Hari ke-2 Festival Tepi Sawah, Ajarkan Anak Peduli Lingkungan

(Baliekbis.com),Dengan tetap berkonsep “go green” dan cinta lingkungan, rangkaian acara Festival Tepi Sawah di Omah Apik Pejeng berlanjut pada Minggu (7/7/2019). Line up artist hari itu diisi oleh Purnama Fajar, Dayu Ani, Bonita, Bhismo, Kacir, Iqua, FRC, Ana Perdana, Made Ciaaattt, dan Balawan.

Rangkaian workshop pun dimentori oleh Arum Christina, Little Talks, Kopi Cukil, Arif Hendrasto, dan Indonesia Coffee Academy. Pagi pun dimulai dengan berdongeng ala Pekak Made Taro yang membawakan cerita-cerita lawas khas Bali. Selama dua jam, Pekak Taro bersama peserta bermain dan bernyanyi bersama. Para peserta pun mulai dari anak kecil hingga turis asing, berbaur dan mengikuti arahan Pekak Taro.

Menariknya, Pekak Taro beberapa kali berinteraksi dengan mencampurkan bahasa Bali, Inggris, dan Indonesia. Misalnya saja saat mendongeng “Dadong Dauh”, Pekak Taro bersama-sama mengajak berhitung telur bergantian menggunakan ketiga bahasa tersebut.

Kegiatan yang dilakukan memiliki kesamaan: nilai-nilai yang ditanamkan semua mengandung pesan untuk menjaga lingkungan. Salah satunya terkandung dalam lagu Burung Camar. Liriknya berkata, “kurangi, gunakan kembali, daur ulang,” sebagai pengingat agar kita selalu cinta lingkungan dengan mengurangi dan mendaur ulang sampah.

Kegiatan daur ulang ini pun langsung dipraktekkan dalam sesi workshop oleh Arum Christina. Sekitar 80 anak dibagi dalam beberapa sesi dan diajak untuk melukis botol plastik bekas dengan cat akrilik water-based yang aman. Hasil karya mereka bisa dipakai untuk pot tanaman atau kotak pensil. Lewat kegiatan ini, Arum ingin mengajarkan ke mereka untuk mengurangi plastik dan mengalihfungsikan sampah yang masih bisa dipakai.

“Festival ini menjadi momen untuk menyebarkan pesan agar orang aware kenapa kita mesti membuat art dari botol bekas agar bisa dipakai lagi,” katanya.
Workshop pun dilanjutkan oleh Gustra Adnyana dari Little Talks dengan mengajak anak-anak menggambar superheronya sendiri. Little Talks sendiri adalah sebuah café dan perpustakaan kecil yang terletak di Campuhan, Ubud.

Kegiatannya berkaitan dengan pengembangan kreativitas dan imajinasi anak muda untuk berkreasi. Tahun lalu, Little Talks juga mengisi workshop membuat puisi dengan ‘menghidupkan’ benda mati di sekitar. “Kita memang fokus dalam pengembangan imajinasi karena kita tahu anak-anak Indonesia kan banyak sekali yang tidak pernah membaca, kadang hanya tahu dari TV,” ujarnya.

Dari sesi ini, Gustra mengungkapkan banyak anak-anak yang membuat superhero untuk menyelamatkan sawah. Menurutnya, anak-anak Bali sangat dekat dengan sawah, sehingga mereka berimajinasi bahwa sawah adalah rumah mereka sendiri. Hal ini dinilai Gustra sangat menarik karena mereka bisa bercerita dari gambar dan nama-nama yang sederhana.

Sayangnya, sebagian besar karya mereka masih terpengaruh dengan tontonan TV. Hal ini terlihat dari kekuatan superhero mereka sebatas angin, api, dan air. “Namun, hal ini cukup bagus. Harapan saya, lewat sesi ini bisa tercipta buku anak sendiri dari Indonesia dan ide-ide mereka bisa dibawa ke lingkungan sehari-hari,” harapnya. (ist)