Gus Marhaen Ingatkan “Ambeg Paramartha”

(Baliekbis.com), Goyahnya kebhinekaan di tanah air belakangan ini bukan saja karena disebabkan banyak yang memang belum memahami akan kebhinekaan yang didengungkan para pemuda saat 28 Oktober 1928 yang dikenal dengan Hari Sumpah Pemuda juga karena kuatnya kepentingan politik. “Dominasi politik begitu kuat sehingga mengabaikan kepentingan yang lebih besar yakni kepentingan bangsa dan negara,” ujar Pendiri Perpustakaan Agung dan Museum Agung Bung Karno, Selasa (17/10) di Renon saat ditanya seperti apa makna peringatan Hari Sumpah Pemuda saat ini. Baginya kepentingan politik apa itu partai atau kepentingan lainnya tidak ada salahnya. Namun cuma harus bisa dipisahkan mana yang diselesaikan di internal mana yang untuk kepentingan yang lebih luas yakni bangsa dan negara. “Semestinya para ketua (partai) harus bersatu ketika berbicara bangsa dan negara “ambeg paramartha” yakni kepentingan yang lebih besar di atas kepentingan yang lain, salah satunya kepentingan politik (partai).

Diingatkan dalam Sumpah Pemuda yang diperingati setiap tanggal 28 Oktober sudah jelas Indonesia adalah berbahasa satu bahasa Indonesia, bertanah air satu tanah air Indonesia dan berbangsa satu yakni bangsa  Indonesia. Sebenarnya ini sudah final dan tak bisa diutak-atik lagi. Gus Marhaen mengingatkan pidato kenegaraan Bung Karno “gemblenglah dirimu sehebat-hebatnya”, ini memberikan edukasi dan memecut anak bangsa agar terus bersatu sehingga bangsa ini kuat dan besar. Bagaimana di zaman itu para pendiri partai bisa bersatu meski mereka berbeda aliran, namun bisa membuat bangsa ini bersatu. “Saat itu para pemimpin selalu bersatu  dan mencari solusi terhadap masalah yang dihadapi, tidak seperti sekarang, “ujar pengagum Bung Karno ini. Gus Marhaen mencontohkan dalam perayaan kenegaraan di tahun 1947 di Yogyakarta saat itu dimana orang pertama yang diberi peran dan tugas oleh negara untuk membawa bendera merah putih (paskibraka) berbeda agama dengan suaminya yang merupakan seorang tokoh agama saat itu. “Wanita yang berusia 80-an itu kini masih hidup. Kami punya dokumen dan sastranya,” jelas Gus Marhaen yang berencana akan memberikan sebuah tanda penghargaan kepada wanita tersebut di bulan Oktober ini. (bas)