan akan membaik di triwulan III 2019. Di tengah maraknya usaha penjualan online, permintaan di beberapa pusat ritel masih menunjukkan pertumbuhan positif.

“Pertumbuhan ritel tidak lepas dari pertumbuhan kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) di Bali,” tambah Trisno. Hal ini tercermin pada korelasi positif jumlah kunjungan wisman dan IPR Provinsi Bali.

Berdasarkan subsektornya, korelasi positif antara jumlah kunjungan wisman dan IPR terutama terjadi pada penjualan barang budaya & rekreasi serta bahan makanan.
Perkembangan ritel ke depan masih cukup menjanjikan, seiring dengan masih kuatnya permintaan domestik maupun eksternal (wisman).

Dari sisi domestik, menurut Trisno daya beli masyarakat Bali sepanjang tahun 2019 selalu berada pada level optimis, sebagaimana ditunjukkan oleh Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang selalu berada level 100. Hal ini juga didukung oleh rasio hutang terhadap pendapatan masyarakat Bali yang relatif rendah.

Dari sisi eksternal, potensi permintaan dari wisatawan mancanegara masih cukup tinggi seiring dengan tingginya preferensi wisatawan terhadap Bali. UNWTO (2017) mencatat pertumbuhan kedatangan wisman di Asia Pasifik sebesar 6%, dimana sebanyak 14% wisawatawan mancanegara memiliki preferensi terhadap sun & beach holidays.

Untuk menangkap peluang yang ada, pelaku usaha (khususnya di bidang ritel) harus memperhatikan tren tourism yang berkembang saat ini. Intrepid Travel Report (2018) mencatat beberapa pergeseran perilaku wisatawan terkini.

Disebutkan bahwa seiring dengan perkembangan dunia digital, saat ini marak wisatawan melakukan solo travelling. Disamping itu, moda transportasi yang menjadi pilihan wisatawan juga semakin berkembang (cruise).

Beberapa atraksi wisata seperti wisata kesehatan dan wisata pendidikan juga semakin diminati.
Hasil Survei Perilaku Wisatawan Mancanegara (Superwisman) KPw BI Provinsi Bali menunjukkan perbedaan pola pengeluaran antar negara asal wisman. Wisman asal Australia, UK dan USA mengalokasikan sebagian besar pengeluaran (lebih dari 50%) pada akomodasi dan Food and Beverage (F&B).

Selanjutnya, pengeluaran dialokasikan untuk pembelian souvenir, daily needs, transport dan entertainment.
Berbeda dengan ketiga negara tersebut, wisman asal Tiongkok memilih untuk mengalokasikan sebagian besar pengeluaran pada F&B (25%) dan Souvenirs (19%).

Selanjutnya, akomodasi (17%), Daily Needs (16%) serta Health and Beauty (6%). Sementara itu, wisman asal India mengalokasikan sebagian besar pengeluaran untuk akomodasi (32%), F&B (28%), Daily Needs (7%), Entertainment (7%) dan Transpor (6%).

Faktor yang tak kalah penting dalam pengambilan keputusan pengembangan bisnis ritel adalah musim kunjungan wisata. Berdasarkan data historis 5 tahun terakhir, jumlah kunjungan wisman terendah jatuh pada triwulan I.

Rata-rata kunjungan wisman di triwulan I didominasi oleh wisatawan asal Tiongkok, seiring dengan liburan perayaan Chinese New Year. Sementara itu, jumlah kunjungan terbesar jatuh di triwulan III, yang didominasi oleh wisman asal Australia, Tiongkok, dan United Kingdom. (bas)