HGB Jelang Berakhir, Advokat Togar Situmorang Minta Gubernur Tuntaskan Kasus Aset Pemprov di Bali Hyatt Sanur

(Baliekbis.com),  Gubernur Bali diminta segera bertindak dan menuntaskan kasus aset tanah yang “mengendap” di Hotel Bali Hyatt Sanur. Pasalnya HGB hotel yang bernama Hyatt Regency tersebut akan berakhir tahun 2022. Demikian dikatakan
Pengamat PublikTogar Situmorang,S.H., M.H.,M.A.P., Minggu (10/3) di Denpasar.

Advokat senior ini menilai banyak kejanggalan mengenai persoalan aset yang ‘hilang’ tersebut. Ia menduga adanya permainan oknum pejabat atau mantan pejabat yang terlibat yang ingin menutup rapat kasus ini dengan mengaburkan barang bukti dan fakta hukum di balik persoalan aset yang hilang ini.

Togar mengaku  heran, Pansus Aset yang sudah dibentuk kenapa dibubarkan kalau sudah ada referensinya? “Notaris, yang pada saat itu yang membuat perjanjian seritifikat, kan bisa diselidiki. BPN juga, mengapa bisa dengan mudah menerbitkan sertifikat, sementara sudah jelas-jelas tanah di Hotel Bali Hyatt Sanur itu masih dalam status quo,” tegasnya.

Togar yang saat ini sedang menyelesaikan program S3 Hukum di Universitas Udayana ini juga berpendapat, sebenarnya banyak cara yang bisa dilakukan Pemprov untuk membongkar persoalan aset ini. Caleg DPRD Provinsi Bali Dapil Denpasar nomor urut 7 dari Partai Golkar ini juga mempertanyakan kinerja DPRD Bali. “Di saat-saat seperti inilah semestinya para anggota dewan yang mewakili rakyat Bali harus bekerja secara maksimal, harus benar-benar perduli akan rakyatnya, ujar Caleg Milenial yang mempunya tagline ‘Siap Melayani Bukan Dilayani’. Sudah saatnya di Pemilu yang akan datang, masyarakat Bali memilih pemimpin yang benar-benar bekerja dan peduli terhadap kesejahteraan rakyat Bali. Bukan yang suka umbar janji pada saat kampanye.

Menurut Togar, Pemprov juga bisa menyatakan keberatan terhadap penjualan aset tersebut dan merekomendasikan agar semua kegiatan di Hotel Bali Hyatt Sanur dihentikan sementara hingga kasusnya tuntas. Kalau selama ini Pemprov Bali tidak pernah mendapatkan hasil dari sahamnya, maka Pemprov Bali masih bisa mengambil kembali aset tanahnya. “Gubernur bisa melakukan gugatan pidana dan perdata karena aset tanah itu milik Pemprov,” tambahnya.

Togar Situmorang, S.H, M.H, M.A.P. yang juga sebagai Managing Partner Law Office Togar Situmorang & Associates menjelaskan, kalau perdata, kekuatan pertama adalah surat, contohnya sertifikat. “Tapi sertifikat itu bukti alat kuat, bukan bukti alat mutlak (tidak bisa diganggu gugat). Kalau bisa dibuktikan sebaliknya, sertifikat itu prosesnya cacat, melanggar hukum, tidak sah mekanismenya, bisa batal demi hukum walaupun itu sertifikat,” jelasnya.

Dikatakan Gubernur tidak perlu takut mengungkap kasus ini. Kalau sudah masuk proses hukum, persidangan pihaknya yakin bukti-bukti dapat tersaji di pengadilan melalui sejarah kronologis aset tersebut. “Kita minta juga Kapolda Bali jemput bola mengenai persoalan aset ini, sudah banyak temuan dalam kasus ini. Bisa saja kasus ini dijadikan laporan model A. KPK juga turun gunung untuk usut tuntas kasus ini karena ada kerugian negara di dalamnya.

Karena fakta yuridisnya, tanah DN 71 dan DN 72 di Bali Hyatt memang merupakan tanah milik Penprov Bali walaupun tidak berbentuk sertifikat. Gubernur harus  memperjuangkan hak milik rakyat Bali itu,” tegas Togar. Disebutkan tahun 1972, Gubernur Bali (Sukarmen) melakukan pelepasan hak atas tanah DN 71 dan DN 72 seluas kurang lebih 2,5 Hektar untuk dijadikan saham kepemilikan pada PT. SBRD.

Pemprov Bali mendapatkan saham sebesar 10,9 persen di PT. SBRD. Namun Pemprov  tidak pernah mendapatkan pendapatan dari deviden saham tersebut. Karena kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari kepemilikan saham belum pernah tercatat dalam neraca keuangan Pemprov Bali, sehingga dokumen pelepasan aset dan kepemilikan saham tidak dimiliki oleh Pemprov Bali hingga saat ini.

Celakanya lagi, saham di Hotel Bali Hyatt Sanur itu bahkan sudah dijual secara sepihak oleh PT. SBRD kepada Pihak Ketiga tanpa sepengetahuan Pemprov. Sebagai Panglima Hukum, Togar menilai adanya dugaan tindak pidana berupa pemalsuan dan penggelapan dalam kasus ini. Sebab PT. SBRD menjual saham milik Pemrpov Bali tanpa sepengetahuan Pemprov Bali. Togar juga menilai adanya penggelapan aset dan indikasi korupsi, sebab hilangnya aset itu menimbulkan kerugian bagi keuangan daerah.

Togar mengajak berbagai pihak untuk evaluasi kasus ini, mengkaji langkah berikutnya, mengumpulkan data-data yang lebih valid lagi, karena menurutnya ini terkait dua hal, yaitu aset dan saham. Keduanya kabur, tidak jelas. Ini yang perlu ditelusuri. (bas)