Hendro Utomo: Gula Semut Angkat Perekonomian Petani Kulon Progo

(Baliekbis.com),Di tahun 1976, ribuan petani Kulon Progo tak banyak menikmati hasil pembuatan gula merah yang menjadi salah satu andalan warga selain tanaman padi.

“Harga gula merah saat itu sangat rendah yakni Rp2.500/kg. Padahal harga beras yang menjadi kebutuhan pokok Rp7.500. Kondisi itu membuat ibu rumah tangga petani galau,” ujar Ketua KSU Jatirogo (Jaringan Petani Kulon Progo) Dusun Tambak, Desa  Triharjo, Kec. Wates Kab. Kulon Progo, FX Hendro Utomo Sabtu (27/4) saat menerima rombongan Lokakarya Kebangsentralan dan Kehumasan Bank Indonesia Wilayah Provinsi Bali dari tanggal 26 -28 April di Yogyakarta. 

Lokakarya diikuti puluhan wartawan yang selama ini banyak berkecimpung dalam liputan bidang ekonomi dan bisnis. Juga pada kesempatan itu hadir sejumlah petani dari Jembrana yang menjadi binaan BI yang datang secara khusus ke daerah ini untuk belajar tentang gula semut.

Namun, kondisi itu kini berbalik 180 derajat menyusul berdirinya KSU Jatirogo bebepa tahun kemudian. “Setelah ada koperasi yang menangani gula merah, harga gula semut organik naik drastis dan ini meningkatkan pendapatan petani gula,” jelas Hendro Utomo. Pasalnya harga gula merah setelah masuk ke koperasi kini di atas Rp20 ribu/kg. Tentu ini berbanding terbalik dengan harga beras yang kini di bawah gula merah.

Naiknya pendapatan petani gula, diakui salah seorang pengepul Keli yang mengaku terangkat drastis. Sebab dari gula yang dibeli dari petani sekitar Rp18 ribu/kg, bisa dia jual sekitar Rp23 ribu. “Saya bisa kumpulkan rata-rata 2-3 ton gula dari petani,” jelasnya.

Menurut Hendro Utomo, koperasi juga mendapat dukungan dari Lesman, Swiss Contact dan Hivos. Juga BI membantu fasilitas gudang di KSU tersebut. Untuk menjaga harga tetap tinggi, pihaknya sangat menjaga kualitas. “Kita sasarannya kelompok “the haves”, mereka yang punya uang banyak. Karena ini produk organik sehingga bisa kita jual dengan harga tinggi,” tambahnya seraya mengatakan pentingnya pasar yang adil dalam artian produsen bisa mengatur harga sehingga 1.500 petani yang menjadi anggota KSU juga bisa untung.

Saat ini harga gula semut untuk ekspor mencapai 3,2 dolar per kilogram. Sementara sebelum diproses sekitar Rp20/kg.  Penasihat Kelompok Gula Semut Mawar Sari Jembrana Wayan Diandra mengatakan potensi bahan baku gula semut di Jembrana sangat besar. Bahkan kualitas gula merah dari desanya sangat bagus. “Jadi setelah belajar ini kami yakin bisa mrnghasilkan produk yang bagus,” jelasnya. 

Yang perlu mendapat perhatian adalah masalah pengemasan agar bisa memenuhi standar. “Kami yakin bisa menghasilkan brown sugar yang berkualitas tinggi mengingat kualitas kelapa Jembrana  sangat bagus,” tambah Diandra.

Sementara Kepala Tim Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bali Leo Ediwijaya mengatakan kedatangan petani  gula Jembrana yang merupakan binaan BI untuk belajar pembuatan hingga pemasaran gula semut. (bas)